Primordialisme ala Kerinci
Bumi Sakti Alam Kerinci yang terletak di kaki gunung nan sejuk seolah tak mampu menyembunyikan hawa kontestasi politik yang kian memanas.
Memasuki masa akhir untuk sosialiasi dan kampanye, kubu dari setiap pasangan calon bupati dalam pilkada di Kabupaten Kerinci, Jambi, terus bekerja keras untuk mendulang suara.
Januari lalu, tiga pasangan calon bupati Kerinci resmi ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kerinci.
Nomor urut satu ditempati pasangan Monadi dan Edison. Pasangan ini diusung oleh koalisi lima partai politik, yaitu Golkar, Nasdem, PDI-P, PBB, dan Gerindra yang menguasai 15 kursi di DPRD. Jumlah ini separuh dari total anggota legislatif kabupaten.
Meski sokongan partai kepada pasangan calon Monadi-Edison ini cukup kuat, usaha untuk merebut suara pemilih agaknya tetap berat.
Monadi yang tidak lain adalah anak Bupati Kerinci H Murasman periode 2009-2014 ini menggandeng Edison, seorang politisi PDI-P.
Dengan bekal sosok besar sang ayah dan sokongan partai yang lebih unggul, pasangan Monadi-Edison akan menantang petahana bupati dan wakil bupati. Kubu Monadi-Edison akan mewarnai dinamika pertarungan pilkada.
Dalam pilkada kali ini, petahana bupati dan wakil bupati pecah kongsi dan mencari pasangan baru untuk saling berhadapan.
Duel pecah kongsi petahana yang masing-masing diusung oleh gabungan partai politik yang hampir sama kuat ini juga akan sangat menarik.
Petahana Bupati Kerinci Adirozal kembali maju didampingi oleh politisi kawakan Ami Taher. Pasangan ini maju didukung oleh koalisi PAN, PPP, Hanura, PKS, dan Perindo.
Sementara itu, Wakil Bupati Zainal Abidin yang mendapat dukungan dari Partai Gerindra dan PKB mantap untuk juga maju sebagai calon bupati dengan mengandeng politisi Gerindra, yakni Arsal Apri. Arsal juga dikenal sebagai anggota DPRD Kabupaten Kerinci.
Arena pertarungan pilkada Kabupaten Kerinci akan menjadi pengujian kekuatan mesin partai melawan popularitas ketokohan.
Namun, dalam laga politik seperti ini ada banyak faktor yang menentukan kemenangan pasangan calon kepala daerah.
Jumlah kursi dari partai pengusung tidak mutlak dijadikan acuan kekuatan. Sosok besar tokoh yang diusung juga akan menjadi faktor penentu.
Dalam kondisi ini, kedua petahana, Adirozal dengan jabatan bupatinya ataupun Zainal Abidin sebagai wakil bupati, memiliki modal popularitas yang lebih unggul.
Hal lainnya yang juga menjadi faktor penting dalam perebutan suara adalah karakter sosial di daerah.
Masyarakat Kerinci dikenal masih menjunjung tinggi nilai budaya dan kesukuan. Kondisi sosial masyarakat yang demikian bisa jadi memunculkan kejutan dalam kontestasi.
Karakter masyarakat
Bagi masyarakat Kerinci, penyelenggaraan pemilihan umum bukan sekadar ajang penyalur aspirasi dan pencarian pemimpin.
Pilkada juga menjadi simbol eksistensi dari kelompok sosial tertentu. Karakter kesukuan yang begitu kental tidak dapat dilepaskan begitu saja dari perilaku politik masyarakatnya.
Budayawan Kerinci, Iskandar Zulkarnain, menjelaskan karakter masyarakat Kerinci yang memegang teguh nilai budaya begitu memengaruhi perilaku politik masyarakat.
Nilai yang diwarisi secara turun-temurun dari para orang tua dan tetua adat ini bukanlah sesuatu yang dapat ditinggalkan begitu saja.
”Bahkan dalam ajang pemilihan kepala daerah, keputusan atau sikap politik untuk memberikan dukungan kepada seseorang masih ditentukan oleh dipati (ketua adat) dan ninik mamak (tokoh adat),” kata Iskandar.
