Pangab: Jangan Terpancing Hasutan Oknum Yang Tak Bertanggung Jawab (Arsip Kompas)
Kerusuhan 27 Juli 1996 atau "Kudatuli" dipicu aksi pengambilalihan Sekretariat DPP PDI di Jakarta oleh faksi PDI pimpinan Soerjadi. Aktivitas tersebut lalu menyulut bentrokan antara massa dan aparat keamanan.
Artikel berikut ini pernah terbit di Harian Kompas edisi 29 Juli 1996. Kami terbitkan kembali dalam rubrik Arsip Kompas.id untuk mendampingi perilisan Narasi Fakta Terkurasi, aset NFT perdana Harian Kompas.
Jakarta, Kompas -- Panglima ABRI (Pangab) Jenderal TNI Feisal Tanjung mengimbau seluruh warga masyarakat agar tidak terpancing oleh segala bentuk hasutan, bujukan, ataupun ajakan yang dilakukan oleh oknum/golongan/kelompok yang tidak bertanggung jawab. Sedangkan kepada seluruh jajaran ABRI di manapun berada dan bertugas, Pangab menginstruksikan untuk meningkatkan kewaspadaan, mengutamakan persatuan dan kesatuan, memelihara kemanunggalan ABRI-rakyat, serta bertindak tegas terhadap setiap pelanggar hukum dan pengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
Imbauan dan instruksi Feisal Tanjung itu dikemukakan dalam kedudukannya sebagai Ketua Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional (Bakorstanas) dan sebagai Pangab, hari Minggu (28/7), di Jakarta, menyusul terjadinya kerusuhan 27 Juli 1996.
Pangdam Jaya Mayjen TNI Sutiyoso mengungkapkan, tidak ada korban jiwa sebagai akibat kerusuhan yang terjadi hari Sabtu (27/7) lalu, sedangkan yang luka-luka, berat dan ringan, sedikitnya 20, tepatnya 26.
Namun, ditambahkan, ada dua orang yang meninggal dalam kerusuhan itu. Satu orang, dari pihak Soerjadi, karena sakit jantung, dan satu orang lainnya, satuan pengamanan Bank BDN, yang tewas karena melompat dari tingkat tujuh untuk menghindari api yang melalap bank tersebut.
Baca juga: Tabir Peristiwa 27 Juli 1996 yang Tak Kunjung Tersibak
Kerusuhan 27 Juli itu mengakibatkan, 22 bangunan rusak (beberapa di antaranya dibakar), 91 kendaraan dibakar (termasuk lima bus kota dan 30 kendaraan lebih masih di ruang pameran), serta dua sepeda motor dibakar.
Dalam kesempatan itu, Kapolda Metro Jaya Mayjen (Pol) Drs Hamami Nata mengatakan, 171 orang ditangkap dalam kerusuhan tersebut, karena melakukan pengrusakan dan pembakaran. Dari 171 orang itu, 146 orang massa pro-Megawati Soekarnoputri dan oknum-oknum lain, sedangkan 25 orang lainnya pro-Soerjadi.
"Kepada mereka akan diambil tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku," ujar Pangab, seraya menambahkan, bahwa masih akan diadakan penangkapan-penangkapan, dan semuanya akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.
PDI ditunggangi
Feisal Tanjung menegaskan, kemelut yang menyangkut PDI telah ditunggangi oleh oknum/golongan/kelompok yang tidak bertanggung jawab dengan melakukan tindakan-tindakan anarki. Kegiatan tersebut telah menjurus kepada kebringasan massa yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta hasil pembangunan.
Menjelaskan tentang hal itu Kepala Staf Sosial Politik (Kassospol) Letjen TNI Syarwan Hamid mengemukakan, dari awal telah terlihat bahwa dalam setiap mimbar bebas yang diadakan di halaman Sekretariat DPP PDI Jl Diponegoro No.58, Jakarta Pusat, selalu ambil bagian kelompok-kelompok luar yang menunggangi PDI. "Suasananya analog dengan keadaan sebelum peristiwa G30S/PKI dulu," ujar Syarwan Hamid.
