Keluarga Berencana tidak hanya terkait hak asasi manusia, tetapi juga pemberdayaan perempuan, pengurangan kemiskinan, serta menjamin tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Oleh
Atika Walujani Moedjiono
·2 menit baca
Pertambahan jumlah penduduk dunia melebihi daya dukung lingkungan dikhawatirkan bisa menghambat kesejahteraan terkait kecukupan pangan, tempat tinggal, juga layanan pendidikan dan kesehatan. Dua tahun berturut-turut, pada Hari Hak Asasi Manusia, 10 Desember 1966 dan 1967, deklarasi kependudukan oleh pemimpin dunia berfokus pada perencanaan keluarga.
Bagi Indonesia yang merupakan negara keempat terpadat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat, program Keluarga Berencana (KB) jadi sangat penting. Tahun 2017, jumlah penduduk Indonesia sekitar 265 juta. Jumlah itu terbilang besar mengingat luas daratan Indonesia hanya 1,905 juta kilometer, jauh lebih kecil dibandingkan dengan luas daratan China (9,597 juta km), AS (9,834 juta km), dan India (3,287 juta km). Jika laju pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada 2100 penduduk Indonesia akan lebih dari 1 miliar.
Kesadaran pentingnya KB di Indonesia sudah ada sejak 1950-an, tetapi masih mendapat banyak tentangan. Pada 23 Desember 1957, sejumlah dokter dan tokoh perempuan membentuk Perkumpulan Keluarga Berencana. Gerakan KB di Indonesia mendapat angin segar pada era Orde Baru. Pada 1967, Presiden Soeharto ikut menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia berisikan kesadaran pentingnya merencanakan jumlah anak serta menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia.
Jika laju pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada 2100 penduduk Indonesia akan lebih dari 1 miliar.
Keberhasilan program KB di Indonesia mendapat pengakuan internasional. Data Badan Pusat Statistik, Indonesia berhasil menekan angka fertilitas total (TFR) dari 5,6 anak per perempuan tahun 1967 menjadi 2,3 anak per perempuan pada 1996. Namun, pada dekade terakhir, sebagai dampak desentralisasi, TFR menjadi stagnan, kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi relatif tinggi dan kehamilan tak diinginkan tak kunjung turun.
Untuk meningkatkan layanan KB, Indonesia bergabung dalam kemitraan global keluarga berencana (FP2020) yang menekankan kerja sama antara pemerintah, masyarakat sipil, organisasi multilateral, lembaga donor, swasta, dan lembaga riset untuk memberi kemudahan akses kontrasepsi kepada sedikitnya 120 juta tambahan perempuan di dunia yang memerlukan di tahun 2020.
Ada kesadaran bersama bahwa KB tidak hanya terkait hak asasi manusia, tetapi juga pemberdayaan perempuan, pengurangan kemiskinan, serta menjamin tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).