Tegangnya Ikuti Perburuan Penyelundup di Selat Malaka
Setelah beberapa kali perubahan rencana, jadwal peliputan dan pemuatan berita bertema penyelundupan di Selat Malaka akhirnya matang. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengizinkan empat wartawan Kompas, yaitu Zulkarnaini Masry, Ismail Zakaria, Nikson Sinaga, dan fotografer Rony Arianto Nugroho, untuk mengikuti operasi patroli laut BC dengan sandi Jaring Sriwijaya.
Dalam diskusi persiapan mengikuti patroli, Kepala Sub-Direktorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Deni Surjantoro mewanti-wanti bahwa selama di kapal tidak ada sinyal telepon seluer. Jadi, kru Kompas harus beradaptasi. Berlayar harus dinikmati sebagai cara melarikan diri dari hiruk pikuk dunia luar.
Operasi patroli BC berlangsung selama 18 hari. Namun, Kompas diperbolehkan berlayar sampai kapal berlabuh untuk mengisi bahan bakar. Biasanya, stok BBM habis setelah lima hari perjalanan. Kapal dapat pula mendarat lebih cepat apabila tim patroli menemukan kapal penyelundup.
Patroli itu rutin diselenggarakan setiap tahun untuk mencegah penyelundupan barang ke Indonesia. Selama ini, Selat Malaka menjadi jalur penyelundupan favorit berbagai barang ilegal mulai dari pakaian bekas, bahan kebutuhan pokok, hingga narkotika.
Operasi Jaring Sriwijaya sering dilaksanakan menjelang bulan Ramadhan. Waktu itu dipilih karena terdapat peningkatan permintaan sejumlah barang, terutama bahan kebutuhan pokok seperti beras dan bawang merah.
Peluang itu dimanfaatkan penyelundup untuk mendatangkan barang-barang dimaksud dari negara tetangga. Harga beberapa komoditas di Malaysia dan Thailand dapat jauh lebih murah dibandingkan di Indonesia. Disparitas harga menjadi pemicu penyelundupan itu.
Tanggal 2 Mei 2018, semua kru Kompas sudah berada di Tanjung Balai Karimun yang merupakan titik awal keberangkatan. Tanggal 3 Mei, jadwal operasi laut akan dimulai.
Zulkarnaini, yang lebih akrab disapa Ain, berada di kapal patroli BC30005 yang berlayar menuju perairan Aceh. Nikson, atau Nsa, bersama Rony (Ron) menaiki kapal BC20005 ke perairan Sumatera Utara. Adapun Ismail (Zak) naik kapal BC5002 dengan tujuan paling dekat, yaitu perairan Riau.
Pelayaran menuju perairan Aceh merupakan rute terjauh. Jaraknya mencapai 370 mil atau 595 kilometer. Ain bersama tim BC30005 beranggotakan 24 orang berangkat terlebih dahulu. Mereka menggunakan kapal terbilang baru, buatan Lampung, yang terbuat dari logam. Kapal itu lebih canggih daripada BC20005 dan BC5002.
Sebaliknya, Zak mengungkapkan, BC5002 yang dinaikinya merupakan kapal tertua milik Pangkalan Sarana Operasi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Khusus Kepulauan Riau. Kapal itu masih terbuat dari kayu. Mesinnya sudah tidak dapat berfungsi maksimal sehingga hanya mampu dipacu 10-12 knot, dari kecepatan tertinggi awalnya 20 knot. Makanya, kapal beranggotakan 15 awak itu lebih banyak dipakai untuk patroli rute pendek.
Jangkauan radar kapal BC30005 juga merupakan yang terbaik dengan kemampuan bacaan sejauh 64 mil atau sekitar 103 kilometer. Bandingkan dengan kapal BC20005 dan BC5002 yang memiliki jangkauan radar hanya 12 mil atau sekitar 20 kilometer.
Kapal BC30005 dinakhodai oleh Kapten Johni Chandra, komandan patroli M Jauhari, dan juru mesin Hadi. Para anak buah kapal umumnya anak muda yang baru beberapa tahun bergabung dalam tim Bea dan Cukai.
Kru kapal yang tidak kalah penting adalah juru masak Yurizal, Gunawan, dan Sugeng. Di tangan mereka, suasana hati awak kapal menyangkut perut sepanjang perjalanan akan ditentukan. Dengan menu yang sehat dan enak, tim patroli dapat menjalankan tugas dengan tenang.
”Menu yang tersedia enak. Ada pecel lele, rendang, sayur, ikan, dan buah-buahan,” kata Ain.
