Ketua DPR/MPR periode 1978-1982 Daryatmo adalah salah satu di antara sedikit pejabat yang meminta maaf atas kesimpangsiuran informasi yang disampaikannya kepada media.
Oleh
·2 menit baca
Pada masa Orde Baru, jarang pejabat publik mengaku bersalah terhadap kekeliruannya dalam bertindak atau berucap. Ketua DPR/MPR periode 1978-1982 Daryatmo adalah salah satu di antara sedikit pejabat yang meminta maaf atas kesimpangsiuran informasi yang disampaikannya kepada media.
Harian Kompas (12/11/1981) memberitakan, Daryatmo memohon maaf karena keterangannya tentang penarikan kembali (recall) anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI), TAM Simatupang, tidak akurat.
Berita ini setidaknya mengungkap dua hal menarik dalam lintasan sejarah penyelenggaraan negara di Tanah Air, yakni permintaan maaf pejabat publik atas kekeliruan ucapan ataupun kebijakannya dan penarikan kembali anggota DPR oleh induk organisasi politiknya.
Budayawan Bur Rasuanto dalam artikel di Kompas (3/9/1998) mengungkapkan, permohonan maaf secara terbuka kepada publik atas kesalahan yang dilakukan bukanlah tradisi pemangku jabatan resmi di Indonesia.
Belakangan, di era reformasi, permintaan maaf oleh pejabat publik sudah banyak dilakukan. Hal itu misalnya dilakukan Presiden BJ Habibie dalam pidato resminya di depan Sidang Paripurna DPR, 15 Agustus 1998. Saat itu Habibie atas nama pemerintah menyampaikan penyesalan dan memohon maaf atas terjadinya pelanggaran HAM di beberapa daerah pada masa lalu.
Atas nama pemerintah, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga meminta maaf atas ketidaknyamanan perjalanan mudik Lebaran tahun 2016 (Kompas, 11/7/2016). Kemacetan parah di Gerbang Tol Brebes Timur menuju Tegal memunculkan ketidakpuasan pemudik.
Sementara itu, istilah recall awalnya dikenal di masa Orde Baru. Setelah tidak dikenal terhadap hasil Pemilu 1999, recall kembali dihidupkan pada hasil Pemilu 2004. Biasanya, recall menimpa anggota DPR yang dianggap tidak sejalan dengan garis partainya. Hal ini memantik polemik karena partai dianggap menegasikan suara rakyat. Anggota DPR yang dipilih oleh rakyat pada pemilu dapat dilengserkan oleh partainya lewat recall. (NAR)