logo Kompas.id
Bebas AksesKristalisasi Dua Sosok
Iklan

Kristalisasi Dua Sosok

Oleh
· 6 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/Voe-hspdwklObk2__jRMWIvRlM0=/1024x655/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F03%2F520103_getattachment1c83f265-1917-4638-aee4.jpg
Kompas

Ketatnya persaingan antara Khofifah Indar Parawansa dan Saifullah Yusuf di Pilkada Jawa Timur terekam dari hasil survei Kompas yang menunjukkan betapa publik pemilih di provinsi itu sudah ”selesai” dalam melihat dan menilai kedua sosok itu. Keduanya nyaris sama-sama dikenal, sama popularitasnya, dan sama-sama dikenal sebagai tokoh dalam bidangnya masing-masing. Tak heran keduanya pun cenderung mendapatkan respons yang sama tinggi dari publik.

Pilkada tahun ini juga istimewa bagi keduanya karena menjadi pilkada ketiga dalam upaya memenangi simpati pemilih di Pilkada Jatim. Bedanya, jika dua pilkada sebelumnya, yaitu pada Pilkada 2008 dan 2013, Khofifah menjadi calon gubernur dan Saifullah menjadi calon wakil gubernur, tahun ini keduanya berhadapan sebagai sama-sama calon gubernur.

Dengan basis sosial yang relatif sama (warga Nahdlatul Ulama/NU), Khofifah dan Saifullah juga cenderung mendulang dukungan yang relatif sebanding. Selisih tingkat keterpilihan Khofifah yang berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak dan Saifullah Yusuf yang berpasangan dengan Puti Guntur Soekarno amat tipis. Khofifah-Emil yang diusung koalisi PPP, Golkar, Hanura, PAN, Nasdem, dan Demokrat mendulang elektabilitas di angka 44,5 persen. Sementara pasangan Saifullah-Puti yang diusung koalisi PDI-P, PKB, Gerindra, dan PKS di angka 44,0 persen.

Praktis, dengan memperhitungkan toleransi kesalahan pengambilan sampel penelitian (sampling error) sebesar +/- 3,46 persen selisih perolehan suara sebesar setengah persen belum cukup untuk menyimpulkan pasangan mana yang lebih unggul. Kedua pasangan punya peluang dan kesempatan yang sama untuk mendulang dukungan pemilih menjelang pemungutan suara 27 Juni.

Tipisnya selisih tingkat elektabilitas kedua pasangan calon peserta Pilkada Jatim tersebut mengingatkan pada Pilkada Jawa Timur tahun 2008. Ketika itu, pilkada digelar sampai dua putaran karena di putaran pertama yang diikuti lima pasangan calon tidak ada pasangan yang meraih suara lebih dari 30 persen.

Di putaran pertama, Saifullah, yang kala itu menjadi calon wakil gubernur mendampingi Soekarwo, mendapat 26,44 persen suara. Sementara Khofifah yang berpasangan dengan Mudjiono mendapat 24,82 persen suara.

Di putaran kedua, pasangan Khofifah-Mudjiono meraih 49,80 persen suara. Sementara Soekarwo-Saifullah mendapat 50,20 persen suara. Selisih suara tipis ini membuat Pilkada Jatim, ketika itu, diwarnai sengketa sampai pemungutan suara ulang di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Sampang, Madura.

Dengan hasil survei Kompas yang mencatat tingkat elektabilitas keduanya yang hampir sama, bukan tidak mungkin memori selisih suara tipis di Pilkada 2008 kembali terulang pada tahun ini. Sekali lagi, hal ini tidak lepas dari ketatnya persaingan antara sosok Khofifah dan Saifullah, dua ikon masyarakat Jatim yang makin mengkristal dalam benak pemilih.

Tiga insentif

Selain elektabilitas, hasil survei menangkap setidaknya tiga hal yang memberikan insentif terjadinya kristalisasi terhadap dua sosok ini dan membuat persaingan di antara keduanya semakin ketat.

Iklan

Pertama, tingkat pengenalan pada sosok yang bertarung di Pilkada Jatim. Publik cenderung lebih mengenal Khofifah dan Saifullah sebagai sama-sama calon gubernur dibandingkan Emil Dardak dan Puti Guntur yang jadi calon wakil gubernurnya.

Tingkat popularitas Khofifah mencapai 85 persen, sedikit lebih tinggi dari Saifullah (77,6 persen). Sementara tingkat pengenalan publik pada Emil Dardak dan Puti Guntur sama-sama berada di bawah 40 persen.