Karakter primodial masyarakat seperti ini mengkristal menjadi kekuatan ego dan fanatisme sektoral yang berlebihan.
Dengan dasar kesamaan suku, asal, ataupun kedekatan, simpatisan akan memberikan dukungan secara ”habis-habisan” (all out), bahkan terkadang berpotensi menabrak aturan ketertiban yang berlaku.
Tidak mengherankan jika dalam setiap kontestasi pemilihan umum di Kerinci pergerakan kalangan akar rumput menjadi sangat agresif.
Pengalaman berdemokrasi di daerah ini membuktikan bahwa penyelenggaraan pilkada, pemilu legislatif, ataupun pemilu presiden selalu diwarnai dengan kericuhan.
Berdasarkan catatan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dalam konteks pilkada serentak tahun 2018, Kabupaten Kerinci termasuk daerah dengan tingkat kerawanan sedang. Kerinci menempati urutan kesembilan dari 154 daerah kabupten/kota.
Kondisi Kerinci yang masuk dalam daftar wilayah pemilihan yang bergejolak terpotret dalam beberapa kali penyelenggaraan pemilihan di kabupaten ini.
Rekam ingatan yang kuat terpatri pada pilkada bupati tahun 2014 yang menyisakan trauma mendalam.
Kala itu, salah satu kubu pendukung pasangan calon menolak hasil perhitungan suara yang memenangkan kubu pasangan lainnya.
Kerusuhan tidak terhindarkan yang menyebabkan beberapa korban terluka dan bangunan rumah terbakar.
Kubu pasangan calon Adirozal-Zainal melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas hasil perhitungan suara dan dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilihan.
Sengkarut pilkada ini akhirnya terselesaikan dengan terbitnya putusan MK yang memenangkan pasangan Adirozal-Zainal sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kerinci.
Tiga wilayah politik
Selain keindahan bentang alamnya, sejak lama Kerinci juga dikenal sebagai daerah dengan kekayaan kultural.
Secara geografis, Kerinci terbagi atas kelompok masyarakat yang memiliki karakter beragam.
Masyarakat Kerinci mengenal tiga pembagian wilayah, yaitu Kerinci Mudik (hulu), Kerinci Tengah, dan Kerinci Hilir.
Setiap wilayah itu memiliki kecenderungan karakter masyarakat yang berbeda.
Tiga pembagian wilayah ini tidak terlepas dari sejarah Kerinci masa lalu yang hanya terbagi atas tiga kecamatan besar.
Seiring dengan berkembang pesatnya mobilitas masyarakat dan tata pemerintahan, kini Kerinci terbagi dalam 16 kecamatan.
Namun, perkembangan tersebut tidak menyurutkan pemahaman akan nilai budaya bagi masyarakat Kerinci.
Wilayah Kerinci Mudik yang terdiri dari empat kecamatan, yaitu Kecamatan Sulak, Sulak Mukai, Gunung Kerinci, dan Kayu Aro, dihuni masyarakat dengan karakter yang homogen. Masyarakatnya cenderung memiliki karakter yang keras dan fanatik.
Meski demikian, masyarakat di wilayah Kerinci Hulu ini heterogen dalam aspek pendidikan, pekerjaan, dan tingkat perekonomian.
Wilayah di Kerinci Tengah meliputi Kecamatan Air Hangat, Air Hangat Barat, Air Hangat Timur, dan Depati Empat.
Sementara wilayah Kerinci Hilir meliputi enam kecamatan, yaitu Kecamatan Batang Merangin, Danau Kerinci, Sitinjau Laut, Gunung Raya, Bukit Kermang, dan Keliling Danau.
Secara umum, semakin ke hilir kecenderungan tatanan sosial masyarakat kian terbuka dan beragam.
Hal ini terlihat pada wilayah Kerinci Hilir yang struktur sosialnya heterogen dan terjadi banyak percampuran budaya dari pendatang, seperti dari suku Jawa dan Minang.