Usai shalat Maghrib, Kapten Johni meminta semua kru berkumpul di ruang pertemuan. Dia memberikan pengarahan. ”Kita di sini adalah tim. Kerja sama akan menentukan keberhasilan. Semua aturan di kapal ini harus dipatuhi,” kata Johni.
Salah satu aturannya, semua kru dilarang mandi dan cuci pakaian selama dalam pelayaran. Sebab, ketersediaan air hanya 7 ton untuk seminggu pelayaran. Air hanya untuk kebutuhan buang hajat, wudu, dan sikat gigi. Untungnya, kata Ain, ia hanya berlayar selama dua hari sehingga jadwal mandinya tidak terlalu terganggu.
Di kapal lain, Nikson dan Rony harus merelakan diri tidak mengguyur badan selama tiga hari. Acara mandi gembira baru diumumkan setelah kapal lego jangkar di sekitar Pulau Berhala, perairan Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Sabtu (5/5/2018). Pulau berdiameter sekitar 2 kilometer itu merupakan salah satu pulau terluar Indonesia.
”Kami diberi kesempatan mandi di kamar mandi kapal. Namun, tidak disarankan mandi di laut karena arus sedang kencang. Kedalaman air di sekitar kapal mencapai 15 meter,” kata Nikson.
Menurut nakhoda kapal BC 20005, Yanto Eryanto, air yang dipakai buat mandi disaring dari penyulingan air laut dengan mesin di kapal. Namun, penyulingan hanya dapat dilakukan pada perairan yang jernih.
Di luar aturan soal mandi, saat pemeriksaan kapal target atau yang dicurigai, semua kru harus bangun. Tidak boleh ada yang tidur. Pakaian wajib yang dikenakan adalah seragam BC.
Namun, kalau tidak ada kapal yang dicurigai, suasana yang awalnya nyaman dengan cepat berubah menjadi membosankan. Harus ada upaya mengusir bosan untuk membunuh waktu. Nsa, misalnya, mengunduh belasan cerpen sebelum berangkat untuk bahan bacaan di kala senggang. Namun, ternyata hanya tiga yang dapat dibaca.
Ron membawa ukulele sebagai alat musik pengusir sepi. Memetik ukulele di laut tenang dengan pemandangan indah semburat senja perairan Bagan Siapi-api jelas merupakan pengalaman yang tidak akan terlupakan.
Zak sebelum berangkat memasang sejumlah aplikasi permainan (gim) yang tidak membutuhkan jaringan internet atau bisa dimainkan luring (offline). Ketika tidak ada kegiatan, ia membenamkan diri bermain gim.
Namun, kata Zak, ada kalanya mereka mendapat sinyal telepon atau internet. Terutama ketika kapal berada dekat dengan daratan berpenghuni. Dalam kondisi itu, kebanyakan orang di kapal langsung berkumpul di geladak. Kalau di kamar bawah, sinyal tidak ada lagi. Sinyal itu seperti barang mewah. Semua orang memanfaatkannya untuk menelepon atau berkirim pesan.
Para awak kapal BC sudah punya cara sendiri untuk mengusir rasa bosan. Saat jam istirahat, mereka biasa melakukan hal-hal menghibur, mulai dari menonton film, mendengar musik, bermain Playstation, atau mengemil. Mereka juga memancing atau memasang perangkap ikan saat kapal lego jangkar.
Di pagi hari, kru BC 20005 kerap memutar musik dangdut di ruang pertemuan. Puluhan lagu dari Nella Kharisma dan Via Vallen menggoyang semangat para kru.
Kisah badai mengguncang juga dialami NSA dan Ron ketika kapal melewati Selat Bengkalis pada Jumat siang. Di perairan itu, gelombang cukup tinggi dan disertai angin kencang.
Ternyata kru fasih mengikuti lagu Nella berjudul ”Jaran Goyang”, ”Konco Mesra”, atau ”Bojo Galak”. Mereka juga senang dengan lagu Via Vallen seperti ”Ditinggal Rabi”, ”Jerit Atiku”, atau ”Ra Jodo”. ”Ini ungkapan hati kami yang terdalam,” kata Krisna Yudianto, mualim kapal BC20005 sambil tertawa.
Namun, suasana nyaman di kapal dapat cepat berubah tatkala cuaca buruk melanda. Ain mengatakan, menjelang shalat Subuh, Jumat, badai menerjang kapal. Ketinggian ombak mencapai 3 meter. Kepala langsung terasa pusing dan perut mual.
