Gairah Talempong
”Baralah tinggi oi si buruang tabang. Panek malayok ka hinggok juo. Banyak ragamnyo oi budayo datang. Budayo kito kambangkan juo.... Itulah kenapa kami masih bertahan sampai sekarang. Memang kita cinta banget ama budaya Minang,” kata Penanggung Jawab Musik Unit Kesenian Minangkabau (UKM) ITB Rumanda Engala Kapisa (20) mengutip pepatah asal Minang yang menggambarkan kecintaan mereka pada budaya nenek moyang.
Rumanda yang akrab dipanggil Daeng bersama dengan 150-160 mahasiswa ITB lainnya menjadi anggota aktif UKM ITB yang sudah berdiri sejak 1 Juni 1975 ini. Berusia hampir 43 tahun, UKM itu menjadi unit kesenian mahasiswa tertua yang menekuni kesenian Minangkabau dan menjadi pelopor bagi munculnya unit kesenian Minangkau di kampus lain di Kota Bandung, antara lain di Universitas Padjajaran, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Telkom University.
Di UKM ITB ini, talempong menjadi alat musik primadona. Alat musik itu juga terus diperbarui dengan mendatangkan talempong langsung dari Sumatera Barat. Generasi muda Minang di ITB ini mempelajari musik talempong dengan perangkat alat musik yang sangat lengkap. Talempong yang dibunyikan dengan cara dipukul ini terdiri dari talempong melodi, tingkah, irama (rhythm), dan canang. UKM ITB memiliki empat set talempong. Masing-masing set terdiri atas delapan unit sehingga total ada 32 talempong.
Menembus mancanegara
Pemain yunior yang umumnya masih kuliah tingkat satu segera memulai sesi latihan dengan membunyikan talempong melodi yang berada di deretan paling depan. Tiga set talempong lainnya, yaitu talempong tingkah, rhythm, dan canang, juga segera dibunyikan. Masing-masing set talempong memiliki karakter bunyinya masing-masing. Talempong canang, misalnya, terdengar unik dengan bunyinya yang lebih ngebas dengan ukuran lebih besar.
Ketika pemain talempong yang masih pemula belajar, kakak-kakak dari angkatan yang lebih senior turut mengawasi dan segera memberi arahan ketika ada kesalahan. Alih kemampuan antargenerasi pun berjalan pada saat para kakak mulai gantian unjuk kebolehan dalam memukul talempong. Berbeda dengan mahasiswa yunior yang membunyikan talempong dengan masih sangat berhati-hati, para senior ini sudah lincah dan piawai memainkan nada-nada untuk melahirkan musik kontemporer.
Perpaduan dengan alat musik modern itu menghasilkan bunyi unik yang membawa UKM ITB bisa tampil mendunia. Mereka antara lain pernah diundang tampil di beberapa negara, seperti, Hongaria, Jerman, dan Jepang. Di Jepang, mereka diundang Kedutaan Besar RI untuk tampil di festival kebudayaan Indonesia. Sementara di Jerman, UKM ITB ikut perlombaan dengan menampilkan tari tradisional dan musik kreasi modern.
Selain memainkan musik, anak-anak muda ini sekaligus berperan sebagai penyanyi. Penampilan mereka semakin sempurna karena biasanya juga diiringi dengan tari-tarian tradisional Minangkabau. Malam itu, belasan pemuda-pemudi menarikan tari tradisional, mulai dari tari Galombang Pasambahan hingga tari Urak Langkah, dengan diiringi permainan talempong. Ada lebih dari 26 tari yang mereka kuasai dan suguhkan saat tampil di beragam acara undangan pesta.
Untuk penggalangan dana, menurut Ketua UKM ITB M Mukhtarul Amri T (20), memang ada jasa penampilan seni di beragam acara, seperti baralek atau pernikahan, pergelaran, festival Minangkabau, dan beragam konferensi. Dengan tampil di acara- acara pernikahan, UKM ITB pun makin dikenal komunitas Minangkabau di luar kampus. Untuk penampilan dua tari dan dua lagu selama 40 menit, mereka dibayar Rp 3,5 juta. Dalam sebulan, mereka membatasi dua kali penampilan di waktu luang kuliah.
Penurunan materi
Konsistensi melestarikan budaya Minangkabau di tanah rantau ini didukung dengan proses kaderisasi yang cukup kuat. Mahasiswa senior yang biasanya sudah duduk di tingkat dua atau tiga masa kuliah menjadi pembimbing yang melatih adik-adik mereka. Mahasiswa tingkat empat biasanya sudah mulai fokus pada skripsi. Begitu pun mereka sesekali datang ketika rindu memukul talempong.
Sebagian dari mahasiswa senior ini kemudian bergabung dalam tim materi yang bertugas membuat materi lagu kreasi baru. Mahasiswa semester IV Jurusan Teknik Perminyakan, Maha Putra (20), yang bergabung dalam tim materi, menyebutkan, dalam setahun kepengurusan, biasanya ada sekali penurunan materi kreasi baru musik talempong. Tiga tahun sekali, materi-materi lagu yang mereka miliki kembali disegarkan dengan aransemen ulang.
Genre musik yang cocok untuk dikreasikan dengan talempong terutama adalah musik yang nge-beat dan nge-roll. Talempong dinilai tak cocok jika dipadukan dengan musik yang cenderung lambat melankolis.
”Kita meniru yang sudah ada. Tapi didengerinbener-bener. Prosesnya dua kali nyari. Kalau sekali, enggak bisa langsung dapat yang pas. Alat musik apa saja yang cocok? Pola ketukannya, temponya bagaimana? Mungkin dalam satu lagu ada 3-4 pola. Setelah 8 ketukan, misalnya, harus ada fill in atau peralihan. Sense musiknya diasah,” kata Putra.
Dari 150-200 mahasiswa baru yang mendaftar di UKM ITB, biasanya hanya 60-100 orang yang lolos seleksi. ”Sebenarnya enggak ada kewajiban bergabung, tetapi ini unik dan jarang. Kalau gabung dengan band terlalu mainstream. Enggak semua orang bisa. Kita juga enjoy. Ajang refreshing dari kuliah. Kuliah teknik kan berat banget. Main talempong sudah menjadi kebutuhan buat kami,” kata Daeng yang saat ini sudah duduk di tingkat tiga dan mengambil jurusan teknik industri.
Anak-anak muda ini biasanya hanya butuh sekitar tiga bulan untuk belajar dasar talempong dari nol. Sebagian besar dari anggota baru sama sekali tak punya bekal keahlian musik, apalagi musik tradisi. Mereka kemudian rutin berlatih dua kali dalam sepekan dan meningkat menjadi 4-5 kali dalam seminggu, terutama jelang pementasan.
”Sistem kami turun-temurun. Senior sangat membimbing untuk mengembangkan. Kalau malas-malasan, mereka yang mendorong kami. Ini wadah kumpul di tanah rantau,” kata Daeng.
Di tengah padatnya kuliah dan beratnya beban akademik, anak- anak muda di UKM ITB membuktikan bahwa kesibukan tak membuat mereka lantas meninggalkan budaya. Berdisiplin dengan waktu menjadi kunci bagi anak-anak muda di komunitas ini berhasil di bidang akademis, sekaligus tetap melestarikan warisan tradisi. Caranya, melalui permainan talempong yang memang rancak bana!