Pangab Feisal Tanjung dalam kesempatan itu, mengingatkan, setiap tindakan yang bersifat beringas, merusak, mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman, menghambat kelancaran roda perekonomian, serta segala sesuatu yang bersifat melanggar hukum, niscaya akan menimbulkan kerugian dan korban di kalangan masyarakat. Sebab itu, aparat keamanan akan melakukan tindakan tegas sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam kaitan itulah, Pangab Jenderal TNI Feisal Tanjung menyerukan kepada segenap warga PDI untuk menjauhkan diri dari tingkah laku yang memungkinkan pemboncengan oleh oknum/golongan/kelompok yang nyata-nyata telah mengganggu ketertiban umum dan stabilitas nasional.
Baca juga: Jejak Dualisme Partai Politik: Tragedi Berdarah di Ibu Kota (Bagian Kedua)
Kerusuhan 27 Juli
Pada tanggal 27 Juli lalu, terjadi dua peristiwa. Pertama pengambilalihan Sekretariat DPP PDI Jl Diponegoro No.58, Jakarta Pusat oleh kelompok PDI Soerjadi. Kedua, kerusuhan menyusul bentrokan antara massa dengan aparat keamanan.
Sekretariat DPP PDI yang direbut oleh kelompok Soerjadi itu kemudian "diamankan" sementara oleh aparat sampai keadaan pulih. Aparat kemudian mencegah massa pendukung Megawati yang ingin mendatangi Sekretariat DPP PDI.
Massa yang semakin lama semakin banyak itu akhirnya bentrok dengan aparat yang berhasil menahan mereka selama empat jam lebih. Massa kemudian berlari mundur dari Bioskop Metropole ke arah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Beberapa di antaranya menyulut bus kota yang tengah terparkir di depan RSCM. Sambil berlari massa juga membakar dua bus kota lainnya di jalan yang sama. Massa kemudian bergerak ke Salemba dan mulai membakar gedung-gedung. Gedung pertama yang dibakar adalah Gedung Persit Kartika Chandra milik Angkatan Darat, lalu Bank Kesawan dan Bank Exim yang berada pada satu gedung.
Massa juga kemudian antara lain merusak dan membakar gedung- gedung lain, seperti Bank Swarsarindo Internasional, Show Room Toyota, Bank Mayapada, dan gedung Departemen Pertanian, yang berlokasi di Jl Salemba.
Semula aparat keamanan hanya berjaga-jaga agar perusakan dan pembakaran oleh massa itu tidak meluas, tetapi kemudian aparat mulai bergerak untuk membubarkan massa, dan menghentikannya. Pangdam Jaya Mayjen TNI Sutiyoso mengatakan, aparat berhasil mengatasi keadaan sepenuhnya pada hari Minggu pukul 02.00 dinihari.
Pangab Feisal Tanjung dalam kesempatan itu menolak kalau dikatakan bahwa kelompok PDI Soerjadi disebut sebagai penyulut kerusuhan 27 Juli itu. "Tidak, mereka bukan penyulut dari kerusuhan itu. Mereka mungkin hanya mau merebut markasnya. Kita (aparat keamanan - Red) lihat ada tarung antara pihak Soerjadi dengan pihak yang menduduki Sekretariat DPP PDI. Kemudian kita lerai, dan kelompok Soerjadi menyerahkannya kepada pihak kepolisian agar tidak digunakan untuk menjadi ajang yang tidak benar," tutur Pangab.
Mega: tetap pimpinan
Sementara itu, kepada seluruh kader dan simpatisan PDI, Megawati menjelaskan bahwa sebagai anggota DPR/MPR, ia juga berkantor di Gedung MPR/DPR. "Karena itu, rakyat yang ingin bertemu saya untuk menyalurkan aspirasinya dapat menghubungi dan bertemu dengan saya di kantor DPR/MPR," tutur Megawati di kediamannya ketika menjelaskan kepada wartawan sekitar pukul 19.00 WIB, Sabtu.
Sejak Sabtu hingga Minggu malam, puluhan kader dan simpatisan PDI mendatangi rumah Megawati di sekitar Kebagusan, Jakarta Selatan. Hari Minggu siang, Megawati menemui para simpatisannya di halaman rumahnya untuk mengkonfirmasikan bahwa ia tidak ditangkap, karena sebelumnya sempat berhembus kabar angin bahwa ia ditahan aparat.
