Bandar Udara Kemayoran, Jakarta, yang sudah ada sejak 1934, dirasakan tidak memadai lagi pada akhir 1967. Keterbatasan terutama saat akan digunakan untuk penerbangan internasional. Landas pacu terlalu pendek, lampu-lampu bandara tidak memenuhi syarat dan fasilitas parkir pesawat atau apron terlalu sempit.
Upaya perbaikan Bandara Kemayoran sudah dilakukan. Misalnya saja, sejak 4 April 1966 hingga 19 April 1966, bandara tersebut ditutup untuk penerbangan internasional karena aspal di landas pacunya mengelupas, bahkan sebagian hancur.
Kapasitas Bandara Kemayoran juga hanya mampu untuk 500-600 penumpang per hari. Padahal, jumlah penumpang tahun 1967 sudah di atas 1.000 orang per hari. Karena itu, ruang tunggu penumpang selalu penuh sesak dan tidak nyaman.
Masyarakat mengusulkan agar bandara dipindahkan ke Curug. Namun, usul itu ditolak Menteri Perhubungan Soetopo karena lokasi Curug tidak strategis dan sarana serta prasarananya sangat terbatas, terutama untuk penumpang yang akan ke pusat kota Jakarta.
Pilihan akhirnya jatuh ke kawasan timur Jakarta. Bandara Kemayoran ditutup dan sebagai gantinya dioperasikan Bandara Internasional Halim Perdanakusuma yang diresmikan Presiden Soeharto pada Kamis, 10 Januari 1974.
Biaya 11,6 juta dollar AS dihabiskan untuk pembangunan Bandara Halim Perdanakusuma yang panjang landas pacunya 3.000 meter serta luas apronnya 59.000 meter persegi. Bandara ini sangat memadai pada zamannya karena apronnya saja bisa menampung sekaligus delapan pesawat besar saat itu, seperti Boeing 747, DC-8, DC-9, dan DC-10.
Meski tetap dioperasikan hingga kini, Bandara Halim Perdanakusuma tidak memadai untuk melayani pergerakan penumpang pesawat di Tanah Air. Karena itu, sejak 30 Juni 1981 dibangun bandara baru di Cengkareng. Bandara seluas 1.800 hektar ini diberi nama Bandara Soekarno-Hatta dan diresmikan Presiden Soeharto pada Jumat, 5 Juli 1985. Adapun Bandara Kemayoran kini hanya tinggal cerita. (THY)