Ikhtiar Menutup Celah Narkoba
Sepanjang Februari ini sudah tiga kapal ikan asing bermuatan sabu ditangkap di perairan Kepulauan Riau. Sindikat narkoba internasional tersebut memproduksi sabu di wilayah perbatasan China dan Myanmar, lalu menyelundupkannya ke Indonesia melalui Selat Malaka. Mereka memanfaatkan keterbatasan aparat mengawasi perairan Kepulauan Riau yang meliputi Laut China Selatan, Selat Malaka, dan Selat Karimata. Polda Kepri bekerja sama dengan TNI, BNN, serta Bea dan Cukai mengejar kapal asing mencurigakan di perairan Kepri karena keterbatasan sarana.
Penangkapan dua kapal ikan asing bermuatan 2,63 ton sabu, disusul satu kapal ikan berbendera Taiwan yang diduga memuat 1-3 ton sabu, di perairan Provinsi Kepulauan Riau sepanjang Februari ini menunjukkan kerawanan kawasan itu sebagai pintu masuk penyelundupan narkoba dari Asia Timur, terutama China. Luasnya wilayah Kepri dan keterbatasan aparat menjadi celah utama yang dimanfaatkan sindikat narkoba internasional.
Kerentanan pengawasan di Kepri tentu tidak lepas dari luasnya wilayah provinsi itu yang mencapai 8.201,72 kilometer persegi. Sebanyak 95 persen dari wilayah itu merupakan perairan dengan 2.408 pulau tersebar di Laut China Selatan, Selat Malaka, dan Selat Karimata.
Letak geografis yang strategis ini membuat Kepri menjadi provinsi yang paling banyak berbatasan dengan negara tetangga, yaitu lima negara. Di sisi utara, Kepri bersinggungan wilayah laut dengan Vietnam dan Kamboja. Lalu di sisi barat dibatasi oleh Singapura dan Malaysia. Di sisi timur, provinsi itu berbatasan dengan Malaysia dan Brunei Darussalam.
Dengan fakta itu, tidak heran apabila para sindikat narkoba internasional asal China menjadikan Kepri sebagai gerbang masuk ke Indonesia. Dari pengungkapan tiga penyelundupan sabu berjumlah fantastis pada Rabu (7/2), Selasa (20/2), dan Jumat (23/2), ketiga kapal berbendera Singapura dan Taiwan itu diduga berlayar dari Negeri Tirai Bambu.
Di hadapan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Tito Karnavian dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, salah satu awak kapal ikan berisi jaring ketam yang membawa sabu sebanyak 1,6 ton, Tan Mai (69), mengatakan, dirinya diperintahkan oleh pemilik kapal yang bernama Lao untuk membawa kapal itu ke Indonesia dari tempat asalnya di perkampungan nelayan di wilayah Lufeng, Provinsi Guangdong, China.
Menurut Tito, penyelundupan sabu itu berasal dari sejumlah sindikat jaringan narkoba asal China yang saling terkoneksi. Jaringan itu memproduksi sabu di perbatasan China dan Myanmar, lalu membawa barang haram itu masuk ke wilayah China, kemudian Taiwan. Selanjutnya, sabu itu dibawa memasuki kawasan Laut China Selatan yang menjadi pintu masuk ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Ketika telah masuk ke Indonesia melalui perairan Kepri, sejumlah kapal itu disebar menuju pelabuhan akhir berbeda-beda. Ada yang menuju Lampung, Cirebon (Jawa Barat), dan Anyer (Banten). Bagi kapal asing yang telah mengetahui sedang menjadi target operasi pengejaran aparat Indonesia, tidak jarang mereka berlayar memutar melalui Samudra Hindia di pantai barat Sumatera. Tito mengungkapkan, pada awal 2017, salah satu kapal asing akhirnya berlabuh di Pulau Christmas, Australia, untuk menghindari aparat keamanan.
