Kerusuhan dan sepak bola di Indonesia ternyata mempunyai sejarah yang merentang panjang sejak 1966. Harian Kompas, hari ini 53 tahun lalu (15 Agustus 1966), memuat berita tentang keprihatinan Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno terhadap kerusuhan sepak bola. Kerusuhan hingga menyebabkan satu korban jiwa itu terjadi di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, saat berlangsung laga antara Persebaya Surabaya dan Persib Bandung.
Pertandingan dua bond perserikatan itu merupakan rangkaian partai semifinal Kejuaraan PSSI musim 1965-1966 pada Jumat, 12 Agustus 1966. Semifinal lainnya pada hari yang sama berlangsung antara PSM Makassar dan PSMS Medan yang dimenangi pasukan ”Juku Eja” dengan skor 3-1. Pada laga yang mempertemukan Persebaya dan Persib, pertandingan berubah menjadi adu jotos antarpemain selepas babak pertama saat skor 1-0 untuk pasukan Surabaya.
Baku hantam antarpemain itu kemudian coba dibubarkan oleh satu regu tentara. Entah bagaimana mulanya, kemudian terdengar serangkaian bunyi letusan senjata api yang rupanya dilepaskan tentara ke udara untuk membubarkan tawuran massal itu. Malangnya, sebuah peluru nyasar menembus Mayor Suwarno, seorang anggota militer yang tengah menonton laga.
Atas insiden kerusuhan tersebut, Bung Karno meminta pertandingan antara Persebaya dan Persib dilanjutkan dan jangan lagi terjadi gontok-gontokan.
Merespons permintaan Bung Karno tersebut, PSSI kemudian memutuskan laga lanjutan akan berlangsung di Medan pada medio September. Namun, pada 11 September, Persebaya menyatakan mundur sehingga Persib otomatis melaju ke final menghadapi PSM Makassar.
PSM akhirnya keluar sebagai jawara setelah menundukkan Persib, 2-0, pada laga yang berlangsung Minggu, 18 September 1966. Gol pertama PSM dicetak Manan yang mampu menembus gawang Persib yang dikawal Jus Etek. Gol kedua PSM dicetak legenda sepak bola Ramang melalui titik penalti. (JOY)