Terpilihnya Ferdinand Alexander Sonneville sebagai Ketua IBF—kini BWF, Badminton World Federation—disambut rasa bangga di Indonesia. ”Bukan hanya orang Indonesia, tetapi Ferry merupakan orang Asia pertama,” tutur teknokrat olahraga, MF Siregar, yang pada 1971 adalah Sekretaris Jenderal KONI Pusat.
Berita Kompas tersebut merupakan sebuah cuplikan bahwa ”menjadi yang pertama atau terdepan” adalah predikat yang kerap melekat pada lelaki kelahiran Jakarta 1931 itu. Saat berusia 20 tahun, Ferry menjadi salah satu andalan tim Indonesia Selection saat kita pertama kali melawan para pemain asing pada 1951.
Saat itu, Indonesia mengundang tim Penang Malaya untuk bertanding di stadion mini nonpermanen di Jakarta. Gelanggang itu dibangun di sudut pasar malam Lapangan Gambir. Ferry juga masuk dalam skuad pertama tim Piala Thomas Indonesia 1958. Pada tahun itulah untuk pertama kalinya negeri kita merasakan kejayaan sebagai yang terbaik di panggung olahraga global.
Masih di bulu tangkis, Ferry juga merupakan atlet Indonesia pertama yang bertanding di turnamen paling prestisius dunia ketika itu, All England. Itu dia lakoni pada 1957. Setahun kemudian dia mencapai semifinal. Terakhir, 1959, dia mencapai final untuk kandas di tangan penerusnya, Tan Joe Hok, 8-15, 15-10, 3-15.
Sebagai teknokrat olahraga, Ferry pulalah orang Indonesia pertama yang menjadi Wakil Presiden IBF. Dia terpilih pada 1965 (Kompas, 3 Juli 1965).
Sarjana ekonomi lulusan Nederlandse Economische Hogeschool (sekarang Erasmus University), Rotterdam, Belanda, itu juga berkibar di luar bulu tangkis. Dia tercatat sebagai pendiri Real Estate Indonesia pada 1972 dan menjadi ketua pada kurun waktu 1986-1989.
Ferry bisa begitu karena yakin, prestasi tak boleh jadi peristiwa sekali seumur hidup. ”Excellence then is not an act but a habit,” ujarnya (Kompas, 5 Juni 1995). Itulah pesan dari tokoh yang berpulang pada 20 November 2003 tersebut. Kesempurnaan merupakan kebiasaan. (YNS)