Indonesia resmi kembali menjadi anggota IMF melalui penandatanganan ”articles of agreement” oleh Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Suwito Kusumawidagdo, disaksikan Direktur Pelaksana IMF Pierre Paul Schweits.
Oleh
·2 menit baca
Dana Moneter Internasional (IMF) merupakan wujud nyata rekonstruksi perekonomian dunia setelah Perang Dunia I dan II. Saat itu muncul ide agar dunia berkoordinasi dan menghindari beggar thy neighbor policies, kebijakan yang merusak mitra. IMF beroperasi sejak 1 Maret 1947. Saat bersamaan dunia terbagi ke dua arus utama ideologi: liberalisme dan komunisme.
IMF pun menjelma jadi alat ideologi liberal. Kejatuhan pemerintahan bisa dilakukan lewat resep-resep ekonomi IMF. Indonesia di bawah Presiden Soekarno mencari kolaborasi internasional untuk membangun perekonomian.
Saat Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Dwight D Eisenhower, RI mengajukan diri menjadi anggota IMF dan pada 13 Januari 1954 resmi menjadi anggota. Kemesraan berlanjut hingga era Presiden JF Kennedy.
Di bawah Presiden AS Lyndon B Johnson, RI ada pada hubungan bilateral kacau yang kemudian dikenal dengan ungkapan ”go to hell with your aid”. Muncul campur tangan, yang dianggap Soekarno sebagai intervensi neo-liberal. RI pun menarik diri pada 17 Agustus 1965, tidak lagi menjadi anggota IMF.
Ini jadi titik awal stabilisasi yang membawa RI pada pembangunan ekonomi. Selanjutnya masalah tidak semata IMF jadi alat liberalisme atau tidak.
Saat itu, AS berkepentingan mencegah poros Jakarta-Peking, dan juga ingin menggagalkan aksi ganyang Malaysia yang terjadi di akhir era Orde Lama. Pada awal Orde Baru, persisnya di tahun 1967, Indonesia masuk lagi menjadi anggota IMF. Ini jadi titik awal stabilisasi yang membawa RI pada pembangunan ekonomi. Selanjutnya masalah tidak semata IMF jadi alat liberalisme atau tidak.
Dalam perjalanannya, IMF juga dilibatkan dalam penanganan krisis ekonomi yang menimpa Indonesia tahun 1997. Dipicu krisis baht Thailand yang memiliki efek teori domino ke rupiah, Presiden AS Bill Clinton meminta Soeharto menandatangani kesepakatan dengan IMF di bawah Direktur Pelaksana Michel Camdessus. Namun, beberapa bulan setelah kesepakatan itu, Soeharto jatuh.
Ekonomi RI juga makin jatuh dengan resep beracun, program penghematan dan kebijakan lain dari IMF yang mengacaukan sendi-sendi ekonomi. IMF memberi madu sekaligus racun dan tak jernih. (MON)