Kerusuhan-kerusuhan Hebat Melanda Ibukota (Arsip Kompas)
Ribuan mahasiswa berunjuk rasa mengkritik kebijakan ekonomi Soeharto yang dinilai terlalu berpihak pada investor asing. Kejadian itu bertepatan dengan kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka.
Aksi Unjuk Rasa Peristiwa Malari di sekitar Monumen Nasional (Monas) dan Istana Merdeka, Jakarta, 15 Januari 1974.
*Artikel berikut ini pernah terbit di Harian Kompas edisi 16 Januari 1974. Kami terbitkan kembali dalam rubrik Arsip Kompas.id untuk mendampingi perilisan Narasi Fakta Terkurasi, aset NFT perdana Harian Kompas.
Jakarta, Kompas -- Kerusuhan2 hebat melanda Ibukota Jakarta sejak Selasa siang sampai malam, sebagai kelanjutan langsung ataupun tidak-langsung demonstrasi2 anti-Jepang. Aksi2 yang bersifat pengrusakan diketahui mulai meledak tidak lama setelah ribuan mahasiswa dan pelajar gagal menyerbu kompleks Istana Kepresidenan, tempat berlangsungnya pembicaraan antara PM Tanaka dengan Presiden Soeharto.
Ratusan anggauta ABRI dan kepolisian bersenjata lengkap, dibantu mobil2 lapis baja, pemadam kebakaran berhasil menghalangi usaha2 mahasiswa dan pelajar2 tsb. Penjagaan memang keras sekali sejak pagi2 hari Selasa. Daerah dalam radius beberapa ratus meter dari kompleks Istana sejak pagi dikosongkan.
Lapangan Monas tampak lengang-mencekam, sementara kemacetan2 lalu-lintas di berbagai tempat men-jadi2. Ratusan anggauta ABRI berbagai kesatuan berjaga di tempat2 strateis, sementara di udara tampak helikopter militer berpatroli.
Baca juga: Peristiwa Malari Tinggalkan Pelajaran Penting Bagi Demokrasi
Sampai berita ini dibuat, belum diketahui pasti jumlah kerugian harta-benda ataupun orang2 yang cedera akibat aksi2 sepanjang hari Selasa, sementara jam malam diberlakukan sejak petang hari jam 18.00 sampai jam 06.00 pagi. Di berbagai tempat, tampak bangkai2 mobil buatan Jepang bertebaran. Ada yang dibakar, ada pula yang dihancur-luluhkan.
Semula, akal2 pengrusakan hanya terbatas di jalan2 dekat daerah Istana, ketika beberapa mobil dirusak atau dicemplungkan ke kanal Ciliwung. Tapi dengan cepat, aksi2 menjalar ke tempat2 lain! Dan belum diketahui pasti, pihak2 mana yang kemudian ikut melakukan aksi2 itu. Sebab laporan2 menyebutkan bahwa aksi2 yang semula hanya terbatas pada perusakan2 barang buatan Jepang, berkembang menjadi perusakan toko2 dsb.
Makar Adalah Fitnah
Pagi hari Selasa, sekitar limaribu mahasiswa dan pelajar berbagai perguruan dan sekolah berkumpul di halaman kampus Universitas Trisakti. Mereka menghadiri “Appel Tribune 1974” sbb: “Turunkan Harga”, “Bubarkan Aspri” dan “Gantung Koruptor2”. Acara ini diakhiri pembakaran boneka PM Tanaka yang dilambangkan sebagai “penjajah ekonomi”.
Massa tersebut yang semula bergerak jalan kaki secara tertib dari halaman FKUI Salemba Raya, semakin lama bertambah jumlahnya di perjalanan. Di beberapa tempat, mereka menurunkan bendera2 Merah Putih menjadi setengah tiang. Akhirnya mereka sampai di Merdeka Barat. Dialog2 mereka lakukan dengan petugas2 keamanan. “Kami tahu, hati nurani bapak2 sama dengan kami. Sayang, bapak2 terikat tugas”, kata mahasiswa2 tsb.
Sementara mereka bergerak, dari arah lain para pelajar dan pemuda juga datang ber-bondong2 menuju daerah sekitar Istana. Mereka berbentrokan dengan petugas-petugas keamanan, antara lain di daerah Budiutomo. Dalam appel di Usakti, tampak bahwa mahasiswa2 tersinggung dengan predikat “makar” atau “mengarah kepada makar” seperti yang dinyatakan Menhankam/Pangab Senin petang.
Wakil STO memperingatkan para mahasiswa dan pelajar, agar betul2 menjaga demonstrasi untuk tidak mengarah kepada hal2 yang dapat dicap “makar”. “Kita tidak ingin makar, dan pemerintahpun tidak mau. Sebagai mahasiswa, kita punya bahasa sendiri”, katanya. Ia menekankan, mencap mahasiswa berbuat makar adalah fitnahan belaka.
Terjadinya insiden di Budiutomo akhirnya menimbulkan perbedaan pendapat diantara pimpinan mahasiswa dengan pihak pelajar. Para pelajar ingin turun ke jalan. Tapi Ketua Dema UI Hariman Siregar sebagai pembicara terakhir dalam appel menekankan, bahwa perjuangan masih panjang. Tindakan2 harus terkontrol dan jangan sampai acak2an. Jangan pula sampai menghina ABRI yang sebagian bernasib seperti kita. Bila partisipasi masyarakat termasuk ABRI hilang, cita2 kita akan gagal! Ia mengajak agar pimpinan mahasiswa2 mengkonsinyir anggauta2nya di tempat masing2. Tapi apa yang kemudian terjadi setelah appel “Tritura 1974”, ternyata betul2 diluar dugaan!!!