”Saya yang semula tidur di kamar paling depan pindah ke mushala di buritan. Di depan goyangan dan suara gelombang sangat terasa. Lebih satu jam kapal kami dihantam badai,” tutur Ain.
Kisah badai mengguncang juga dialami NSA dan Ron ketika kapal melewati Selat Bengkalis pada Jumat siang. Di perairan itu, gelombang cukup tinggi dan disertai angin kencang. Guncangan di atas kapal terasa begitu kuat.
”Setelah beberapa jam, saya dan Rony merasa pusing. Kami keluar dari dek dan duduk di teras buritan kapal. Namun, guncangan justru semakin kuat sehingga kami mabuk laut,” tutur Nikson.
”Perairan di Bengkalis memang salah satu perairan dengan ombak paling tinggi di Selat Malaka,” ujar Krisna menjelaskan.
Lain lagi cerita Zak. Selama berlayar di kapal BC5002 tidak ada badai dan angin kencang. Namun, buaian ombak tetap mampu mengayun kapal. Goyangan semakin terasa pada saat berbaring di atas bunkbed atau tempat tidur bertingkat di kamar bawah. Dipannya berukuran panjang sekitar 1,5 meter dan lebar 50 sentimeter.
”Selama lima hari berlayar, saya berusaha tidak masuk angin. Meski orang-orang BC mengatakan, ”Kalau mual atau mau muntah, keluarin saja, jangan malu-malu.” Namun, buat saya lebih baik tidak mabuk laut. Malu dong. ”Beruntung, saat turun pada Senin (7/5/2018) siang (hari kelima), saya berhasil melawan mabuk laut,” kata Zak.
Tangkap penyelundup
Setelah berlayar selama satu hari satu malam, target penangkapan kapal penyelundupan mulai terlihat. Pada Jumat (4/5/2018) sekitar pukul 21.00, radar kapal BC30005 memberi sinyal adanya kapal lain.
Kapten Johni menduga itulah kapal target yang menyelundupkan barang ilegal dari luar negeri. Kapal itu berjarak 2 mil dari kapal patroli yang tengah berlayar sekitar 16 mil dari pantai Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh.
”Kejar,” perintah Kapten Johni kepada juru mudi.
Saat kapal BC mendekati sasaran, kapal kayu itu langsung memutar haluan. Johni semakin yakin, itulah kapal target sesungguhnya. Sebelumnya ia memang sudah mendapatkan laporan intelijen bakal ada kapal penyelundup melewati perairan Selat Malaka menuju Aceh Tamiang.
Sebuah lampu sorot menembak lambung kapal kayu. Terlihat beberapa anak buah kapal kaget mengetahui kehadiran petugas. Pada lambung kapal kayu itu terdapat tulisan KM Doa Ibu III 24 GT.
Petugas dengan sigap melompat ke kapal target. Mereka menggeledah barang bawaan dan dokumen pelayaran. Kecurigaan ternyata benar. Kapal itu membawa barang selundupan minyak goreng, tepung, kurma, dan pewarna kuku dengan muatan mencapai 24 ton. ”Tidak ada manifes. Ini barang ilegal,” kata Johni.
Enam anak buah kapal pasrah ditangkap petugas. Mereka dibawa masuk ke dalam kapal patroli. Kapal Doa Ibu III dibawa petugas ke Pelabuhan Belawan, Medan, untuk proses hukum.
Persoalan ekonomi selalu menjadi alasan pelaku menyelundupkan barang ilegal.
HS (32), tekong di kapal penyelundup itu, mengaku barang yang mereka bawa milik seseorang warga Aceh Tamiang. Mereka ditugaskan mengambil barang di Malaysia dan membawa ke Aceh Tamiang dengan upah Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta per orang. Ini kali keempat HS menyelundupkan barang, tetapi baru sekali ditangkap Bea dan Cukai.
HS berharap negara memberikan keringanan hukuman sebab dia memiliki tanggung jawab menafkahi anak dan istri. ”Di kampung tidak ada pekerjaan,” kata HS.
Persoalan ekonomi memang selalu menjadi alasan pelaku menyelundupkan barang ilegal. Selama berada di kapal petugas, HS dan awak kapalnya diberikan makanan, minum, dan rokok. Mereka diperlakukan dengan baik.
Ain pun ikut berlayar menuju Belawan bersama para tersangka penyelundupan. Karena sudah berhasil menemukan target kapal penyelundup, Ain turun di Belawan.
