Dalam pertemuan dengan rombongan DPRD-GR Provinsi Jawa Timur di ruangan operasi Balai Kota Jakarta, Kamis (26/6/1969), Gubernur Ali Sadikin mengatakan, Jakarta adalah kota dagang dan industri. Pelayanan publik yang diberikan selama ini tampaknya menjadi daya tarik bagi orang untuk datang ke Jakarta.
Sebagai bagian dari rencana peremajaan kota Jakarta dan kota metropolitan bertaraf internasional, Pemerintah DKI Jakarta menyediakan tanah di daerah Kota untuk dibangun fasilitas perhotelan dan pengembangan kepariwisataan. Hal ini ditegaskan oleh Muzaini Ramli selaku Ketua Projek Otorita Peremadjaan Jalan Gadjah Mada/Hayam Wuruk, sesuai dengan keputusan gubernur tanggal 24 Juni 1969.
Banyak pemilik modal kuat atau ”gajah” yang punya tanah di kawasan itu. Ada pula 45 keluarga, pemilik dan penyewa bangunan-bangunan di daerah itu, yang tergusur kemudian memberikan kuasa kepada Prof Dr Sudargo Gautama, SH untuk menggugat keputusan Gubernur Ali Sadikin.
Dalam gugatannya ke pengadilan, Gautama menyatakan bahwa tindakan melarang semua pemilik dan penyewa memindahkan hak tanahnya kepada orang lain dan mewajibkan dalam jangka waktu tiga bulan melakukan pendaftaran, pada hakikatnya Gubernur telah melakukan pencabutan hak milik secara paksa. Hal ini merupakan tindakan melawan hukum karena UU dengan tegas mengatakan bahwa pencabutan hak milik hanya dapat dilakukan dalam keadaan terpaksa dan demi kepentingan umum.
Pembangunan hotel, menurut Prof Gautama, jelas tidak dapat diartikan ”demi kepentingan umum”, tetapi hanya menguntungkan segelintir orang tertentu yang mengeksploitasi hotel-hotel tersebut. Saat ini, puluhan hotel beroperasi di kawasan Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk, Jakarta. (JPE)