DPP PDI hasil Kongres Medan hari Minggu (18/7) mengeluarkan seruan yang disebarkan ke segenap jajaran PDI di seluruh Indonesia.
Seruan tersebut berisi lima imbauan. Yakni, agar warga PDI tidak melibatkan diri dalam aksi massa dan kebrutalan yang menjurus pada makar yang sama sekali tidak terkait dengan persoalan PDI. Tidak bertindak sendiri-sendiri dan menselaraskan diri dengan langkah DPP PDI. Tidak melakukan kekerasan dan main hakim sendiri dalam menyelesaikan persoalan partai. Selalu melakukan koordinasi dan membantu pihak yang berwenang untuk menjaga ketenangan dan keamanan. Senantiasa menjalin kerja sama dengan unsur-unsur pendukung Orde Baru lainnya.
"Seruan ini kami kirim ke seluruh jajaran partai, dan kami meminta mereka untuk mematuhinya," tutur Sekjen DPP PDI hasil Kongres Medan, Butu Hutapea kepada Kompas di Jakarta, Minggu (28/7).
Butu mengaku belum mengetahui secara pasti warga PDI yang ditahan sehubungan dengan kerusuhan yang terjadi pada hari Sabtu (27/7). "Tapi kami akan meminta pada aparat keamanan agar dibebaskan kalau memang yang ditangkap adalah warga PDI. Sebab, mereka hanya terhanyut emosi karena kecintaannya kepada partai. Tapi terus terang saya belum tahu pasti siapa saja yang ditangkap," ujarnya.
Ditegaskannya bahwa pelaku perusakan bukanlah warga PDI. "Jelas bukan PDI. Orang-orang PDI tidak pernah melakukan pekerjaan seperti itu, merusak harta orang lain. Saya jamin mereka bukan PDI. Itu adalah orang-orang yang memang ingin berbuat makar," tegasnya.
Pulihkan Ibu Kota
Sementara itu, Kassospol ABRI Letjen TNI Syarwan Hamid dalam suatu kesempatan kemarin sore meminta maaf seandainya ada wartawan yang cedera dalam insiden hari Sabtu lalu, sekaligus menegaskan bahwa tidak ada niat di pihak ABRI untuk melakukan hal semacam itu.
Dalam kerusuhan tersebut memang ada beberapa wartawan yang cedera, salah satunya adalah wartawan majalah dwimingguan Ummat yang sampai hari ini masih dirawat di Rumah Sakit Cikini, Jakarta. Kapuspen ABRI Brigjen TNI Amir Syarifudin menyempatkan diri untuk menengok korban hari Minggu sore.
Pada bagian lain penjelasannya, Syarwan Hamid menegaskan, bahwa bagi ABRI yang diprioritaskan pada kesempatan pertama adalah memulihkan keamanan Jakarta. Berikutnya yang akan ditempuh adalah langkah politik dan hukum. Ketika ditanya apa yang dimaksud dengan langkah politik, Kasospol menjelaskan, hal itu berkaitan dengan upaya untuk memberi penjelasan kepada masyarakat mengenai persoalan apa sebenarnya yang terjadi.
Komnas HAM sesalkan
Dalam jumpa pers hari Minggu (28/7), Wakil Ketua Komnas HAM Marzuki Darusman juga mengutarakan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyayangkan dan menyatakan rasa penyesalannya yang mendalam atas terjadinya kerusuhan yang terjadi di Sekretariat DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, hari Sabtu (27/7).
Dalam kesempatan itu Komnas HAM juga mengimbau agar semua pihak yang terlibat dalam aksi kerusuhan di kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58 itu dapat menahan diri dan segera menghentikan cara- cara kekerasan untuk menyelesaikan setiap masalah yang muncul.
Di lain pihak Marzuki Darusman juga menjanjikan Komnas HAM dalam waktu yang tidak terlalu lama akan terjun ke lapangan untuk meneliti secara rinci kerusuhan 27 Juli itu. (Tim Kompas)
Arsip Kompas bagian dari ekshibisi “Indonesia dalam 57 Peristiwa”, 28 Juni 2022.