logo Kompas.id
Bebas AksesPerkaya Materi Toleransi
Iklan

Perkaya Materi Toleransi

Oleh
· 3 menit baca
Iklan

JAKARTA, KOMPAS — Penanaman tenggang rasa dan persaudaraan masih minim dalam pendidikan agama Islam di sekolah ataupun perguruan tinggi. Pembelajaran selama ini masih dominan pada ritual dan kedisiplinan. Padahal, aspek silaturahim juga penting dalam kehidupan berbangsa.Demikian hasil penemuan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM UIN) Syarif Hidayatullah yang berjudul Api Dalam Sekam: Keberagamaan Gen Z yang diluncurkan di Jakarta, Rabu (8/11). Penelitian tersebut mengkaji sikap keberagamaan 1.589 siswa SMA, SMK, madrasah aliyah, serta 322 guru dan dosen pendidikan agama Islam. Penelitian dilakukan di 68 kabupaten/ kota di 34 provinsi se-Indonesia.Kepala PPIM UIN Syarif Hidayatullah Syaiful Umam menerangkan, siswa dan mahasiswa mengungkapkan aspek materi agama yang paling banyak ditekankan kepada mereka adalah tentang hidup jujur, disiplin, dan bekerja keras yang mencakup 47,55 persen dari total materi. Adapun aspek terbanyak kedua ialah mengenai tata cara berpakaian sesuai Al Quran dan sunah, yaitu 28,08 persen. "Materi menghargai perbedaan orang lain hanya 12,96 persen," tutur Syaiful.Hal ini karena guru dan dosen yang mengajar tidak memiliki persepsi mengenai keberagaman di masyarakat. Pandangan tersebut diturunkan kepada siswa dan mahasiswa yang mereka ajar. Buktinya, 47 persen siswa dan mahasiswa menyatakan keengganan mereka bergaul dengan orang yang berbeda adalah karena dipengaruhi guru.SekamPenelitian tersebut mengungkapkan, 69,3 persen guru dan dosen pernah mengikuti aksi intoleran terhadap orang-orang yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Sementara 24,2 persen pernah terlibat aksi intoleran terhadap kelompok non-Muslim.Demikian pula dengan siswa dan mahasiswa. Sebanyak 34 persen pernah terlibat aksi intoleran terhadap komunitas tertentu dalam Islam. Terhadap kelompok non-Muslim, 17,3 persen pernah ikut aksi intoleransi.Psikolog sosial dan peneliti PPIM UIN Syarif Hidayatullah, Yunita Faelanisa, menjelaskan, keikutsertaan pada aksi intoleransi umumnya dipicu oleh pengalaman hidup yang penuh tekanan. Misalnya, perasaan tersisih di sektor sosial dan ekonomi. Adapun mayoritas guru, dosen, siswa, dan mahasiswa mengaku masih memiliki kehidupan yang relatif nyaman."Namun, mereka justru ibarat api dalam sekam. Mereka memiliki pandangan yang intoleran walaupun tidak diwujudkan ke dalam aksi," tutur Yunita. Hal ini berbahaya karena jika tak diintervensi dengan dialog perdamaian dan persaudaraan, pandangan ekstrem akan terus berkembang.RelevanDirektur Pendidikan Tinggi, Iptek, dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Amich Alhumami mengemukakan, fenomena ini terjadi karena materi pendidikan agama Islam sering kali tidak disinkronkan dengan kenyataan yang ada. "Perlu ada pendampingan bagi guru dan dosen dalam membahas hal-hal yang terjadi di sekitar secara jernih dan kritis," ujarnya. Apabila guru tidak bisa mengampu, siswa akan mencari ke sumber-sumber lain yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin menyatakan, Indonesia kekurangan 21.000 guru pendidikan agama Islam profesional, yaitu orang-orang yang memang terdidik di bidang teologi dan memahami keagamaan dalam berbagai aspek. Posisi guru agama akhirnya diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan teologi.Meskipun demikian, Kemenag tetap melakukan penyegaran wawasan kebangsaan kepada para guru agama. Perguruan-perguruan tinggi berbasis Islam juga diminta untuk mengembangkan pusat kajian Islam moderat."Keagamaan berbasis keragaman masyarakat Indonesia harus menjadi arus utama," tuturnya. (DNE/DD17)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000