Salah satu negara yang sedang pusing tentang persatuan adalah Amerika Serikat. Sejak kampanye hingga pemilu presiden AS 2016, sentimen sektarian masih bergema. Inilah yang membuat mantan Wapres AS Joe Biden masuk ke dalam pencalonan menuju pemilu presiden AS 2020.
Sebab Presiden AS Donald Trump, dalam pandangan Biden, membawa AS tidak saja retak dalam fabrikasi sosial di dalam negeri tetapi juga retak hubungan dengan sekutu internasional.
Hasil riset Harvard Business Review sudah sejak lama menunjukkan bahwa persaingan politik Partai Republik dan Partai Demokrat telah membawa AS pada jurang perbedaan. Dua partai dianggap sama-sama tidak memikirkan negara tetapi memikirkan kepentingan partai.
Seruan persatuan
Di dalam negeri Indonesia, seruan pada persatuan sedang aktual. Para elite dipersepsikan terbawa pada perpecahan yang terasa di masyarakat. Hal ini mengingatkan lagi perkembangan politik pada awal 1973, saat Kelompok Demokrasi Pembangunan menyerukan penyederhanaan kehidupan partai-partai untuk bersendikan pada hak rakyat dalam berorganisasi dan menjadikan hak-hak asasi manusia sebagai basis politik.
Seruan tahun 1973 itu memang intinya penyederhaaan kepartaian. Hanya saja latar belakangnya adalah keterpecahan yang terjadi sebelumnya, yakni pada dekade 1960-an ditandai dengan banyak banyaknya partai dengan segala praharanya.
Perekonomian hanya bisa berkembang dengan kondisi politik stabil. Ini merupakan suprastruktur terpenting ekonomi. Benua Asia bisa berkembang secara ekonomi, salah satunya karena kestabilan politik.
Indonesia tetap masuk dalam radar, akan menjadi salah satu negara terkuat di dunia. Prospek ini, salah satu basisnya adalah kestabilan politik juga. Wajar jika bangsa ini terus disadarkan tentang potensi besar tersebut. Itu hanya tercapai dengan mencegah politik sektrarian, agar negara ini tidak berstatus pariah. (MON)