Tantangan Meliput Peluncuran Roket di Guyana-Perancis
Ada selisih waktu 10 jam antara Guyana-Perancis dan Indonesia. Waktu di Jakarta, karena berada di belahan timur bumi, lebih cepat dari Kourou, Guyana, yang menjadi lokasi peluncuran roket Ariane 5. Roket Ariane 5, yang membawa satelit Telkom 3S, direncanakan meluncur pada pukul 18.39 waktu setempat, sementara di Indonesia telah masuk pukul 04.39 WIB hari berikutnya.
Tantangan itulah yang dihadapi Kompas saat meliput peluncuran satelit Telkom 3S di Bandar Antariksa Guyana, Amerika Selatan. Tenggat akhir alias deadline dari pengiriman naskah berita untuk dimuat di harian Kompas tentu saja berakhir menjelang tengah malam waktu Indonesia barat supaya koran dapat diterima oleh pelanggan pada pagi hari.
Dengan demikian, berita peluncuran roket yang berlangsung sore hari Selasa (14/2/2017) di Guyana tak akan sempat dimuat untuk koran edisi keesokan harinya karena di Indonesia sudah menginjak Rabu (15/2/2017) dini hari. Apa yang dapat dikerjakan? Ya, tidak lain dari mengirimkan bahan dari pemaparan sebelum peluncuran pada Selasa pagi untuk diterbitkan pada Rabu (15/2/2017), dan laporan dari peluncuran untuk edisi Kamis (16/2/2017).
Selisih waktu sepuluh jam juga menyebabkan Kompas harus berpikir keras. Tidak boleh lagi sekadar memberitakan peluncuran roket itu karena ada begitu banyak perkembangan yang terjadi sejak peluncuran hingga deadline tulisan di hari berikutnya. Belum lagi, ada persaingan dengan media daring yang lebih leluasa dalam mengunggah berita.
Dalam kondisi tersebut, berjudi dengan membuat judul seolah peluncuran sudah terjadi, dan berlangsung sukses tentu pantang dilakukan. Bila tebakan berhasil, pemberitaan di koran memang tetap aktual. Artinya, saat koran diterima pelanggan di pagi hari, mereka sudah membaca peristiwa yang terjadi beberapa jam sebelumnya. Padahal, secara teknis hal itu tidak dimungkinkan karena proses ruang redaksi sudah selesai menjelang tengah malam.
Hal lain adalah peluncuran roket penuh dengan ketidakpastian. Satu anomali yang ditemukan beberapa saat sebelum penghitungan mundur dapat menunda bahkan menghentikan peluncuran. Faktor inilah yang membuat perjudian dengan judul berita tidak dapat dilakukan, berikut dengan skenario-skenario lainnya.
Selisih waktu juga bukanlah satu-satunya kendala yang dihadapi saat meliput peluncuran roket. Keterbatasan koneksi internet juga membuat pengiriman berita dan komunikasi dengan ruang redaksi di tanah air tidak dapat dilakukan sepanjang waktu. Cakupan layanan seluler di Kourou, tempat Kompas menginap, dan Bandar Antariksa Guyana tidak merata seperti negara lainnya.
Kawasan itu didominasi padang rumput, sedangkan aktivitas dan permukiman manusia terkonsentrasi di titik-titik tertentu. Lagi pula, bukankah di tempat semacam itulah peluncuran roket menjadi memungkinkan dilakukan.
Satu-satunya andalan untuk terhubung dengan layanan internet dengan demikian adalah koneksi Wi-Fi yang tersedia di ruang pers bandar antariksa dan hotel. Pengiriman berita baru dapat dilakukan saat Kompas berada di dua tempat itu, begitu pula kesempatan terhubung dengan rekan dan ruang redaksi lewat aplikasi perpesanan.
Menyaksikan langsung peluncuran
Pertanyaan yang juga paling krusial dalam meliput peluncuran roket adalah menentukan lokasi untuk menyaksikan detik-detik peluncuran roket. Ada dua opsi yang dapat dipilih, yakni menyaksikan dari Gardu Pandang Toucan atau ruang kontrol Jupiter, dan tentu saja, peliput harus memilih salah satunya.
Gardu Pandang Toucan terletak di atas perbukitan yang berjarak lima kilometer dari titik peluncuran. Tempat ini dipakai untuk menyaksikan secara langsung peluncuran roket pada jarak yang dianggap aman bila terjadi hal yang tidak diinginkan pada roket peluncur. Terdapat semacam gazebo berukuran besar yang memiliki tempat duduk penonton serta layar untuk menampilkan suasana di ruang kontrol Jupiter.
