Hampir setiap tahun sejak 2013, mereka selalu merencanakan untuk bersepeda ke Kerinci di Provinsi Jambi. Tetapi, niat itu selalu gagal diwujudkan. Ada saja rintangan yang datang. Kini, niat itu benar-benar diwujudkan melalui Jelajah Lima Danau selama lima hari dimulai dari Kota Padang, Sumatera Barat.
Sabtu (14/4/2018) sekitar pukul 13.40 WIB, dua peserta terdepan yakni Dede Supriatna (43) dan Tahja Setiawan (66) tiba di Hotel Mahkota Sutis, kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi, titik terakhir dari rangkaian Jelajah Lima Danau selama lima hari. Beberapa saat kemudian datang lagi peserta lainnya. Bahkan, kelompok terakhir tiba pukul 18.20 WIB. Hari kelima ini perjalanan dimulai dari Padang Aro, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.
“Kami sengaja tiba terakhir karena ingin menikmati perjalanan ini secara maksimal. Setiap ketemu lokasi yang menarik, kami pasti berhenti dan berswafoto, bahkan sempat menikmati duren Kerinci menjelang Kota Sungai Penuh. Dagingnya tebal dan enak banget, tetapi murah. Kata warga, itu duren tembaga karena warnanya mirip tembaga. Perjalanan ini benar-benar menyenangkan,” kata Yayak M Saat, pesepeda asal Jakarta yang langsung diamini rekannya Iman Saleh Doalaksana, pesepeda asal Bandung.
“Bertahun-tahun saya menunggu kesempatan untuk datang ke Kerinci dengan bersepeda. Tetapi baru kali ini terlaksana. Jadi, kesempatan ini harus dinikmati sepuasnya di jalan tanpa harus masuk finish saat hari sudah gelap,” tambah Diah Kusuma Dewi, pesepeda asal Jakarta lainnya.
Dimulai dari Padang
Perjalanan bersepeda ke Kerinci ini, dimulai dari Kota Padang pada Selasa, 10 April 2018. Ada 46 orang yang memulai bersepeda dari Hotel Amaris. Seluruh peserta ini berdomisili di Jakarta, Tangerang, Bogor Bekasi, Depok dan Bandung. Usia pun bervariasi berkisar 37 tahun hingga 65 tahun dengan profesi yang beragam, seperti pengusaha, presiden direktur perusahaan swasta, manajer perusahaan, wartawan dan karyawan swasta.
Mereka bukan atlet sepeda, tetapi sangat menggilai perjalanan bersepeda jarak jauh. Berjelajah sepeda telah dijadikan sebagai bagian dari berwisata sekaligus mengenal Tanah Air. Sudah banyak daerah yang dijelajahi dengan bersepeda, dan pada April 2018 lalu memilih kawasan Bukit Barisan.
Dari ibukota Provinsi Sumatera Barat, jelajah lima hari itu menuju Danau Maninjau yang berjarak sekitar 142 kilometer. Setelah melewati Kota Padang, perjalanan menyusuri pantai barat Pulau Sumatera sejauh sekitar 70 kilometer hingga Tiku. Lalu, mulai masuk ke wilayah pertengahan yakni Manggopoh, Lubuk Basung hingga Maninjau.
Di danau yang terletak sekitar 461,5 meter di atas permukaan laut itu ada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Maninjau yang beroperasi sejak 28 Desember 1983 dengan kapasitas terpasang 4 x 17 megawatt (68 MW). Inilah salah satu PLTA peninggalan Orde Baru.
Di dalam danau seluas 129,69 kilometer persegi ini juga tampak cukup banyak keramba jarring apung untuk budidaya ikan. Hampir setiap tahun ribuan ton ikan mati mendadak di danau tersebut. Bahkan, pada awal Desember 2017, sekitar 100 ton ikan yang mati. Penyebabnya antara lain pencemaran di dasar danau yang makin parah.
Di tepi danau, tampak sejumlah hotel dan penginapan yang umumnya sudah belasan tahun dioperasikan. Nyaris tidak ada investasi baru untuk penginapan. Sejumlah warga mengakui, selama beberapa tahun terakhir, sektor pariwisata di Danau Maninjau agak meredup. Salah satu penyebab diduga terkait pencemaran danau.
“Pariwisata di Danau Maninjau tidak berkembang. Jarang wisatawan berkunjung, apalagi inap. Butuh kerja keras semua pihak untuk mengembalikan Danau Maninjau sebagai daerah tujuan wisata,” ujar Iskandar, warga Maninjau.
Kami menginap di Hotel Maninjau Indah. Hotel ini letaknya persis di bibir Danau Maninjau cukup besar dan memiliki banyak kamar. Bahkan, kamar-kamar hotel pun umumnya menghadap ke danau.
Kelok 44
Dari Maninjau, penjelajahan dilanjutkan ke Bukit Tinggi. Meski jarak kedua daerah ini hanya sekitar 37 kilometer, tetapi membutuhkan waktu sekitar enam sampai tujuh jam. Itu bukan karena perjalanan lebih banyak melewati jalan tanjakan. Tetapi, jalan tanjakan itu selalu disertai panorama alam yang indah, seperti Danau Maninjau, hamparan sawah dan beberapa rumah gadang. Udaranya pun sejuk dengan udara yang bersih. Di kiri dan kanan jalan masih ada pohon yang rindang.
Baru beberapa meter keluar dari Hotel Maninjau, kami langsung menghadapi tanjakan tajam sekaligus memulai kelok pertama dari 44 kelokan yang harus dilewati. Kelok 44 yang cukup terkenal di Sumatera Barat, dan menjadi salah satu daya tarik wisata. Maka, siapa pun dia jika berkunjung ke Minangkabau tanpa melewati kelok 44 dianggap belum sempurna.
Kelok 44 merupakan jalur jalan raya dari Danau Maninjau menuju Bukit Tinggi. Jalannya menanjak melintasi perbukitan sebanyak 44 tikungan dalam jarak sekitar tujuh kilometer. Setiap tingkungan terpasang tiang disertai angka mulai dari 1 sampai 44. Itu sebabnya, selalu memaksa pesepeda menepi sesaat di beberapa tikungan untuk berswafoto.
Semakin tinggi tanjakan semakin besar pula jumlah kelokan yang dilewati. Ada kepuasan yang dirasakan. Bahkan, semakin indah pula panorama alam yang dilihat. Misalnya, birunya Danau Maninjau disertai pemandangan Gunung Singgalang yang masih termasuk rangkaian Bukit Barisan.
Puncak kelok 44 pada ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut. Diberi nama kelok 44 karena ejaan Minangkau jalur ini sering disebut dengan Kelok Ampek Puluah Ampek. “Saya baru pertama kali bersepeda melewati Kelok 44. Meski jalannya menanjak tiada henti, tetapi sangat menyenangkan, sebab panoramanya keren banget,” ujar Dena Joli, perempuan asal Jakarta.
Kota Bukit Tinggi berada pada ketinggian berkisar 910-940 meter di atas permukaan laut. Kota ini terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur sepanjang Sumatera. Salah satu ikon kota ini adalah jam gadang yang berada di tengah kota. Kami memilih finish hari itu di jam gadang yang dibangun tahun 1926 itu, dan menginap di Novotel. Setelahnya, para peserta langsung berburu kuliner khas Bukit Tinggi, antara laini sate danguang, nasi kapau dan kerupuk siram. (Bersambung)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.