Kedua, Khofifah dan Saifullah adalah kader sekaligus tokoh NU. Khofifah adalah Ketua Umum PP Muslimat NU, sedangkan Saifullah jadi salah satu Ketua PBNU sekaligus mantan Ketua Umum PP GP Ansor. Sebagai anak yang lahir dan besar di keluarga nahdliyin, keduanya dipandang sebagai representasi pemilih NU.

Hal itu juga tampak dari hasil survei. Dukungan kelompok responden dari kalangan nahdliyin tersebar merata kepada Khofifah dan Saifullah. Sebanyak 45,5 persen responden warga NU cenderung memilih Khofifah-Emil. Sementara sebanyak 45,7 persen lainnya lebih mendukung Saifullah-Puti.

Ketiga, keduanya memiliki pemilih loyal. Survei mencatat, dari responden pemilih kedua pasangan ini, sama-sama ada kecenderungan lebih banyak pemilih yang memastikan pilihannya tidak akan berubah ke pasangan calon lainnya (strong voters). Dari kelompok responden pemilih Khofifah-Emil, sebanyak 53,1 persen adalah pemilih yang sudah mantap dengan pilihannya. Sementara di pemilih Saifullah-Puti, sebanyak 56,6 persen respondennya tidak akan berpaling dari pasangan ini.

Kuatnya sentimen NU juga terekam dari fenomena pemilih strong voters ini. Pasalnya, sebagian besar dari karakter pemilih ini berlatar belakang warga NU. Sebanyak 82 persen dari pemilih kelompok ini yang memilih Khofifah-Emil adalah nahdliyin. Sementara di pemilih yang mantap dengan pilihannya ke Saifullah-Puti, 84 persen di antaranya adalah warga NU. Ini makin menguatkan pamor Khofifah dan Saifullah yang menjadi faktor pendorong preferensi pemilih.

Loyalitas pemilih dari kedua sosok ini juga terekam dari pilihan mereka di pilkada sebelumnya. Loyalitas paling tinggi tercatat pada pemilih Khofifah. Dari elektabilitas pasangan Khofifah-Emil di survei ini, sebanyak 78,3 persen adalah pemilih Khofifah di Pilkada Jatim 2013. Senada dengan itu, dari pemilih Saifullah-Puti di survei kali ini, sebanyak 56,1 persen adalah pemilih Soekarwo-Saifullah di pilkada lima tahun silam.

Sosok cawagub

Ketika pertarungan sosok Khofifah dan Saifullah cenderung ketat dan stabil dari beberapa faktor di atas, sosok calon wakil gubernur berpeluang menjadi penentu kemenangan. Apalagi, kedua sosok calon wakil gubernur, baik Emil Dardak maupun Puti Guntur, dinilai publik responden, sama-sama memperkuat calon gubernur yang didampinginya.

Namun, popularitas yang relatif rendah dari sosok calon wakil gubernur menjadi tantangan tersendiri bagi keduanya. Kedua sosok calon wakil gubernur juga figur baru dalam kontestasi Pilkada Jawa Timur meski secara politik keduanya sudah terjun dalam dunia politik.

Dari latar belakangnya, jika kedua calon gubernur, baik Saifullah maupun Khofifah, dilihat sebagai representasi dari warga nahdliyin, kedua sosok calon wakil gubernur lebih dilihat sebagai representasi wilayah telatah sosial budaya mataraman. Emil Dardak adalah Bupati Trenggalek dan juga cucu dari KH Mochamad Dardak, ulama yang disegani di Trenggalek. Sementara Puti Guntur adalah anggota DPR dari PDI-P yang juga cucu dari Presiden Pertama RI Bung Karno.

Jika dikaitkan dengan telatah sosial budaya di Jawa Timur, tampak kedua sosok calon wakil gubernur ini memang diharapkan memberikan insentif elektoral dari wilayah mataraman. Jika dilihat komposisi dukungan yang dihimpun dari hasil survei kali ini, responden dari wilayah mataraman cenderung memberikan dukungan kepada Khofifah-Emil. Sebaliknya, responden dari wilayah utara dan tengah yang didominasi kultur pandalungan (perpaduan Madura dan Jawa) cenderung lebih memberikan dukungan kepada Saifullah-Puti.

Tentu saja kondisi ini masih berpeluang terjadi pergeseran. Apalagi, masih ada kelompok pemilih yang belum menentukan pilihan dan berniat menentukan pilihannya mendekati hari pemungutan suara. Penguatan peran sosok calon wakil gubernur harus dilakukan untuk memberikan jaminan insentif elektoral. Jika peran kedua calon wakil gubernur ini tidak maksimal menyumbang suara, bukan tidak mungkin pilkada kali ini semakin mengkristalkan pada pertarungan dua sosok calon gubernurnya, Khofifah dan Saifullah. (Yohan Wahyu/Litbang Kompas)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000