Judi, antara Legal dan Ilegal
Banyak mahasiswa di Yogyakarta menjajakan nalo yang harga per kupon Rp 2,50. Penggemar judi nalo mulai dari anak-anak SD, SMP, hingga para pedagang kecil.
Sejak 1965, harian Kompas telah memberitakan perdebatan publik tentang judi. Ada suatu masa pemerintah melegalkan judi, bahkan menjadi penyelenggaranya, tetapi ada masanya dilarang. Undian nalo adalah contoh judi yang diselenggarakan pemerintah.
Harian Kompas, 27 Februari 1968, dalam berita berjudul ”Nalo” memberitakan, nalo adalah akronim dari ”nasional lotto”. Nalo adalah hasil kerja sama Departemen Sosial dan Lotto Djaya, undian yang sudah berlangsung sebelumnya. Nalo beredar di seluruh Indonesia. Penarikan undian dilakukan seminggu sekali di Jakarta. Sebanyak 15 persen dari omzet nalo diserahkan kepada Pemerintah DKI Jakarta Raya.
DPR Gotong Royong (DPR GR) mempersoalkan nalo, lotto, dan hwa hwee, jenis judi lainnya. Anggota DPR GR umumnya setuju pendapat pemerintah. Namun, sebagian menyesalkan judi itu bahwa walaupun telah digunakan untuk pembangunan material, judi tersebut kurang memperhatikan segi-segi spiritual (Kompas, 5/6/1968).