Opsi berikutnya adalah menyaksikan peluncuran roket dari ruang kontrol Jupiter yang jaraknya 15 kilometer dari titik luncur. Tentu saja, peluncuran mustahil dilihat dari jarak dekat meski dapat disaksikan ketegangan ruang kontrol yang berisi informasi soal kesiapan roket, cuaca, dan segala hal terkait peluncuran. Para pejabat juga umumnya menyaksikan peluncuran roket di ruang kontrol tersebut.
Pertanyaan pun datang begitu hari peluncuran mendekat, "Mau melihat dari Toucan atau ruang kontrol Jupiter?"
Menurut arsip Harian Kompas, setidaknya ada dua kali peliputan peluncuran di Kourou yakni peluncuran Telkom 2 dan BRIsat. Dan, wartawan Kompas terdahulu memilih menyaksikan peluncuran dari ruang kontrol Jupiter. Boleh jadi, mereka menginginkan akses data peluncuran sekaligus pernyataan dari pejabat terkait.
Arsip Kompas yang sebelumnya telah dipelajari, justru membuat pilihan untuk meliput di Toucan menjadi lebih menarik. Terlebih lagi, ada beberapa orang yang menyarankan Kompas untuk menyaksikan peluncuran secara langsung, dengan pandangan mata sendiri.
"Kamu harus merasakan sendiri, mendengar suara yang memekakkan telinga itu. Tidak akan terlupakan," ujar Direktur Pelaksana eacomms, Anthony Phillips, yang ikut dalam rombongan peserta yang melihat peluncuran roket.
Saran serupa diungkapkan beberapa rekan atau karyawan Arianespace sewaktu peliputan berlangsung.
Pada hari peluncuran, rombongan yang berangkat ke Toucan memakai bus yang berbeda dengan rombongan ke ruang Jupiter. Para penonton yang berasal dari undangan dan perwakilan subkontraktor pembangunan roket datang satu jam sebelum peluncuran berlangsung.
Melalui layar di dalam gazebo Toucan, terlihat kolase video yang memperlihatkan suasana ruang kontrol, titik peluncuran, sekaligus grafis pendukung. Sesekali ditampilkan video profil mengenai misi peluncuran ini, baik untuk Telkom 3S maupun SKYB-1. Di ujung kanan atas layar terdapat hitung mundur menuju waktu peluncuran.
Waktu peluncuran pun tiba. Hitung mundur di Toucan, yang menggunakan bahasa Perancis, akhirnya terdengar. "Dix, neuf, huit, sept..." dan ditutup dengan "Lift off!"
Dari ufuk langit yang mulai gelap, terlihat cahaya yang muncul dari titik luncur. Semua pengunjung yang sudah bersiap dengan kamera, baik saku, ponsel pintar, kamera SLR, maupun binokular, kemudian mulai mengabadikan peristiwa tersebut. Peristiwa yang bagi sebagian orang mungkin hanya akan disaksikan dengan mata kepala sendiri sekali dalam hidup mereka.
Roket Ariane 5 pun mulai mengangkasa dengan jejak api di bawahnya. Suasana menjadi hening.
Tapi, suasana hening hanya terjaga dalam beberapa detik karena kemudian terdengar suara dentuman keras. Itulah penanda dari roket yang melampaui batas kecepatan suara. Sesudahnya, terdengar suara menderu yang memekakkan telinga.
Roket terus bergerak ke atas, dan tidak sampai dua menit telah menghilang dari pandangan mata dengan menyisakan pilar asap berwarna putih. Pengunjung segera kembali ke dalam gazebo untuk menyaksikan perjalanan roket peluncur dari kolase video.
Perjalanan belum usai karena masih ada waktu 38 menit, yang dilalui dengan pelepasan dari beberapa bagian roket. Kami pun mengikuti perjalanan roket lewat infografis dan animasi.
Setiap tahapan diikuti dengan penuh antusias terutama saat pemisahan satelit dengan roket. Pertama, roket terlebih dahulu melepas satelit SKYB-1 baru kemudian melepas satelit Telkom 3S. Setiap tahapan selalu diikuti dengan tepuk tangan. Pemisahan satelit dari roket berarti pula tahapan peluncuran selesai dilakukan.
Suasana yang muncul dari peluncuran ini cukup menarik untuk dirasakan dan disaksikan secara langsung. Menarik pula untuk dituangkan sebagai bahan artikel. Seperti dikemukakan perwakilan Arianespace dari Amerika, Aaron Lewis, yang menyatakan bahwa mereka sudah sukses meluncurkan 77 roket Ariane 5 termasuk untuk Telkom 3S ini. "I keep having butterflies on my stomach," ujarnya, setelah menyaksikan Roket Ariane 5 mengangkasa. (*)