Statistik Lingkungan Hidup 2018 dari Badan Pusat Statistik mencatat, sejak 2016, timbulan sampah di Indonesia, negara berpenduduk 261 juta orang, mencapai 65 juta ton per tahun. Dari aliran sampah sebesar itu, 69 persen berakhir di tempat pembuangan akhir dan baru 7 persen didaur ulang.
Daur ulang sampah merupakan salah satu upaya untuk mengurangi timbulan sampah yang terus bertambah, selain mengurangi sampah dan menggunakan kembali. Metode 3R (reduce, reuse, recycle) ini adalah cara efektif pengelolaan sampah sejak dari sumbernya.
Langkah awal sebelum 3R adalah pemilahan, yang sebaiknya dilakukan setiap individu sebelum membuang sampah. Pemilahan sangat menunjang, terutama untuk menuju daur ulang.
Imbauan agar warga memilah sampah sebelum membuang sudah dikeluarkan Pemerintah DKI Jakarta sejak Juli 1974. Warga diminta memisahkan sampah dapur (organik) dengan sampah-sampah lainnya (anorganik). Kebijakan itu diambil setelah Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Tjetje Rachman menghadiri seminar mengenai kebersihan kota di Tokyo, Jepang (Kompas, 26/7/1974).
Jepang adalah salah satu negara yang patut dicontoh dalam pengelolaan sampah, di samping Korea Selatan dan Jerman, untuk menyebut beberapa saja. Di negara-negara itu, warga terbiasa memilah sampah sebelum dibuang.
Di sejumlah kota besar di dunia mudah ditemukan deretan tong sampah aneka warna, sesuai dengan jenis sampah. Semakin banyak tong, semakin detail pemilahannya. Di perumahan diletakkan sederetan tong sampah, masing-masing untuk kertas dan kardus, botol dan gelas beling, botol plastik dan plastik lainnya, logam, sampah rumah tangga, serta sampah-sampah yang sulit didaur ulang.
Di stasiun kereta biasanya disediakan tong khusus untuk membuang koran dan majalah. Di Indonesia, umumnya pemilahan sampah di perkantoran ataupun perumahan masih dua kategori, organik dan anorganik. Itu pun biasanya bercampur saat pengangkutan ke tempat pembuangan. (LAM)