Jemaah haji dari Indonesia sampai 1977 bisa memilih dua moda transportasi, yaitu lewat laut atau udara. Sebagai gambaran, tahun 1976/1977, misalnya, jumlah anggota jemaah haji tercatat 20.349 orang yang terdiri dari 7.450 haji laut dan 12.899 haji udara.
Ongkos naik haji (ONH) tahun 1976 berdasarkan keputusan presiden saat itu Rp 925.000 untuk ONH laut, sedangkan ONH udara lebih murah, yakni Rp 890.000. Biaya itu sudah termasuk uang bekal dari daerah masing-masing sebesar Rp 17.000.
ONH tersebut mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 16 persen untuk ONH laut dari tahun sebelumnya Rp 795.000. Adapun ONH udara mengalami kenaikan 29 persen dari tahun sebelumnya Rp 690.000 (Kompas, 25 Mei 1976). Waktu penyelenggaraan haji laut 70 hari, sedangkan haji udara selama 35 hari.
Penyelenggaraan ibadah haji menggunakan kapal laut saat itu hanya dilakukan PT Arafat dengan lama perjalanan 30 hari pergi dan pulang. Namun, sejak 1970-an, perusahaan itu mengalami kesulitan keuangan karena tingginya biaya operasional kapal laut. Meski sudah mendapat subsidi silang dari ONH udara, tetap saja pemberangkatan jemaah haji menggunakan kapal laut lebih mahal.
Akhirnya mulai 1978, pemerintah menghentikan angkutan haji melalui laut karena kesulitan keuangan yang dialami PT Arafat. Angkutan haji hanya melalui udara yang diselenggarakan Garuda, Merpati, dan Mandala.
Setelah angkutan haji melalui laut ditutup, permintaan masyarakat untuk menjalankan ibadah haji menggunakan angkutan laut tetap tinggi. Karena itu, tahun 1980, Menteri Agama H Alamsyah Ratu Perwiranegara membuka kesempatan bagi perusahaan pelayaran mengajukan penawaran carter kapal untuk angkutan jemaah haji menggunakan laut. Namun, hingga menjelang keberangkatan, tidak ada perusahaan pelayaran yang mengajukan penawaran.
Hingga kini, angkutan jemaah haji hanya menggunakan udara. Tahun 2019 tercatat ada 212.732 anggota jemaah haji Indonesia. Mereka tersebar dalam 529 kelompok terbang dari sejumlah daerah. (THY)