Dea Peduli Gizi
Program pendidikan yang akan ditempuh selama empat tahun ini, selain akan memberinya gelar magister ilmu gizi juga spesialis di bidang gizi klinik. Ia kini sedang menyusun tesis untuk program magister ilmu gizi sekaligus sebagai syarat melanjutkan ke spesialis gizi klinik.
Dea meneliti hubungan antara asupan karbohidrat dengan probabilitas terjadinya perlemakan hati atau fatty liver pada orang dengan obesitas. Tema ini tidak jauh-jauh dari penelitian yang sedang dilakukan Human Nutrition Research Center di kampusnya, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), di mana Dea terlibat dalam salah satu tim yang meneliti tentang scoring fatty liver.
”Selama ini kalau ingin mengetahui fatty liver harus lewat USG yang biayanya cukup mahal, sampai Rp 400.000. Dengan metode scoring, yakni dengan melihat berat badan, umur, dan lainnya, bisa dihitung dengan cara yang lebih mudah dan murah. Itu yang masih kami teliti,” ujar Dea dalam perbincangan santai di Gedung Menara Kompas, Jakarta, pekan lalu.
Sebelum wawancara, rupanya Dea sejak subuh sudah berada di kampus untuk mengisi data lapangan. Ini agar ia bisa menyelesaikan tugas, sekaligus punya sisa waktu untuk menata rambutnya yang panjang bergelombang dan merias wajahnya untuk pemotretan.
Terkait kebutuhan riset, hampir setiap hari ia harus menemui responden. Kebanyakan di wilayah Jakarta Timur yang padat penduduk. Dea harus pintar-pintar meyakinkan agar mereka bersedia menjadi responden penelitiannya. Setelah itu, ia memberi dorongan dan pengetahuan pola makan sehat kepada mereka.
”Makanan kita kebanyakan karbohidrat dan gula. Makan pakai nasi, itu karbohidrat yang jadi gula. Gorengan pakai tepung yang juga karbohidrat. Habis makan, minumnya teh manis. Gula lagi. Dengan kebiasaan makan itu, kita menjadi salah satu yang tertinggi untuk risiko terkena fatty liver. Uniknya di Indonesia, ada orang yang kena obesitas, tetapi ada juga yang masih kwasiorkor. Jadi, masalah nutrisi itu benar-benar penting menurut saya,” kata Dea yang juga Putri Indonesia Lingkungan 2008 ini.
Dengan ilmu di bidang gizi, Dea berharap dapat berperan lebih edukatif dan preventif karena banyak penyakit lebih banyak disebabkan oleh pola hidup yang kurang tepat, di antaranya kebiasaan makan.
Pendidikan dan kesehatan adalah dua hal yang menjadi fokusnya saat ini. Tanpa pendidikan yang cukup seseorang akan kesulitan menjaga kesehatan. Sebaliknya, tanpa kondisi sehat seseorang sulit untuk belajar. Begitulah Dea memandang dua bidang yang menurutnya sangat terkait.
Sekolah lagi
Perempuan yang juga hobi menonton film ini rupanya senang melakukan berbagai kegiatan dalam satu waktu. Ketika magang dan praktik dokter di sebuah puskesmas dan rumah sakit, misalnya, Dea sekolah lagi mengambil program magister manajemen.
Semula ia tertarik manajemen rumah sakit, tetapi akhirnya mengambil studi lebih umum. Namun, tesisnya tetap terkait dunia kesehatan yang digelutinya, yakni pengaruh kepemimpinan pada kepuasan kerja petugas kesehatan dan pengaruhnya pada keselamatan pasien. Dea mengambil tiga puskesmas rawat inap di Kota Denpasar sebagai area risetnya.
”Karena kami bekerja di tempat yang menyangkut nyawa manusia, jadi semestinya zero accident. Masalah patient safety ini sangat penting apalagi di puskemas yang merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan,” ujar perempuan yang pernah dinobatkan sebagai Duta Bahasa Nasional 2007 ini.
Saat ini, sambil menempuh studinya di Ilmu Gizi Klinik, Dea juga mengambil kursus bahasa Jerman di Goethe-Institut Jakarta. Suatu hari ia ingin juga belajar bahasa Perancis. ”Ayah saya kebetulan pernah lama di Jerman untuk sekolah dan kerja. Jadi, dari kecil saya terbiasa dengar orang bicara bahasa Jerman. Namun, sebenarnya ayah pengin saya belajar bahasa Perancis. Jadi, pengin juga suatu hari belajar itu untuk almarhum ayah saya,” kata Dea.
Sosok ayah
Ayah adalah sosok yang dikaguminya. Dari ayahnya pula Dea terdorong menjadi dokter. ”Dengan maksud agar saya punya pemikiran yang komprehensif, ayah saya mendorong saya masuk kedokteran. Bukan karena citra jadi dokter itu keren atau gimana,” kata Dea.
Dea dibesarkan dengan buku-buku. Sejak kecil, setiap minggu ia dan adiknya akan diajak orangtua ke pusat perbelanjaan. Di sana, Dea dan adiknya dititipkan ke toko buku sementara kedua orangtuanya berbelanja kebutuhan mingguan.
”Setiap minggu kami dapat jatah beli buku. Adik saya sampai bisa baca sendiri sebelum usia 3 tahun karena setiap minggu selalu baca buku di Gramedia. Pernah, sampai tokonya tutup, saya dan adik lupa belum dijemput,” ujar Dea dengan tawa berderai.
Dalam setengah hari ia bisa menyelesaikan satu buku. Namun, kini, dengan kesibukannya yang padat, Dea baru bisa menyelesaikan satu buku dalam seminggu. Buku terakhir yang sedang dibacanya adalah Homo Deus: A Brief History of Tomorrow. Buku-buku motivasi atau novel ringan karya Agatha Christie juga digemarinya. Dea senang karena kini ada buku digital sehingga ia tinggal membuka tablet.
Buku-bukunya yang dulu secara berangsur diberikan ke orang lain. Kebanyakan pada perpustakaan keliling yang biasa lewat depan rumahnya. ”Kalau pas pulang ke Bali, saya pak buku-buku untuk disumbangkan. Tadinya mau saya jual, tetapi kata ibu disumbangkan saja karena saya sudah punya rezeki lain untuk beli buku digital. Ibu saya jiwanya lebih sosial dari saya,” kata Dea tersenyum.
Keinginan lain yang belum kesampaian adalah belajar masak, terutama resep Nusantara yang berbumbu kompleks, seperti rendang. Dengan kemampuan masak, Dea berharap bisa mengeksplorasi pengetahuan gizinya menjadi menu makanan yang enak dan menarik dengan bahan lokal yang harganya terjangkau.
Ayu Diandra Sari
Lahir: Denpasar, 4 Agustus 1988
Orangtua: Putu Linarta dan Ida Ayu Gde Candra Suryani
Pendidikan:- S-1 pendidikan dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (2006-2013)
- Pascasarjana Manajemen Konsentrasi SDM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (2014-2016)
- Program Magister Ilmu Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2016-sekarang)Prestasi:
- Duta Bahasa Nasional 2007- Puteri Indonesia Lingkungan 2008
- Miss Internasional Indonesia 2009 (terpilih sebagai Miss People Choice atau yang difavoritkan oleh warganet dalam kompetisi Miss International 2009)