Aksi2 Pengrusakan
Sekitar jam 12.00 tengah hari, massa bergerak dari arah Harmoni ke Jalan Juanda dan Gajah Mada. Aksi2 pertama pengrusakan dimulai. Mulanya terbatas pada beberapa mobil dan motor buatan Jepang. Petugas2 keamanan tak mampu menahan aksi2 itu. Mereka hanya bertugas menggiring massa menjauhi kompleks Istana. Tembakan2 peringatan pertama dilepaskan, ketika massa mulai merusak kantor pusat PT Astra. Beberapa mobil Toyota tampak rusak. Massa bergerak terus ke timur dan sempat menghancurkan beberapa mobil di sekitar Gedung Kesenian dan Lapangan Banteng.
Sebuah mobil sedan Toyota yang dikendarai beberapa anak muda, berhasil lolos dari kehancuran, ketika pengemudinya dengan mimik yang panik, nekad membanting strir ke trotoir perempatan Pasar Baru dan melarikan mobilnya ke arah barat. Bangkai2 mobil tampak bergelompangan di sekitar Lapangan Banteng. Kebanyakan pelaku2 pengrusakan itu tampak pemuda2 tanggung. Merekapun mengempeskan ban2 mobil di sekitar Stasiun Gambir, sehingga mengakibatkan kemacetan lalulintas total. Beberapa mobil militer tak luput dari penggembosan.
Kejadian2 serupa tampak pula di sepanjang jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Sepanjang jalanan itu menjadi daerah malapetaka bagi kendaraan2 Jepang. Toko2 yang menjual barang2 Jepang juga tak luput dari pengrusakan2. Barang2nya dibuangi ke Ciliwung. Laporan2 menyebutkan aksi2 menjalar sampai ke jala Ketapang, Kemakmuran, Mangga Besar sampai Hailai Ancol. Gedung2 Nite-Club dan Steam Bath juga tak luput. Misalnya Steam Bath “Florida” di Jalan Mangga Besar diobrak-abrik. Hostess dan massage-girls lari ke atap sampai petugas2 keamanan datang dan mengusir pelaku2 pengrusakan.
Baca juga: Investasi Diharapkan Tidak Membuka Celah Korupsi
Kerusakan besar terjadi pula di sepanjang jalan Thamrin/Sudirman. Gedung baru “show room” PT Astra yang penuh mobil2 Toyota hancur dibakar. Sebelumnya, bengkel service PT Astra di Jalan Kemakmuran didobrak. Sekitar 100 mobil rusak, sebagian besar masih baru. Ketika massa pergi, beberapa pemilik mobil datang dengan lemas. “Mas, ini modal saya satu2nya. Saya jual rumah untuk membeli mobil sebagai modal usaha saya, sekarang bagaimana?.......”
Massa didekat bioskop Roxy menyerbu mobil pengangkut minuman Pepsi Cola dan Canada Dry. Sebagian diminum, sisanya dihancurkan. Di Jalan K.H. Mansyur, pabrik radio “Telesonic” dirusak. Para petugas keamanan dalam kebanyakan aksi2 ini tak banyak berdaya. Jumlah penonton aksi2 terlalu besar dan inilah yang menyulitkan usaha2 pencegahan.
Aksi Penurunan Bendera Jepang
Sekelompok pemuda juga menyerbu gedung Kedubes Jepang di Jalan Thamrin. Mereka menurunkan bendera Hinomaru Jepang, melempari kaca2 gedung sampai berantakan. Mereka berusaha memasuki Presiden Hotel. Tapi gagal karena penjagaan pagar betis satuan2 anti-huruhara. Sambil ber-lari2 membawa bendera Jepang, mereka menuju bunderan HI ke arah selatan. Usaha memasuki Hotel Kartika Plaza juga berhasil digagalkan.
Sekalipun jam malam dinyatakan berlaku mulai jam 16.00, tapi aksi2 masih berjalan terus setelah lewat jam itu. Lalulintas di Jakarta kelam. Pegawai2 berbagai perusahaan terpaksa pulang jalan kaki. Bangkai2 mobil yang masih membara tampak di mana2.
Pengrusakan menyebar ke tempat2 lain seperti Kramat, Salemba, Senen, Jakarta Kota. Proyek Seninpun menjadi koran. Malam hari jam sebelas sewaktu berita ini diturunkan, pengrusakan belum berhenti. Di jalan Thamrin dan Sudirman dan diberbagai jalan protokol lainnya, bangkai2 mobil berserakan. Gedung Astra di Jalan Sudirman berubah jadi lautan api.
Di berbagai tempat, bukan hanya mobil2 Jepang saja yang menjadi sasaran pengrusakan, tapi juga berbagai jenis mobil lainnya. Pusat2 pertokoan tidak luput dari pengrusakan. Kerugian materiil sulit ditaksir besarnya. Inilah kerusuhan yang terhebat di Indonsia dalam “masa damai.” (rti/ams/J/lms/ipw/psc)
Arsip Kompas bagian dari ekshibisi “Indonesia dalam 57 Peristiwa”, 28 Juni 2022.