SURABAYA, KOMPAS – Universitas Surabaya, Jawa Timur, bekerja sama dengan PT Kalbe Farma TBk dan Hanbang Bio (Universitas Kyung Hee) dari Korea Selatan, mendirikan Laboratorium Teknologi Kultur Jaringan di Fakultas Teknobiologi, Universitas Surabaya. Laboratorium ini diharapkan mampu mengembangkan teknologi kultur jaringan untuk mengembangkan bahan baku obat-obatan dari dalam negeri.
Peresmian Laboratorium Teknologi Kultur Jaringan dilakukan oleh Direktur Pengembangan Teknologi Industri, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Hotmatua Daulay, Rabu (18/7/2018). Hadir juga dalam peresmian tersebut Rektor Universitas Surabaya Joniarto Parung, Presiden Direktur Hangbang Bio Deok-Chun Yang, Presiden Direktur PT Kalbe Farma Vidjongtius, dan Presiden Direktur PT Bintang Toedjoe Simon Jonatan.
Laboratorium Teknologi Kultur Jaringan menjadi tempat bagi mahasiswa Universitas Surabaya untuk melakukan riset dan pengembangan teknik kultur jaringan untuk tanaman obat jenis umbi-umbian seperti ginseng dan jahe merah. Pendirian laboratorium di kampus tersebut diharapkan mampu memaksimalkan potensi peneliti di Universitas Surabaya agar bisa menghasilkan produk yang siap dikomersialkan.
Adapun kerja sama di antara ketiga institusi tersebut berupa penyediaan gedung dari Universitas Surabaya, transfer teknologi dari Hanbang Bio,induk perusahaan Universitas Kyung Hee, Korea Selatan, serta penyediaan alat-alat laboratorium serta peneliti kultur jaringan dari Kalbe.
Investiasi awal untuk penyediaan alat-alat laboratorium mencapai Rp 6 miliar. Tahap pengembangan selanjutnya, Kalbe dan anak perusahaannya, PT Bintang Toedjoe akan menginvestasikan dana mencapai Rp 200 miliar untuk pengembangan produk.
“Laboratorium kultur jaringan ini merupakan bentuk komitmen Kalbe dalam mendukung terciptanya industri farmasi yang terintegrasi, khususnya dalam hal kemandirian bahan baku produk yang selama ini sebagian besar masih impor,” ujar Vidjongtius.
Kultur jaringan adalah metode perbanyakan vegetatif dengan menumbuhkan sel, organ, atau bagian tanaman dalam media buatan secara steril dengan lingkungan yang terkendali. Tanaman bisa dikembangkan melalui teknik kultur jaringan jika memiliki sifat titopotensi, yakni kemampuan sel untuk beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Mengembangkan ginseng
Pada tahap awal, laboratorium ini diharapkan mampu menciptakan ginseng yang bisa ditanam di tanah air. Sebab, selama ini tanaman ginseng yang menjadi bahan baku obat-obatan masih diimpor karena hanya bisa tumbuh di negara lain, seperti Korea dan China. Dengan adanya penelitian tentang ginseng yang didukung dengan laboratorium dan sumber daya memadai, diharapkan mampu membuat tanaman ginseng yang bisa tumbuh di tanah air melalui teknik kultur jaringan.
“Setelah ginseng, pengembangan berikutnya adalah jahe merah karena kebutuhan untuk bahan baku obat-obatan sangat besar. Setiap tahun, lebih dari 50 ton jahe merah dan ginseng diimpor dari China, India, dan Korea Selatan,” ucap Vidjongtius.
Simon mengatakan, Laboratorium Teknologi Kultur Jaringan yang berada di Universitas Surabaya merupakan laboratorium ketiga yang dimiliki PT Bintang Toedjoe. Laboratorium tersebut adalah satu-satunya laboratorium untuk penelitian dan pengembangan yang berada di luar pabrik.
Yang menambahkan, Universitas Kyung Hee siap melakukan transfer teknologi dengan Universitas Surabaya dalam pengembangan ginseng. Adapun hingga saat ini, lebih dari 120 produk sudah dihasilkan oleh Hanbang Bio dari tanaman ginseng.
Menurut dia, selama ini banyak orang mengira bahwa ginseng hanya bisa dibudidayakan di Korea Selatan. Namun, dengan penelitian dari kedua universitas itu, ginseng nantinya akan bisa ditanam dan dikembangkan di Indonesia melalui pengembangan teknologi.
"Tidak menutup kemungkinan tanaman asli Indonesia lainnya juga dikembangkan bersama Hanbang Bio karena kami sangat terbuka untuk menjembatani riset kolaborasi lainnya," tutur Yang.
Menurut Joniarto, kerja sama ini merupakan salah satu wujud dalam membangun sinergi antara akademisi dan industri. Pihaknya menyambut baik kerja sama yang sudah direncanakan sejak tujuh tahun lalu tersebut demi kemandirian bahan baku obat yang selama ini masih bergantung dari impor.
Menurut Hotmatua, Kemenristek Dikti berharap makin banyak perusahaan yang membangun kemitraan dengan dunia kampus untuk membangun laboratoriumnya di kampus. Bentuk kerja sama antara akademisi, bisnis, pemerintah, dan masyarakat seperti ini diharapkan mampu menghasilkan hasil riset berorientasi pada hilirisasi produk.