Karakter sosial dari setiap wilayah tersebut juga dipengaruhi oleh karakter kesukuan. Budayawan Iskandar Zulkarnain menjelaskan bahwa masyarakat Kerinci terbagi dalam banyak suku.
Dua suku yang paling besar adalah suku Sulak dan Sumurup. Selain itu, setidaknya terdapat 136 dialek bahasa yang digunakan orang Kerinci dalam berkomunikasi.
”Budaya Kerinci bagitu kaya. Bahkan, beberapa ahli sejarah berpendapat suku dan peradaban Kerinci termasuk yang paling tua di dunia, berumur ratusan ribu tahun yang dibuktikan dari beberapa temuan benda dan fosil purba,” kata Iskandar.
Di Kerinci, tidak mudah untuk memisahkan kelekatan antara budaya dan cara berpolitik masyarakatnya.
Kedua hal tersebut saling terkait erat dan memengaruhi. Bahkan, dalam setiap kali pemilihan kepala daerah ada syarat tidak tertulis yang ”wajib” dipenuhi, yaitu keterwakilan dari dua suku besar asli Kerinci, Sulak dan Sumurup.
Delegasi sektoral
Dalam Pilkada 2018, tiga pasangan calon yang maju merupakan keterwakilan suku Sumurup dan Sulak. Pasangan Monadi-Edison merupakan wakil dari suku Sulak yang berafiliasi pada wilayah Kerinci Mudik.
Sementara pasangan Adirozal-Ami Taher didapuk sebagai wakil dari suku Sumurup dan Kerinci Tengah.
Kubu Zainal Abidin-Arsal digadang mewakili rakyat wilayah Kerinci Hilir.
Meski telah terbagi dalam teritori politik yang berbeda, usaha untuk menarik suara dari wilayah lumbung suara lawan tetap dilakukan.
Gerilya politik dari setiap pasangan calon untuk memaksimalkan dukungan masyarakat luar wilayah lumbung suara kian terlihat.
Sebut saja ketika pasangan Adirozal-Ami yang mendapat deklarasi dukungan dari masyarakat di wilayah Kerinci Hilir.
Hal yang sama juga terjadi pada pasangan Monadi-Edison yang juga melakukan pendekatan kepada masyarakat Kerinci Hilir. Pasangan Zainal-Arsal pun tidak mau ketinggalan untuk bersosialisasi dengan masyarakat di Kerinci Mudik.
Wilayah Kerinci Hilir menjadi sasaran utama perebutan suara. Selain karena karakter masyarakatnya yang lebih terbuka, jumlah pemilih di wilayah ini juga tergolong besar.
Berdasarkan data pemilihan gubernur tahun 2015, jumlah pemilih di wilayah hilir ini mencapai 37 persen dari total pemilih di Kabupaten Kerinci.
Dengan segala strategi pemenangan yang ditempuh, kontestasi pada pilkada Kabupaten Kerinci harus tetap berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku, tanpa mengedepankan agresivitas, apalagi sampai anarkis.
Ketua KPU Kabupaten Kerinci Afdhal Pebrianto mengatakan, jika dilihat dari perspektif edukasi politik, masyarakat Kerinci sebenarnya tergolong melek politik.
Namun, hal tersebut belum menyentuh tataran yang substansial. Masyarakat Kerinci seharusnya dapat belajar lebih banyak dan membentuk mental berdemokrasinya setelah melewati beberapa kali pengalaman pemilihan umum.
”Semua pihak diharapkan dapat bekerja sama dalam menjaga pilkada yang kondusif. Hal itu karena tidak mudah melakukan rekonsiliasi jika konflik terjadi,” katanya.
Imbauan ini tidak hanya bagi pihak keamanan dan masyarakat saja. ”Kepada calon bupati pun kita menyampaikan agar dapat menerima hasil pemilihan dengan legawa dan meredam massa pendukungnya,” ujar Afdal.
Pilkada bukan semata menjadi ajang untuk mempertaruhkan eksistensi kelompok atau adu kuat ego sektoral.
Pilkada harus menjadi momentum mempererat persatuan serta pembelajaran politik dan berdemokrasi bagi masyarakat Kerinci. (LITBANG KOMPAS)