Pergub Baru TGUPP Disusun
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih menyiapkan peraturan gubernur baru yang mengatur Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan. Nantinya, peraturan gubernur yang baru itu akan mengatur jumlah anggota, tugas pokok dan fungsi, serta mekanisme pemilihan anggotanya.
Saat ini, TGUPP yang ada di bawah peraturan yang lama, Peraturan Gubernur Nomor 411 Tahun 2016. "Akan ada perubahan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dari sebelumnya. Saat ini ada empat tupoksi yang tengah dirumuskan," kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta Agus Suradika di Balai Kota DKI, Rabu (22/11).
Suradika belum dapat merinci mekanisme pemilihan anggota TGUPP. Ia hanya memastikan tim tersebut akan diisi individu-individu dari kalangan profesional dan kompeten.
Mengenai usulan besaran anggaran TGUPP Rp 28,99 miliar, kata Suradika, belum tentu akan digunakan semuanya. Besar anggaran itu naik 12 kali lipat dibandingkan dengan anggaran sebelumnya, Rp 2,35 miliar.
Ia menepis penilaian bahwa kenaikan anggaran itu terlalu tinggi. Sebab, TGUPP yang baru itu juga akan menampung tim wilayah untuk percepatan pembangunan (Tim Wali Kota untuk Percepatan Pembangunan/ TWUPP) yang selama ini melekat pada wali kota dan bupati.
Dengan menarik anggota TWUPP ke TGUPP itu, kata Suradika, sebenarnya anggaran yang diusulkan saat ini tidak jauh berbeda dari total gabungan anggaran TGUPP dan TWUPP periode sebelumnya.
Saat ini, jumlah anggota aktif TWUPP ada 24 orang, sedangkan jumlah anggota TGUPP aktif 13 orang. Hanya dua di antaranya dari kalangan profesional, se-dangkan lainnya PNS. Kemarin, total jumlah anggota TGUPP akan berjumlah 73 orang, termasuk 28 orang non-PNS yang akan direkrut.
Direncanakan, tim itu akan terbagi dalam empat pembidangan yang keahliannya diperlukan gubernur saat ini. Tugas mereka diakui mirip tugas deputi ataupun staf khusus gubernur. Namun, tetap ada perbedaan.
Deputi yang terdiri atas pejabat-pejabat eselon I, misalnya, dapat mewakili gubernur dalam acara protokoler, sedangkan anggota TGUPP tidak bisa. Adapun staf khusus adalah mereka yang khusus mendampingi gubernur.
Alasan tata kelola
Gubernur DKI Anies Baswedan menjelaskan, pemerintahannya dikelola berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Tata kelola yang baik itu bukan sekadar soal sumber dana, melainkan tupoksinya juga jelas.
"Jadi dengan menyusun TGUPP ini, semua orang yang diangkat memiliki surat pengangkatan. Ada pengangkatannya. Konsekuensi pengangkatan baru kemudian pada fasilitas, gaji, dan lain-lain," kata Anies.
Melalui surat pengangkatan, maka tugas pokok dan fungsinya jelas, pertanggungjawabannya juga jelas. Dengan cara seperti itulah, menurut Anies, praktik- praktik yang tak sesuai prinsip tata kelola bisa dicegah.
"Individu-individu yang bekerja di sekitar gubernur itu diangkat dengan surat keputusan. Kalau di rumah, saya boleh ambil siapa saja bantu saya. Di rumah saya, saya kepala keluarga. Tapi, kalau di pemerintahan, semuanya diangkat dengan surat keputusan, ada surat penugasan," kata Anies.
Kuncinya justru pada pengangkatan. Konsekuensinya baru alokasi dana. "Jangan kita bicara sekadar soal dananya dari mana. Pengangkatannya," katanya.
Ia membayangkan, misalnya gubernur membawa orang-orang di sekitar gubernur yang tidak pernah diberi surat pengangkatan. "Tidak ada tupoksi yang jelas, tapi bisa bekerja atas nama gubernur. Berbicara pada banyak pihak. Loh, ini tata kelola pemerintahannya bagaimana? Jadi, justru yang sekarang mau kami lakukan adalah membuat ini jadi jelas transparan. Satu lagi catatan, belum ada yang diangkat, ya," ujarnya.
Mengenai anggota TGUPP hari ini, Anies mengatakan, memang belum ada perubahan. Untuk ke depan, baik TGUPP maupun staf pribadi akan dimasukkan semua ke dalam TGUPP.
"Sehingga tidak ada lagi orang- orang yang bekerja sebagai partikelir. Jadi, enggak ada orang- orang yang bekerja pribadi-pribadi mengatasnamakan gubernur, tapi kalau ditanya Anda sebagai apa? Mana surat pengangkatan Anda? Enggak bisa jawab," katanya.
Terkait itu, Anies meminta agar pembahasan tidak sekadar mengenai asal dana. Hingga kini, peraturan mengenai TGUPP belum diubah.
Didorong efisien
Firdaus Ilyas, Koordinator Divisi Monitoring Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW), mengatakan, melihat penyusunannya, RAPBD 2018 DKI tidak efisien dan efektif. Bahkan, cenderung membuang-buang anggaran dan pemborosan.
Oleh karena itu, Pemprov DKI diharapkan meninjau lagi pola penyusunan anggaran RAPBD dan melakukan penganggaran sesuai kebutuhan. Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran juga memberikan catatan yang sama.
"Mencermati detail anggaran DKI Jakarta, salah satunya pada anggaran untuk Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan, terlihat Pemprov DKI lebih banyak ingin menyebar uang atau gaji daripada kerja-kerja untuk percepatan pembangunan," ujar Firdaus.
Untuk tim yang bertugas membantu gubernur atau memberi asistensi, semestinya tim tidak boleh terlalu besar. Jangan karena ada tim relawan, semua dimasukkan dalam TGUPP.
(IRE/HLN)