Kota Banjarbaru di Kalimantan Selatan menyimpan harta karun yang luar biasa berupa intan. Di daerah ini, beberapa kali warga menemukan intan. Tidak hanya jumlahnya yang banyak, tetapi ukurannya pun tergolong besar sehingga harganya sangat mahal.
Mei 1970, misalnya, warga menemukan empat intan berukuran lebih dari 5 karat. Di pendulangan Cempaka, para pendulang intan menemukan dua intan, masing-masing 10 karat dan 15,5 karat. Sedangkan di pendulangan Palam ditemukan dua intan, masing-masing 7 karat dan 16 karat.
Intan 15,5 karat akhirnya laku dijual dengan harga Rp 2,5 juta atau setara dengan 41 ton beras saat itu serta biaya naik haji untuk 10 orang.
Penemuan intan ini bukan yang pertama kali terjadi. Pada 26 Agustus 1965, pendulang intan di Kampung Cempaka menemukan intan terbesar di Indonesia, yakni 166,75 karat. Intan yang diberi nama ”Intan Trisakti” ini kemudian diserahkan kepada negara lewat Presiden Soekarno pada 30 Agustus 1965.
Harga intan ini ditaksir sekitar 248.000 dollar AS atau Rp 3,5 miliar uang lama. Namun, para penemu yang berjumlah 43 orang saat itu mengeluh karena baru menerima uang tunai Rp 200 juta dari pemerintah pada 13 September 1965 dan Rp 200 juta lagi pada 16 Februari 1966.
Pada 10 Agustus 1969 juga ditemukan intan di pendulangan Cempaka yang berukuran 27,25 karat. Intan yang kemudian diberi nama ”Galuh Bulan” atau Gadis Bulan ini laku terjual Rp 8,1 juta.
Saking banyaknya intan yang ditemukan di Banjarbaru, pada 5 Juni 1971 akhirnya dilakukan penandatanganan kontrak karya untuk penambangan intan di Kalimantan Selatan antara Pemerintah Indonesia dan PT Asia Togor Mining Co Ltd.
Di sisi lain, banyak pula warga yang meninggalkan pekerjaannya sebagai penyadap karet dan menjadi pendulang intan. Kemudian, dibangun pula pasar intan di Martapura, Kalimantan Selatan. (THY)