”Kami akhirnya berkoordinasi dengan otoritas negara tetangga untuk menindak kapal itu,” ujar Tito di sela-sela pengungkapan kapal ikan bermuatan sabu 1,6 ton di Batam, Kepri, Jumat lalu.
Ironi
Tentu publik bertanya-tanya, bagaimana kekuatan armada laut Kepolisian Daerah Kepri yang menjadi salah satu tulang punggung pemberantasan korupsi di wilayah perbatasan itu? Harus dipahami pula, dengan wilayah laut sangat luas itu, setidaknya terdapat 102 pelabuhan, resmi dan tak resmi, di Kepri. Adapun pada 2017, Polda Kepri mengungkap 370 kasus narkoba dengan jumlah 476 tersangka, sebanyak 12 orang di antaranya warga asing.
Direktorat Reserse Narkoba Polda Kepri, yang menjadi penanggung jawab utama pemberantasan narkoba, justru tidak memiliki satu kapal pun untuk melakukan operasi di laut. Di sisi lain, satuan itu hanya memiliki 54 personel.
Sementara itu, Direktorat Kepolisian Air Polda Kepri hanya memiliki 14 kapal patroli. Tipe terbesar adalah kapal patroli C-1 yang berkapasitas hingga 20 orang dengan daya jelajah sejauh 200 mil. Hal ini membuat kapal tersebut tidak mampu berlayar hingga ke wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang 20 jam perjalanan dari Batam untuk mengejar kapal ikan asing mencurigakan.
Tidak hanya keterbatasan armada, Polda Kepri juga memiliki keterbatasan fasilitas, salah satunya pelabuhan untuk kapal-kapal penyelundup yang disita untuk proses hukum. Di Markas Direktorat Kepolisian Air Polda Kepri yang bersebelahan langsung dengan Pelabuhan Sekupang, Batam, Jumat kemarin, puluhan kapal ikan berbendera asing bersandar. Kapal-kapal itu bersandar dengan latar belakang pemandangan siluet gedung-gedung pencakar langit Singapura.
Sebagian kapal telah berkarat dan lambungnya sudah terendam air. Di tempat itu tidak hanya bersandar kapal sitaan Polda Kepri, tetapi ada pula sejumlah kapal titipan Kejaksaan Tinggi Kepri sebagai barang bukti kasus penyelundupan, seperti narkoba serta alat komestik dan elektronik.
Menyiasati keterbatasan itu, Direktur Reserse Narkoba Polda Kepri Komisaris Besar K Yani Sudarto mengatakan, koordinasi dengan instansi lain menjadi kunci. Tentara Nasional Indonesia (TNI), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menjadi mitra utama Polda Kepri untuk menutup pintu masuk narkoba ke Indonesia.
”Mereka memiliki kapal dan kami mempunyai informasi sehingga itulah cara kami untuk berkolaborasi memperkuat keamanan laut Kepri dari penyelundupan narkoba,” kata Yani.
Intensitas penyelundupan narkoba, terutama jenis sabu, selama Januari-Februari 2018 mencapai 3 ton. Alhasil, bisa dipastikan tangkapan itu menjadi rekor pengungkapan narkoba terbesar di Indonesia sejak pemerintah menetapkan situasi darurat narkoba tahun 1971.
Kondisi itu patut menjadi peringatan dini bagi pemerintah untuk segera membenahi keterbatasan fasilitas yang dimiliki aparat keamanan hingga memperkuat sanksi hukum kepada sindikat narkoba, baik penyelundup, bandar, maupun pengedar narkoba. Kalau tidak, kita hanya akan bisa mengernyitkan dahi sekaligus terheran-heran ketika dalam beberapa waktu mendatang ada lagi berkuintal sampai ton sabu masuk ke Indonesia. Semoga penangkapan ini menjadi momentum untuk bangkit bersama memerangi narkoba.
(Muhammad Ikhsan Mahar)