Pengangguran Terbuka Angkatan Kerja Muda Tergolong Tinggi
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak 2010, tingkat pengangguran terbuka angkatan kerja muda berada di atas tingkat pengangguran terbuka nasional. Tingkat pengangguran terbuka nasional pada Februari 2018 sebesar 5,13 persen, sedangkan tingkat pengangguran terbuka kaum muda berusia 15-19 tahun mencapai 17,78 persen, dan tingkat pengangguran terbuka kaum muda berusia 20-24 tahun sebesar 15,82 persen.
”Proporsi kaum muda Indonesia yang tidak bekerja, sekolah, atau pelatihan (NEET) dua kali lebih besar dari Malaysia dan Thailand dan hampir tiga kali Vietnam. NEET kaum muda Indonesia sebagian besar terdiri dari perempuan. Pada 2015, sekitar 18 persen perempuan muda tidak aktif secara ekonomi di Indonesia,” tutur Pungky Sumadi, Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, Selasa (15/8/2018) di Jakarta.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, kaum muda berusia 18-34 tahun yang kurang mampu secara ekonomi dan rentan diskriminasi sosial, seperti perempuan dan kaum difabel, akan diberi bantuan melalui program Strengthening Coordination for Inclusive Workforce Development in Indonesia (SINERGI) dalam mewujudkan ketenagakerjaan yang inklusif di Indonesia, serta pengurangan kemiskinan dan pengangguran.
Selain menggelar program pelatihan kepada kaum muda itu, koordinasi di antara pemangku kepentingan utama, seperti pemerintah, sektor swasta, institusi pelatihan, lembaga swadaya masyarakat, dan kaum muda, perlu dikuatkan secara terstruktur.
Program SINERGI merupakan proyek kerja sama antara Rajawali Foundation dan Pusat Transformasi Kebijakan Publik (Transformasi).
Program yang dilaksanakan pada Oktober 2017 hingga Desember 2018 itu menyasar 400 kaum muda kurang mampu secara ekonomi dan rentan diskriminasi sosial di empat daerah, yaitu Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Demak.
”Proyek ini tidak menutup kesempatan untuk daerah lain di Indonesia. Target akhir proyek ini adalah menyasar 200.000 kaum muda kurang mampu dan rentan diskriminasi sosial di enam provinsi Indonesia. Program ini membekali kaum muda itu sesuai dengan minat, bakat, dan kebutuhan pasar kerja,” ujar Agung Binantoro, Direktur Rajawali Foundation sekaligus Direktur Program SINERGI.
Program tersebut memberikan pelatihan yang meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anak-anak muda itu. Dengan begitu, mereka bisa menjadi lebih kompetitif ketika memasuki dunia kerja. Pelatihan itu disesuaikan dengan latar belakang serta ketertarikan mereka.
Proyek tersebut disosialisasikan kepada pemerintah, pihak swasta, dan kaum muda pada acara Dialog Nasional tentang Ketenagakerjaan Inklusif di Indonesia yang digelar pada Selasa, di Jakarta.
”Dialog ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan penyadaran kepada pihak terkait tentang ketenagakerjaan inklusif serta upaya pengurangan kemiskinan dan pengangguran,” lanjut Agung.
Bambang Satrio Lelono, Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan, berharap, program ini juga dapat membantu mengembangkan kebijakan pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka meningkatkan akses informasi dan pelatihan kerja yang berkualitas.
Koordinasi itu diwujudkan melalui forum diskusi Kelompok Aksi (Poksi). Forum itu memiliki 25 anggota dari pemerintah, dunia usaha, dan kaum muda untuk mendiskusikan tentang program ketenagakerjaan inklusif itu. Poksi berpusat di Provinsi Jawa Tengah dan mendampingi empat kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Demak, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang, dan Kota Semarang.