Tidak mudah mengatasi permasalahan sampah, terutama di perkotaan. Pengelolaan sampah terkait dengan banyak faktor, mulai dari keindahan dan kebersihan kota, kesehatan, hingga kelestarian lingkungan.
Di sejumlah kota besar banyak upaya telah dilakukan oleh pemerintah ataupun pihak swasta. Namun, volume sampah yang sampai di tempat pembuangan akhir (TPA) masih menggunung. Sebagian sampah mengalir ke laut dan mengganggu ekosistem.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tengah mendorong pengurangan sampah yang masuk ke TPA dengan mendirikan pusat daur ulang sampah di sejumlah daerah.
Pusat daur ulang diharapkan mengurangi 90 persen sampah yang masuk ke TPA di samping membawa dampak ekonomi dari sampah organik yang dapat diolah menjadi kompos. Pusat daur ulang sampah terbaru diresmikan di Kelurahan Bandungrejosari, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, pekan lalu.
Tingkat daur ulang sampah di Indonesia, menurut hasil riset Sustainable Waste Indonesia (2018), baru 7 persen dari 65 juta ton sampah yang dihasilkan setiap hari dan 69 persen berakhir di TPA.
Di dunia, Jerman memiliki tingkat daur ulang sampah terbaik. Austria berada di posisi kedua, disusul oleh Korea Selatan dan Wales. Keempat negara tersebut, seperti dikutip dari laman World Economic Forum, mengelola sampah dengan mendaur ulang antara 52 persen dan 56 persen dari limbah kota mereka. Swiss, di tempat kelima, mendaur ulang hampir setengah dari limbah kotanya.
Sejumlah besar hasil daur ulang dikirim ke Asia. China, sebagai importir dan pendaur ulang terbesar di dunia untuk logam bekas, plastik, dan kertas, telah memutuskan tidak akan mengambil lagi apa yang disebutnya ”sampah asing” dan akan melarang impor 24 jenis limbah.
Aliansi Zero Waste Indonesia telah mengingatkan agar Indonesia bersiap menghadapi risiko sebagai sasaran pembuangan sampah dari sejumlah negara setelah China memperketat impor bahan baku daur ulang plastik sejak Maret 2018. Pemerintah didesak memperketat pengawasan impor bahan baku daur ulang plastik dan kertas. (LAM)