Angka perceraian Indonesia termasuk tinggi. Mengacu data peradilan agama Mahkamah Agung pada 2018, setiap hari rata-rata terjadi 1.164-1.165 perceraian. Ini menunjukkan ketahanan keluarga di negeri ini rapuh.
Oleh
Yovita Arika
·2 menit baca
Mulai tahun 2020, pemerintah akan menyelenggarakan program pendidikan pranikah bagi para calon pengantin. Tujuannya, selain untuk menyiapkan calon pengantin membina keluarga yang harmoni dan berkualitas, juga untuk menekan angka perceraian yang tinggi.
Bukan hanya tinggi, angka perceraian juga meningkat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada 2015 terjadi 353.843 kasus perceraian, pada 2016 meningkat menjadi 365.654 kasus, dan pada 2017 meningkat lagi menjadi 374.516 kasus.
Jika mengacu data peradilan agama Mahkamah Agung pada 2018 terjadi 419.268 kasus perceraian (Kompas, 23/11/2019). Artinya, rata-rata terjadi 1.164-1.165 perceraian tiap hari. Ini pun hanya pada mereka yang menikah secara Islam, di luar itu kasusnya ditangani peradilan umum.
Tingginya angka perceraian di Indonesia terjadi sejak dahulu. Pada 19 Februari 1971, harian Kompas memberitakan bahwa berdasarkan statistik Departemen Agama, angka perceraian di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia. Rata-rata tiap tahun waktu itu, 52 persen atau lebih dari separuh total jumlah perkawinan berakhir dengan perceraian.
Salah satu alasan perceraian pada waktu itu karena tidak adanya pemilihan dan masa pacaran yang sungguh-sungguh serta ketidakstabilan kasih sayang dan tidak adanya anak. Alasan perceraian saat ini masih seputar permasalahan itu, yaitu umumnya karena ketidakharmonisan, faktor ekonomi, dan faktor pihak ketiga.
Tingginya angka perceraian itu menunjukkan bahwa ketahanan keluarga rapuh. Padahal, ketahanan keluarga menjadi kunci pembangunan sumber daya manusia unggul yang menjadi target pemerintah saat ini.
Pendidikan pranikah menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dan ketahanan keluarga. Calon pengantin akan mendapatkan materi kecakapan hidup berkeluarga juga materi kesehatan reproduksi keluarga, psikologi keluarga, dan materi tentang bagaimana menyiapkan generasi berkualitas.
Dengan pembekalan tersebut, diharapkan para calon pengantin siap membina keluarga dan menyiapkan generasi yang unggul. Setelah mengikuti pendidikan pranikah, calon pengantin akan mendapatkan sertifikat untuk mendaftarkan pernikahan mereka.
Pendidikan pranikah juga menjadi upaya untuk mencegah pernikahan usia anak yang juga mempunyai andil besar atas tingginya kasus perceraian. Angka pernikahan usia anak yang masih tinggi, yaitu 11,2 persen pada 2018, juga menjadi kendala dalam program pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul menyusul munculnya dampak pernikahan usia anak, mulai dari masalah kesehatan, pendidikan, hingga sosial.
Karena itu, pendidikan pranikah menjadi jalan menuju terbangunnya ketahanan keluarga. Jika ketahanan keluarga terbangun, ketahanan nasional pun akan terbangun.