Tempat Pengolahan Makanan Sekitar Arena dan Wisma Atlet Disertifikasi
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 200 tempat pengolahan makanan di restoran, mal, serta hotel sekitar arena dan wisma atlet diawasi kelaikannya melalui pemberian Sertifikasi Laik Hygiene Sanitasi atau SLS. Hal ini diharapkan dapat menjamin keamanan makanan bagi atlet dan tamu ofisial selama Asian Games berlangsung.
Label SLS diberikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kepada tempat pengolahan makanan di sejumlah wilayah DKI Jakarta yang telah diperiksa kelaikannya. Mulai dari lingkungan masak makanan, pengolahan sampah, penyajian, penyimpanan bahan mentah, hingga penyajian dan uji laboratorium sampel makanan dilakukan dalam tes tersebut.
Label SLS itu diberikan kepada Hotel Sari Pacific Jakarta di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (16/8/2018). Kemenkes dengan dinas kesehatan (dinkes) provinsi melakukan uji terhadap hotel tersebut sebagai salah pihak yang mengakomodasi sejumlah atlet dan ofisial dari Asian Games.
”Sebelumnya telah diinspeksi, dari sarana dapur, bahan mentah, penyimpanan, proses masak, hingga uji sampel makanan secara unsur bakteriologis dan kimia,” kata Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kirana Pritasari.
Pengujian telah dilakukan di 13 kecamatan dari lima wilayah bagian DKI yang termasuk dalam kawasan arena. Inspeksi juga dilakukan pada 24 Juli di Plaza Indonesia. Kirana mengatakan, agenda tersebut berhasil membuat sejumlah restoran, salah satunya Sushi Tei, mendapat SLS.
Setelah resmi berlabel SLS, selanjutnya sampel makanan akan terus diawasi oleh tim inspeksi setiap tiga kali sehari. Ketua Pelaksana Teknis Dinkes Provinsi DKI Jakarta Khafifah Any mencontohkan kawasan wisma atlet yang telah dilabeli SLS dan saat ini diawasi ketat.
”Untuk wisma atlet, kami siagakan tiga petugas dari Laboratorium Sekretariat Daerah (Labsekda) serta dua petugas dari dinkes. Setiap waktu makan, mereka mengambil sampel dari makanan tersebut dan menyatakan apakah hasilnya laik atau tidak,” kata Khafifah.
Dari pantauan Kompas saat mengunjungi dining hall Wisma Atlet Kemayoran, terdapat puluhan stan yang menyediakan makanan per kawasan, mulai dari Asia, internasional, hingga masakan lokal Indonesia, yang mengelilingi sudut-sudut dalam ruangan tersebut. Menuju ke arah dapur terdapat ruangan khusus untuk pengecekan sampel makanan.
Di ruangan itu terdapat sejumlah makanan yang dibungkus plastik. Kepala Laboratorium Pengawasan Makanan dan Minuman Ernawati Simanjuntak menjelaskan, bungkusan itu merupakan sebagian sampel makanan yang akan diuji untuk siang.
”Setelah dicek, biasanya sampel masih akan disimpan hingga tiga hari dalam lemari pendingin. Kalau sudah lewat tiga hari, baru sampel akan dibuang,” kata Erna.
Head of Food Safety Inasgoc Louise Kartika mengatakan, perihal persiapan makanan di wisma atlet sudah disiapkan sejak jauh hari. Ketika deretan daftar bahan baku dari vendor pemasok makanan sudah masuk, pihak dari dinkes responsif menindaklanjuti pengecekan sehingga prosesnya berlangsung cepat.
”Saat masuknya sejumlah atlet dan tamu ofisial mulai 10 Agustus lalu, seksi makanan di sini telah siap,” ujar Louise.
Hidangan wisma atlet diatur
Louise kemudian menjelaskan bahwa dalam kawasan dining hall, atlet dibebaskan untuk mengambil hidangan dengan mengukur sendiri jumlah kalori dalam setiap makanan. Prioritas pihaknya ialah memberi keterangan kandungan di setiap makanan yang dihidangkan, apakah memiliki zat protein yang dapat menyebabkan alergi di tubuh manusia (alergen).
Di sisi stan makanan selalu dilampirkan informasi 14 jenis alergen yang terkandung dalam sebagian hidangan agar atlet lebih berhati-hati dalam memilih makanan. ”Karena sebagian besar atlet dari luar negari ada yang menderita alergi dari kandungan seledri, telur, kacang-kacangan, hingga sejumlah hidangan laut,” kata Louise.
Sedikit berbeda dengan Inasgoc, pihak rekanan penyedia makanan dari PT Gobel Dharma Sarana Karya (GDSK), Candriadi Anggodo Dedit, mengatakan, hidangan di wisma atlet saat ini lebih diprioritaskan pada pengalaman atlet mencicipi makanan dari seluruh penjuru negara. ”Selain pemenuhan nutrisi bagi atlet, kami coba merancang bagaimana atlet masuk ke dining hall itu sebagai amusement,” ujarnya.
Hal itu terbukti dengan mulai ramainya sejumlah stan pada pukul 11.30. Salah satu yang cukup ramai dikunjungi adalah stan Carving Station. Keluar dari antrean tersebut, para atlet tampak membawa daging berukuran cukup besar di piring yang kemudian dimakan dengan sejumlah sayuran.
Candriadi mengatakan, Carving Station dan Pizza Station menjadi stan yang cukup favorit, terutama dari atlet kalangan muda. ”Untuk perkiraan 5.000 atlet yang ada malam ini, saya harus menyediakan sekitar setengah ton daging rib eye (iga sapi) karena malam sebelumnya persediaan sempat habis,” ujarnya.
Walaupun atlet dimungkinkan untuk mengambil semua makanan, mereka tetap memiliki batasan pemenuhan kalori dari pelatih mereka. Louise mengatakan, mereka umumnya tahu apa kebutuhan makanan mereka serta membaca seluruh informasi yang tertera di samping stan.
”Selain itu, di pintu masuk dining hall juga terdapat asistensi untuk informasi nutrisi yang beroperasi 24 jam untuk melayani pertanyaan dari atlet,” kata Louise. (ADITYA DIVERANTA)