Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, ada 36 juta orang di dunia yang mengalami kebutaan. Sebagian besar penyebab kebutaan adalah katarak yang kini dengan mudah disembuhkan. Sebagian lagi, 4 persen atau 1,5 juta penderita kebutaan disebabkan oleh kekeruhan atau kerusakan kornea. Bagi penderita kerusakan kornea, transplantasi kornea merupakan jalan paling efektif untuk memulihkan penglihatan.
Survei kebutaan cepat berbasis populasi (Rapid Assessment of Avoidable Blindness) yang dilakukan di 15 provinsi di Indonesia, sebagaimana disebut dalam buku Peta Jalan Penanggulangan Gangguan Penglihatan di Indonesia Tahun 2017-2030, mendapati, angka kebutaan Indonesia mencapai 3 persen pada penduduk usia 50 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 80 persen menderita katarak dan 4,5 persen menderita kerusakan kornea.
Meski peralatan dan ahli untuk melakukan transplantasi kornea sudah tersedia, termasuk di Indonesia, prosedur itu tak banyak dilaksanakan karena minimnya ketersediaan kornea. Di Indonesia, pencangkokan kornea mata pertama dilakukan oleh Prof Isak Salim dengan kornea sumbangan dari Sri Lanka pada tahun 1967.
Penelitian metadata yang dipublikasikan di jurnal Clinical Ophthalmology, 7 Juni 2018, memperlihatkan, tak hanya di Indonesia, sulitnya mendapatkan donor kornea terjadi di banyak negara, terutama di Asia.
Survei terhadap bank mata dan transplantasi kornea menunjukkan ada kesenjangan besar antara kebutuhan dan ketersediaan donor kornea di seluruh dunia. Hanya ada 1 kornea bagi 70 orang yang membutuhkannya.
Hingga kini Indonesia masih mengimpor kornea dari negara lain, seperti Sri Lanka, India, Amerika Serikat, dan Belanda. Namun, impor kornea baru menutup 5-10 persen kebutuhan kornea di dalam negeri.
Hasil penelitian metadata, alasan orang tidak menjadi donor kornea lebih karena tidak tahu tentang donasi kornea maupun cara pendaftaran sebagai donor. Di sisi lain, alasan orang ingin menyumbangkan kornea adalah untuk membantu penyandang tunanetra. Langkah untuk menyumbangkan kornea dianggap sebagai hal mulia, apalagi mata tidak diperlukan lagi setelah seseorang meninggal.
Responden penelitian mengaku tahu tentang donasi kornea dari televisi atau publikasi media lainnya. Karena itu, demi meningkatkan ketersediaan donor, diperlukan kampanye besar-besaran untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat melalui berbagai media serta bekerja sama dengan para ahli di bidangnya. (ATK)