Dikenal hampir 2.000 tahun sebelum Masehi, hingga kini lepra atau kusta belum bisa dieliminasi. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan dunia bebas kusta pada 2020. Bahkan, target Indonesia bebas kusta pada 2019.
Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan Mycobacterium leprae. Kuman diidentifikasi pertama kali oleh dr Gerhard Handsen dari Norwegia pada 1873. Penyakit ini menyerang kulit, saraf tepi, mukosa saluran pernapasan atas, dan mata. Kusta menular melalui percikan cairan dari hidung dan mulut dalam kontak dekat serta waktu lama dengan penderita yang tidak diobati.
Masa inkubasi bakteri 40 hari sampai puluhan tahun hingga gejala tampak. Sebenarnya, kusta tak mudah menular. Sebagian besar (95 persen) manusia kebal terhadap kusta, hanya 5 persen yang tertular.
Kusta bisa disembuhkan dengan terapi kombinasi obat (multidrug therapy). Sebaliknya, jika tidak diobati, kusta bisa menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota tubuh, dan mata. Sejak 1995, WHO memfasilitasi penyediaan obat gratis. Di Indonesia, obat kusta tersedia gratis di puskesmas dan rumah sakit.
Untuk penderita kusta tipe multibacillary (kusta basah), WHO merekomendasikan kombinasi rifampicin, clofazimine, dan dapsone, masa pengobatan satu tahun. Kusta basah berupa bercak putih kemerahan tersebar di sebagian besar kulit tubuh, pembengkakan pada bercak, kerusakan banyak saraf tepi, dan hasil pemeriksaan bakteriologis positif. Kusta ini sangat mudah menular.
Sementara untuk kusta tipe paucibacillary (kusta kering), kombinasi obatnya adalah rifampicin dan dapsone selama enam bulan. Ciri kusta kering adalah bercak putih seperti panau dan mati rasa, permukaan bercak kering, kasar, serta tidak berkeringat, hasil pemeriksaan bakteriologis negatif. Kusta ini tidak menular. Data Global Leprosy Update WHO 2017, jumlah kasus baru kusta di Indonesia tertinggi ketiga di dunia (15.910 kasus), setelah India (126.164 kasus) dan Brasil (26.875 kasus).
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan mencatat, pada 2017, ada 10 provinsi yang belum mencapai eliminasi, yakni Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Artinya, banyak di wilayah Indonesia timur.
Tantangan bagi Indonesia adalah mendeteksi kasus secara dini sebelum terjadi kecacatan, terutama pada kelompok risiko tinggi di daerah endemik. Selain itu, meningkatkan cakupan dan akses pelayanan kesehatan pada penduduk daerah terpencil dan tertinggal. (ATK)