Pembinaan Bola Tangan Indonesia Perlu Mencontoh Thailand
JAKARTA, KOMPAS — Kekalahan telak tim bola tangan putri Indonesia dari Thailand, 34-16, pada babak penyisihan Asian Games 2018 di GOR Popki, Cibubur, Jakarta, Kamis (16/8/2018), menguak sejumlah kekurangan dalam pembinaan olahraga tersebut. Selain belum populer, pembinaan olahraga ini pun belum terstruktur.
Pelatih tim nasional bola tangan putri, Abdul Kadir, seusai laga mengakui, kekuatan timnya jauh di bawah Thailand. Bukan hanya dari materi pemain, melainkan juga terkait pembinaan.
Menurut dia, bola tangan di Thailand sudah memasyarakat selama puluhan tahun. Pembinaannya juga tidak hanya dilakukan melalui klub-klub profesional, tetapi juga melalui sekolah.
”Di setiap sekolah dari sekolah dasar hingga universitas, disediakan lapangan dan organisasi pembinaan bola tangan,” ujar Abdul. Oleh karena itu, selama periode pemusatan latihan, timnya pun melakukan pertandingan uji coba dengan klub-klub di Thailand.
Sementara itu, di Indonesia, bola tangan baru dikenal enam tahun belakangan. Sebelumnya, cabang ini ada di bawah cabang bola tangan pantai.
Oleh karena itu, pembinaan baru dilakukan oleh klub-klub kecil. Olahraga ini belum dikenal di sekolah-sekolah. Padahal, menurut Abdul, peran institusi pendidikan penting untuk memasyarakatkan cabang itu.
”Ke depan, bola tangan perlu diadakan di sekolah hingga ke universitas karena di sanalah pembinaan dasar bisa dimulai,” kata Abdul.
Kalah telak
Minimnya pengalaman Indonesia dalam mengembangkan bola tangan berdampak langsung pada gaya permainan yang belum matang. Selama laga berlangsung, tim nasional Thailand pun mendominasi permainan. Pada babak pertama, Thailand menekuk Indonesia dengan skor 19-6.
Pada menit pertama, mereka berhasil mencetak angka lewat lemparan Joisakoo Nittaya. Meski 20 detik setelahnya Indonesia berusaha menyamakan kedudukan, kondisi itu tidak berlangsung lama.
Thailand terus melaju mencetak angka tanpa hambatan. Mereka mampu menjebol pertahanan Indonesia dari segala lini. Arah bola yang dilemparkan pun jarang terbaca penjaga gawang Indonesia, Anisa Yulianti.
Dari 26 lemparan, mereka mampu mencetak 19 angka. Efisiensi permainan mencapai 73 persen. Sumbangan terbanyak berasal dari Bunjarern Pawinee yang mencetak delapan gol.
Sementara itu, Indonesia kewalahan menghadapi para pemain Thailand yang posturnya jauh lebih tinggi dan besar ketimbang mereka. Laju mereka selalu dijegal ketika memasuki lini pertahanan Thailand. Untuk melempar bola ke gawang, mereka harus meloncat lebih tinggi dari tubuh pemain-pemain Thailand.
Lemparan pemain Indonesia sering kali gagal, baik karena tidak terarah maupun mampu dihadang kiper. Kiper Thailand, Thongkot Pakakan, bermain baik. Dari 25 lemparan yang mengarah ke gawang, ia berhasil menghadang 13 kali. Efisiesi permainannya mencapai 52 persen.
Dari 23 lemparan Indonesia, hanya enam yang menghasilkan angka. Sebanyak tiga angka dari lemparan enam meter atau jarak pendek, dua angka dari lemparan sayap, dan satu angka dari lemparan tujuh meter. Efisiensi permainan hanya 26 persen.
Di babak kedua, Pelatih Indonesia Abdul Kadir berupaya mengubah strategi dengan mengganti penjaga gawang dari Anisa menjadi Afifatur Rofidiyah. Langkah tersebut membuahkan hasil, efisiensi permainan Afifatur lebih tinggi ketimbang Anisa. Ia mampu menghalau lima dari total 14 lemparan sehingga efisiensi permainan mencapai 36 persen.
Anak-anak asuhan Abdul juga bekerja lebih keras. Selama babak kedua, mereka menambah 10 angka. Sumbangan gol terbanyak diberikan Inge Indah Wijayatri yang mencetak empat angka.
Namun, kerja keras tim Indonesia belum mampu mengejar ketinggalan dari Thailand. Thailand terus menggempur Indonesia, terutama lewat aksi Hongbooddee Sunanta. Hingga akhir pertandingan, ia menjadi pencetak gol terbanyak, yaitu 10 angka dari 13 lemparan.
Abdul Kadir mengatakan, teknik dasar dan penyelesaian akhir pemainnya masih lemah. Oleh karena itu, begitu banyak lemparan yang tidak membuahkan angka.
Menurut pemain Indonesia, Shinta Hidayatuzzaroh, teknik dasar permainan timnya memang masih perlu dibenahi. ”Selain itu, kami juga bermain secara terburu-buru. Kami tidak tenang,” ujar Shinta.
Kendati demikian, semangat Shinta dan kawan-kawan belum surut. Mereka bersiap menghadapi dua lawan tersisa di grup B, yaitu Hong Kong dan Jepang.
Laga terakhir
Kekalahan dari Thailand praktis menurunkan posisi Indonesia di klasemen Grup B. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat tiga dengan jumlah poin dua. Jumlah tersebut sama dengan peringkat satu dan dua, yaitu Jepang dan Thailand. Namun, selisih gol yang menentukan posisi tersebut.
Untuk melaju ke semifinal, Indonesia masih harus berhadapan dengan Hong Kong dan Jepang. Menurut Abdul Kadir, peningkatan latihan melempar, menangkap, dan mengoper bola akan dilakukan. Selain itu, timnya juga perlu mengadopsi pola permainan cepat Thailand untuk menghadapi Hong Kong.
”Bagi kami, laga melawan Hong Kong adalah perjuangan terakhir,” katanya. Setelahnya, Indonesia tinggal menunggu nasib.
Bagi Abdul Kadir, tidak ada harapan menang dari Jepang karena kekuatannya jauh di atas Indonesia. Timnya akan memaksimalkan latihan untuk bermain sebaik-baiknya.