BERLIN, SELASA Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan siap melakukan ”kompromi yang menyakitkan” untuk mengakhiri ketidakpastian politik dan terbentuknya pemerintahan. Pernyataan itu disampaikan oleh Merkel sebelum memulai perundingan hari terakhir dengan Partai Sosial Demokrat (SPD), Selasa (6/2).
”Kita berada dalam era yang penuh guncangan. Kita membutuhkan pemerintah yang mampu merespons kepentingan rakyat. Untuk itu, semua pihak harus melakukan kompromi yang menyakitkan guna mencapai kesepakatan. Saya siap melakukan hal itu jika pada akhirnya kita bisa memastikan kebaikan dibandingkan kerugian,” ujar Merkel.
Adapun Ketua SPD Martin Schulz meyakini perundingan akan berakhir Selasa. ”Hari ini adalah hari yang menentukan. Sungguh beralasan untuk yakin bahwa kesepakatan akan dicapai hari ini,” tutur Schulz.
Meski demikian, kesepakatan ini tidak serta-merta menjanjikan pemerintahan baru. Sekitar 400.000 anggota SPD akan melakukan voting terhadap kesepakatan ini. Jika hasilnya mendukung, pemerintahan kemungkinan akan terbentuk pada akhir Maret.
Isu layanan kesehatan dan reformasi buruh menjadi rintangan terakhir dari perundingan kubu SPD dengan Uni Demokratik Kristen (CDU) yang dipimpin Merkel. Sehari sebelumnya, kedua kubu berhasil mencapai kesepakatan soal Eropa. SPD berhasil mendesak pemerintahan konservatif Merkel untuk mengakhiri era pengetatan dan memberikan anggaran yang lebih besar terhadap zona Eropa.
Pro-Macron
Merkel dan SPD sama-sama bersikap positif terhadap gagasan reformasi zona euro yang diusulkan oleh Presiden Perancis Emmanuel Macron. Macron menginginkan zona euro memiliki anggaran sendiri yang akan membuat mata uang Eropa ini bertahan ketika terjadi guncangan ekonomi.
Meski mendukung Macron, kubu Merkel lebih berhati-hati karena hal itu akan membebani pajak warga Jerman. Sebaliknya, sikap SPD lebih antusias.
Kedua kubu juga sepakat untuk menerapkan pajak perusahaan yang lebih ”adil” di Eropa, termasuk terhadap perusahaan raksasa seperti Google, Apple, Facebook, dan Amazon.
Terkait isu buruh, SPD menginginkan para pekerja yang berstatus tenaga kontrak beralih menjadi tenaga permanen. Hal ini ditentang oleh kubu Merkel (CDU/CSU).
Terkait anggaran pertahanan, kubu Merkel menginginkan Jerman mengeluarkan anggaran belanja lebih besar untuk mendekati target yang dituntut NATO dan Presiden AS Donald Trump. Namun, SPD lebih skeptis mengenai hal ini.
Akibat berlarut-larutnya negosiasi untuk membentuk koalisi, sekitar empat bulan setelah pemilu pada September 2017, popularitas kedua partai arus utama ini makin tergerus.
Dalam survei majalah Bild, Selasa, dukungan bagi CDU/CSU turun dari 33 persen menjadi 30,5 persen, sedangkan dukungan bagi SPD turun dari 20,5 persen menjadi 17 persen. Sebaliknya, popularitas partai ekstrem kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) naik dari 13 persen menjadi 15 persen.
Artinya, seandainya pemilu dilakukan sekarang, koalisi CDU/CSU dan SPD tidak mampu menjadi mayoritas di parlemen. (47,5 persen). Tak mengherankan jika sejumlah pengamat menyebut koalisi besar ini (GroKo) sebagai ”koalisi orang-orang kalah”.