Menakar "Spin-off" sebagai Penggerak Pertumbuhan Industri Asuransi Syariah
Pemisahan (spin-off) unit usaha syariah dari perusahaan asuransi berskala besar diperlukan untuk menumbuhkan trust masyarakat, sekaligus menjadi contoh dan motivasi pada pelaku industri lainnya.
Oleh
BAMBANG PS BRODJONEGORO
·4 menit baca
Industri keuangan syariah nasional telah diwarnai sejumlah peristiwa yang bisa dipandang sebagai momentum meningkatnya peran sistem keuangan syariah di Tanah Air. Salah satunya merger tiga bank syariah anak usaha BUMN yang kini dikenal sebagai PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).
Jika di industri perbankan dan pasar modal layanan syariah sudah relatif berkembang, penting melihat bagaimana pertumbuhan serupa pada asuransi syariah. Dari sisi kontribusi porsi aset asuransi syariah per Mei 2021 angkanya ternyata masih sangat kecil, yakni baru sebesar 2,58 persen dibanding total aset asuransi secara nasional sebesar Rp 42,78 triliun.
Tampaknya industri asuransi syariah juga membutuhkan momentum pendongkrak aset, agar ia berkontribusi makin besar pada pertumbuhan industri keuangan dan perekonomian nasional.
Momentum tersebut diproyeksi terjadi pada 2024. Ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yang mewajibkan unit usaha syariah perusahaan asuransi dan reasuransi dipisahkan dari perusahaan induk jika asetnya mencapai 50 persen dari aset perusahaan induk, atau selambat-lambatnya 10 tahun sejak aturan ini diundangkan pada 2014. Dua tahun menjelang tenggat, masih tercatat 43 unit usaha syariah yang harus memisahkan diri dengan induk usahanya.
Berbeda dengan industri perbankan yang diwarnai aksi konversi dari konvensional ke syariah, konversi nyata mempertebal aset mereka. Sementara belum banyak langkah konversi dilakukan di asuransi. Padahal pemisahan (spin-off) unit usaha syariah dari perusahaan asuransi berskala besar diperlukan untuk menumbuhkan trust masyarakat, sekaligus menjadi contoh dan motivasi pada pelaku industri lainnya.
Beberapa waktu lalu, perusahaan asuransi jiwa PT Prudential Life Assurance Indonesia (Prudential Indonesia) mengumumkan sudah memulai proses spin-off unit usaha syariahnya menjadi perusahaan sendiri, yaitu Prudential Syariah. Pemisahan ini lebih cepat dibandingkan tenggat 2024. Disegerakannya langkah spin-off oleh perusahaan asuransi berskala internasional ini tentu akan membawa dampak positif.
Pemisahan ( spin-off) unit usaha syariah dari perusahaan asuransi berskala besar diperlukan untuk menumbuhkan trust masyarakat.
Jika bicara dari sisi psikologi masyarakat, kehadiran perusahaan besar seperti Prudential Indonesia di jajaran perusahaan asuransi jiwa syariah akan memberikan jawaban tentang perlunya perusahaan yang besar dan dapat dipercaya. Masyarakat selama ini mempercayai perusahaan menjadi besar seiring dengan tumbuhnya kepercayaan yang diperolehnya. Hal ini menumbuhkan keyakinan bagi masyarakat bahwa risiko akan semakin kecil jika mereka menyerahkan pengelolaan dananya kepada perusahaan yang besar.
Banyak masyarakat yang menginginkan transaksi keuangannya diselesaikan secara syariah. Namun mereka masih menginginkan institusi yang dipercaya, yang relatif besar, stabil secara keuangan, dan mampu memberikan berbagai kemudahan dalam bertransaksi.
Mandatori spin-off memang tak akan membuat asuransi syariah secara instan membesar. Mereka masih punya tugas membesarkan usahanya, baik secara organik maupun non organik pasca spin-off. Mereka juga harus menjelaskan secara tepat kelebihan dan perbedaannya dengan konvensional. Mereka setidaknya harus mampu menyetarakan, tentu lebih baik jika melebihi standar layanan dan diversifikasi produk asuransi konvensional.
Bagi perusahaan, spin-off akan melahirkan manajemen yang otonom, gesit, dan lebih leluasa menerapkan strategi penguasaan pasar yang berbeda dengan perusahaan induk. Sementara dari sisi operasional, perusahaan hasil spin-off masih bisa memanfaatkan jaringan induk yang lebih besar untuk mendukung ekspansi pasar.
Bagi perusahaan, spin-off akan melahirkan manajemen yang otonom, gesit, dan lebih leluasa menerapkan strategi penguasaan pasar yang berbeda dengan perusahaan induk.
Perusahaan hasil spin-off tentu bisa menjadi daya tarik bergabungnya para talent di industri keuangan syariah, sehingga nanti bisa memperkuat perusahaan dalam penyediaan produk dan layanan terbaik yang dibutuhkan masyarakat, sekaligus mampu memberikan layanan yang optimal.
Terkait inklusi, asuransi syariah bisa menyasar pasar besar penduduk kelas menengah ke bawah lewat produk asuransi mikro. Sudah terbukti banyak industri yang sukses bermain di tataran produk mikro. Perlu dibuat inovasi produk mikro dengan sistem pembayaran yang meringankan dan terjangkau. Dengan harapan asuransi syariah akan bermain di pasar yang tepat dan berkontribusi signifikan karena memiliki produk yang tidak banyak ditawarkan asuransi konvensional, sekaligus tak akan membuatnya bertarung head to head dengan perusahaan induk.
Pandemi juga bisa dijadikan momentum untuk meningkatkan skala usaha. Di saat pandemi Covid-19, terjadi peningkatan kesadaran betapa pentingnya asuransi buat kehidupan. Ini terlihat pada tingkat penetrasi asuransi yang mencapai 3,11 persen per Juli 2021, dibanding akhir 2020 sebesar 2,92 persen. Artinya, pandemi menjadi timing tepat untuk spin-off karena masyarakat makin sadar pentingnya berasuransi.
Sedang bagi perekonomian, spin-off berarti pendalaman sektor keuangan yang matang dan likuid, sekaligus bisa mendorong masyarakat mau berinvestasi di sektor syariah. Spin-off juga akan menambah variasi sumber pembiayaan. Semakin banyak aset syariah yang masuk ke pasar modal akan menambah alternatif sumber pendanaan bagi infrastruktur dan bisnis berkarakter jangka panjang, sehingga mendorong terjadinya ketersesuaian atau matching, antara kebutuhan pembiayaan jangka panjang dengan sumber pendanaan yang saat ini masih terbatas.
Bambang PS Brodjonegoro,Guru Besar Universitas Indonesia