Film Borobudur The Cosmic Mountain produksi Zodic Filma Ltd Hongkong akan disebarkan ke seluruh dunia. Film berdurasi 42 menit ini diputar untuk pertama kalinya di depan delegasi Konferensi PATA 1972
Oleh
·2 menit baca
Setelah selesai dipugar dan dibuka sebagai obyek wisata pada 1983, Candi Borobudur menjadi salah satu magnet wisata Indonesia. Dari tahun ke tahun, jumlah kunjungan wisatawan ke candi yang selesai dibangun pada tahun 824 tersebut terus meningkat, pada tahun 2019 mencapai 4 juta wisatawan.
Selain berdampak terhadap pengembangan pariwisata Candi Borobudur dan sekitarnya, kedatangan wisatawan juga mengancam kelestarian bangunan candi yang ada di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, itu. Pijakan kaki pengunjung membuat lantai dan tangga candi aus, dan saat ini tingkat keausannya masuk kategori kritis (Kompas, 10/2/2020). Belum lagi aksi vandalisme pengunjung yang mencorat-coret batuan candi dan membuang permen karet di lantai candi (Kompas.id, 20/2/2020).
Hal itu memperparah kondisi batuan candi yang juga mengalami korosi akibat cuaca dan fenomena alam seperti paparan abu vulkanik letusan Gunung Merapi. Kelestarian candi yang sejak 1991 masuk salah satu warisan budaya dunia ini pun semakin terancam sehingga harus dipugar lagi.
Pemugaran pertama Candi Borobudur (1907-1911) dilakukan Pemerintah Hindia Belanda, tetapi tidak tuntas karena dana tidak cukup.
Pemugaran pertama Candi Borobudur (1907-1911) dilakukan Pemerintah Hindia Belanda, tetapi tidak tuntas karena dana tidak cukup. Pemugaran kedua (1973-1983) oleh Pemerintah Indonesia dengan dukungan UNESCO. Karena pemugaran kedua ini butuh banyak biaya, yaitu hingga 25 juta dollar AS, dibuatlah film berjudul Borobudur the Cosmic Mountain untuk menggalang dana dari dunia internasional (Kompas, 2/3/1972). Gayung pun bersambut. Masyarakat Jepang, misalnya, menggalang dana untuk Borobudur (Kompas, 1/12/1972).
Karena itu, saat meresmikan selesainya pemugaran Candi Borobudur pada 23 Februari 1983, Presiden Soeharto berpesan agar warisan budaya ini dijaga, jangan sampai dinodai dengan tulisan, goresan, atau corat-coret (Kompas, 24/2/1983). Menjadi tanggung jawab bersama, termasuk wisatawan, untuk menjaga dan melestarikan mahakarya budaya Nusantara ini. (IKA)