Dalam peringatan dasawarsa I Konferensi Asia-Afrika, lagu kebangsaan sejumlah negara dimainkan saat upacara kedatangan dan kepulangan delegasi peserta di Lapangan Udara Internasional Kemayoran, Jakarta (Kompas, 1/7/1965).
Berbagai kegiatan penyambutan kerap terjadi di Bandara Kemayoran. Misalnya saja, kedatangan rombongan PSSI setelah lawatannya ke sejumlah negara di Asia dan Eropa, kembalinya regu Uber Cup (5/7/1965) setelah menang melawan Australia dan Selandia Baru, serta tibanya Dubes AS untuk Indonesia yang baru, Marshall Green, ke Jakarta (21/7/1965).
Pentingnya keberadaan Kemayoran menjadi perhatian pemerintah pusat. Untuk menghadapi Conference of The New Emerging Forces (Conefo) tahun 1966, landasannya akan diperkuat sehingga dapat dipakai untuk maksimum take-off weight (berat muatan dan bahan bakar penuh) seberat 250.000 pounds (sekitar 113 ton).
Dengan penyempurnaan ini nantinya Kemayoran dapat didarati pesawat Boeing 707 yang memiliki berat hingga 247.000 pounds. Selain itu, bagian landasan arah barat-timur akan diperpanjang 500 meter hingga dapat didarati semua jenis pesawat. Jika proyek ini selesai tahun 1968, landasan barat-timur lebih panjang daripada landasan utara-selatan yang panjangnya 2.475 meter.
Tidak hanya landasan yang disempurnakan, fasilitas bandara juga diperhatikan. Awal Oktober 1965, pembangunan lobi dari Gedung Stasiun Luar Negeri dalam rangka menyongsong Conefo.
Sayang, Bandara Kemayoran hanya bisa menampung 500-600 penumpang per hari. Padahal, jumlah penumpang yang berangkat dari Kemayoran sekitar 2.000 orang per hari.
Bandara Kemayoran kemudian ditutup. Sebagai penggantinya, Presiden Soeharto meresmikan Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Kamis, 10 Januari 1974. Berikutnya dibangun bandara di Cengkareng mulai 30 Juni 1981 dan diresmikan Presiden Soeharto pada 5 Juli 1985 dengan nama Bandara Soekarno-Hatta. (JPE)