Beberapa hari kemudian, Ain mendapat kabar lagi bahwa kapal BC30005 kembali menangkap dua kapal penyelundup, yakni kapal Doa Ibu IV dan Satrio III. Kapal itu membawa bawang merah dan bibit tanaman hias. Sebanyak 11 ABK ditahan. Kedua kapal itu dibawa ke Pelabuhan Kuala Langsa, Aceh, untuk diproses hukum.
Di kapal BC5002, beberapa kapal target sempat dikejar. Pada Sabtu (5/5/2018) pukul 23.15, sirene berbunyi keras pertanda ada target kapal penyelundup yang dikejar. Seketika, awak kapal yang tengah beristirahat di kamar bawah bangkit dari tempat tidur.
Zak pun ikut terbangun. Ia langsung menyambar kamera dan kemudian bergegas menuju geladak. Di situ terlihat sebuah kapal kayu bernama Kapal Layar Motor (KLM) Bulan Purnama bergerak pelan mendekat ke kapal BC5002. Petugas langsung menyiapkan bantalan penahan di dinding kapal patroli untuk mencegah kerusakan saat dua kapal berbenturan ketika merapat.
Awak kapal langsung membagi tugas. Ada yang mengambil berkas kapal dan yang lain memeriksa muatan. Zak memutuskan berdiri di buritan untuk mendapatkan sudut foto lebih lebar sehingga kedua kapal dapat berada dalam satu bingkai.
Sambil mengambil momen foto, Zak tetap berjaga-jaga. Tebersit kekhawatiran karena ia sering mendengar cerita kenekatan penyelundup melawan petugas. Bahkan tidak jarang penyelundup menyerang dengan senjata api.
Untungnya kekhawatiran itu tidak terjadi. Sekitar 30 menit, KLM Bulan Purnama sudah diperbolehkan melanjutkan perjalanan. Di kapal pengangkut tebu itu, tidak ditemukan barang-barang mencurigakan. Berkasnya juga lengkap.
Selama lima hari berlayar bersama kapal BC5002, kata Zak, belum ada kapal penyelundup ditemukan. Walaupun ada kapal yang dihentikan, dilepas kembali seperti KLM Bulan Purnama.
”Saya mencatat patroli BC menghentikan kapal nelayan, kapal pengangkut sawit, dan kapal pengangkut minyak tanah. Namun, semuanya diizinkan melanjutkan perjalanan karena dokumen lengkap dan tidak ditemukan barang-barang mencurigakan,” ujar Zak.
Kapal yang dinaiki NSA dan Ron juga kurang beruntung. Tidak ada penemuan kapal penyelundupan yang ditangkap selama mereka berlayar.
...pencegahan penyelundupan tak lagi sekadar adu kecepatan kapal di laut, tetapi sudah sampai pada adu strategi dan taktik antara penyelundup dengan tim Bea dan Cukai.
Sempat sebuah pesan masuk ke telepon satelit menginformasikan dugaan kapal akan masuk di sekitar perairan Tanjungbalai. Kapal BC20005 pun mengejar. Namun, hingga Senin (7/5/2018) pagi, atau setelah lima hari berlayar, tidak juga ada kapal tangkapan.
”Patroli memang tidak hanya untuk menangkap kapal. Yang paling utama untuk mencegah kapal penyelundup masuk,” kata Yanto.
Persamaan yang dirasakan kru Kompas saat patroli dengan kapal BC, mereka harus menyesuaikan diri dengan awak kapal. Ketika istirahat pun harus tetap siaga. Setiap sirene berbunyi, harus ikut terbangun bersama awak lainnya. Oleh karena itu, semua peralatan dokumentasi, seperti kamera atau ponsel pintar, harus siaga. Ketika saatnya dibutuhkan, tidak perlu mencari-cari lagi.
Selama lima hari berada di laut, hal penting yang dipelajari kru Kompas adalah belajar tentang kesabaran. Seperti kata Raja, nakhoda kapal BC5002, pencegahan penyelundupan tak lagi sekadar adu kecepatan kapal di laut, tetapi sudah sampai pada adu strategi dan taktik antara penyelundup dengan tim Bea dan Cukai. Kesabaran untuk menunggu dan mencari kapal target adalah kunci utama.
Perjalanan itu juga memberi gambaran betapa sulitnya menjaga perbatasan laut Nusantara. Laut itu sangat luas meski hanya terlihat sejengkal di atas peta. Pemberantasan penyelundupan adalah operasi penuh tantangan dan risiko.