Melihat Sisi Lain Kompleks Olahraga Jakabaring, Palembang
Oleh
Syahnan Rangkuti
·4 menit baca
Saat ini, Kota Palembang, Sumatera Selatan, sedang menjadi sorotan mata internasional. Maklum, kota di selatan Pulau Sumatera ini menjadi tuan rumah pesta olahraga terbesar di Asia atau Asian Games yang dilaksanakan di Jakarta dan Palembang.
Menyebut Palembang dalam kaitan Asian Games pasti membicarakan Jakabaring. Jakabaring adalah kawasan olahraga seluas 400 hektar di Kota Palembang, yang di dalamnya terdapat belasan arena yang bakal menjadi lokasi pertandingan 10 cabang olahraga mulai 18 Agustus mendatang.
Kompleks Jakabaring didesain sebagai kawasan olahraga satu hamparan yang menyatu dalam sebuah ekosistem asri di antara arena olahraga. Lingkungan di sekitar arena telah ditutupi vegetasi pepohonan rimbun sehingga memancarkan kesejukan alamiah meski cuaca di luar sedang panas terik musim kemarau.
Kawasan Jakabaring patut disebut sebagai kompleks olahraga paling lengkap di Indonesia, bahkan melebihi Gelora Bung Karno (GBK) di Jakarta. Jumlah pertandingan cabang olahraga yang dapat dilaksanakan di sana dapat lebih banyak dari GBK.
Lingkungan Jakabaring Sport City (JSC) itu juga lebih asri, dan sangat layak menjadi obyek wisata Kota Palembang. Ikon utama Jakabaring adalah danau buatan yang akan menjadi arena pertandingan cabang dayung. Danau yang berada di bagian ujung kompleks sungguh indah dan enak dipandang mata. Airnya biru jernih dan kedalamannya mencapai 5 meter.
Sungguh tidak disangka, lokasi yang dulunya bekas rawa-rawa berair keruh itu dapat berubah menjadi danau indah berair bening. Seluruh kawasan Jakabaring sebenarnya berada di atas rawa-rawa yang diuruk. Pada 20 tahun lalu Jakabaring merupakan daerah yang tidak berpenghuni dan rawan kejahatan bagi warga yang melintas. Orang Palembang mengatakan, Jakabaring adalah tempat jin buang anak.
Lokasi yang dulunya bekas rawa-rawa berair keruh itu dapat berubah menjadi danau indah berair bening.
Sementara jalan akses di dalam kompleks Jakabaring sudah tertata rapi dengan hiasan rumput hijau dan pepohonan rimbun. Namun, ada yang lebih spesial, yaitu sebuah taman di sisi kanan Stadion Gelora Sriwijaya yang tidak jauh dari pintu masuk utama. Meski tidak terlalu luas, taman itu terlihat indah.
Lokasi itu awalnya dinamakan Taman Teknologi Pangan tatkala Palembang menjadi tuan rumah Hari Pangan Sedunia pada 2015. Di dalamnya terdapat tanaman obat-obatan, buah-buahan, sayuran, dan bunga-bungaan. Susunannya di bagian depan terdapat hamparan bunga, sedangkan di bagian dalam terdapat sayuran dan buah-buahan.
Setelah hari pangan selesai, taman itu tetap dipertahankan. Setiap hari, enam orang bekerja merawat bunga-bunga di sana. Di dalam taman itu terdapat berbagai kembang cantik yang mencolok berwarna merah, kuning, jingga dari kelompok kembang kertas (Zinnia elegans dan Zinnia peruviana), marigold (Tageles E), dan beberapa kembang lainnya. Di jalur pintu masuk terdapat tanaman merambat jenis labu madu yang sedang berbuah lebat.
Sabar (37) dan Harjo (45) adalah dua dari enam pekerja taman yang setiap hari merawat dan memelihara tanaman. Pada Senin (13/8/2018), kedua lelaki yang orangtuanya berasal dari Jawa itu memotong bunga-bunga kertas yang sudah layu.
”Sebenarnya bunga (kertas) ini mulai mekar dua bulan lalu, tetapi sampai sekarang masih berbunga lebat. Bulan lalu, pemandangan di taman ini jauh lebih indah,” kata Sabar.
Untuk merawat taman di dalam kompleks Jakabaring jauh lebih rumit karena skalanya sangat luas. Pada saat tidak ada kegiatan besar seperti Asian Games, dibutuhkan 300 pekerja untuk membersihkan sampah dan merawat tanaman.
Menurut Sarmaina (56), salah seorang pekerja taman yang sudah bekerja di sana sejak sembilan tahun lalu, sekarang ini pekerja taman sudah ditambah 150 orang lagi sehingga total pekerja 450 orang.
”Dulu kami dibayar Rp 25.000 per hari, sekarang sudah Rp 85.000 per hari. Lumayan buat tambahan keluarga,” kata Sarmaina.
Namun, untuk membuat taman-taman di sana lebih bagus lagi, masih dibutuhkan tambahan setidaknya puluhan tenaga khusus lainnya. Masih ada beberapa sudut yang belum disentuh dan terlihat kumuh, terutama di arena yang baru dibangun.
Pekerja taman juga mengurusi sejumlah toilet yang ada di dalam kompleks Jakabaring. Toilet di sana bersih, kering, dan berlantai marmer.
Melihat keasrian Jakabaring, sudah sepatutnya kita memberikan penghargaan kepada orang yang membangun dan merencanakannya. Membuat sebuah kawasan rawa kumuh menjadi lokasi olahraga kelas dunia bukanlah sebuah pekerjaan mudah. Bravo Jakabaring.