Menyadari Indonesia merupakan negara agraris, sejak Orde Lama hingga Orde Baru dan kini, produksi pupuk menjadi andalan. Karena itu, sejak lebih dari 50 tahun lalu, industri pupuk sudah dibangun di Tanah Air.
PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) I merupakan pabrik pupuk pertama yang dibangun di Indonesia. Pabrik ini mulai dibangun 14 Agustus 1961 pada lahan seluas 20 hektar dan beroperasi September 1963. Kapasitas produksinya 100.000 ton urea dan 59.400 ton amonia per tahun.
Setelah Pusri I, tahun 1974 dibangun pabrik Pusri II dengan kapasitas produksi 380.000 ton per tahun. Disusul kemudian pembangunan pabrik pupuk Pusri III mulai 25 Mei 1975 dan Pusri IV di areal yang sama seluas 100 hektar. Pembangunan kedua pabrik yang terakhir dilakukan siang dan malam untuk mengejar target produksi 2 juta ton urea per tahun pada akhir Pelita II atau tahun 1979.
Saat mendampingi Presiden Soeharto yang meresmikan pabrik pupuk Pusri IV, Sabtu, 26 November 1977, Menteri Perindustrian M Jusuf mengatakan, pabrik pupuk itu bukan pabrik pupuk terakhir yang dibangun di Indonesia.
Setelah Pusri I, II, III, dan IV, dibangun pula pabrik pupuk urea Kujang di Cikampek, Jawa Barat, dengan kapasitas produksi 570.000 ton per tahun. Di samping itu, dibangun pula pabrik pupuk urea ASEAN di Aceh. Kesemuanya itu untuk memenuhi kebutuhan pupuk petani.
Presiden Soeharto, yang dikenal memiliki kepedulian besar terhadap petani, meyakini pembangunan pabrik pupuk akan berdampak besar terhadap jutaan rakyat petani. Saat meresmikan pabrik pupuk Pusri III di Palembang, 29 Desember 1976, keyakinan itu kembali ditegaskan Presiden Soeharto. Menurut Pak Harto, dengan tersedianya pupuk dalam jumlah yang cukup, irigasi yang baik, bibit unggul, obat pembasmi hama, dan cara bertanam yang benar, kesejahteraan petani akan meningkat.
Kepedulian semacam itu yang kini dibutuhkan kembali agar Indonesia bisa swasembada pangan lagi. Tidak perlu lagi mengimpor padi, apalagi pupuk. (THY)