Sepanjang tahun 1989-1999, upaya pemberantasan kecacingan diprioritaskan kepada anak-anak. Hasilnya, prevalensi kecacingan turun drastis dari 78,6 persen (1987) menjadi 8,9 persen (2003).
Oleh
·2 menit baca
Tahun 1975, Kementerian Kesehatan menyatakan, lebih dari 80 persen penduduk Indonesia terjangkit penyakit cacing. Pada tahun itu pula upaya pemberantasan dan pencegahan penyakit kecacingan secara nasional dimulai. Sepanjang tahun 1989-1999, upaya pemberantasan kecacingan diprioritaskan kepada anak-anak. Hasilnya, prevalensi kecacingan turun drastis dari 78,6 persen (1987) menjadi 8,9 persen (2003).
Meski prevalensi turun, bukan berarti kita boleh terlena. Apalagi Indonesia masih memiliki kantong-kantong kemiskinan yang kekurangan air bersih dengan higiene dan sanitasi buruk.
Infeksi cacing antara lain terjadi lewat sayuran yang tak dimasak atau dicuci dengan sempurna, kebiasaan makan tanpa mencuci tangan setelah bersentuhan dengan tanah atau terminum air yang tercemar telur cacing, serta lewat kulit saat berjalan di area tercemar tanpa mengenakan alas kaki. Jenis cacing yang umum adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), serta cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale).
Penyakit kecacingan bersifat kronis tanpa gejala klinis yang jelas. Dampak yang ditimbulkan baru terlihat dalam jangka panjang, seperti kekurangan gizi, gangguan tumbuh kembang, dan gangguan kognitif pada anak. Hal itu karena cacing mengisap zat besi dan protein dari darah, cacing gelang mengganggu penyerapan vitamin A, cacing tambang menyebabkan kehilangan darah usus kronis, serta cacing cambuk menyebabkan diare dan disentri. Lebih jauh, cacing bisa menimbulkan sumbatan pada usus dan keluarnya dinding dubur dari anus hingga perlu operasi.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 1,5 miliar penduduk dunia terinfeksi cacing, tersebar di subsahara Afrika, Amerika, China, dan Asia. Lebih dari 267 juta anak usia prasekolah dan 568 juta anak usia sekolah tinggal di wilayah tempat cacing ditularkan secara intensif sehingga memerlukan pencegahan dan pengobatan.
WHO merekomendasikan pemberian obat cacing sekali setahun di wilayah dengan prevalensi kecacingan 20-50 persen dan dua kali setahun di wilayah dengan prevalensi kecacingan lebih dari 50 persen. Tentu saja disertai perbaikan sanitasi dan edukasi kesehatan. Target global adalah mengeliminasi kecacingan pada anak tahun 2020. (ATK)