Angkasa Pura I Kembangkan Bandara Ramah Lingkungan
HONG KONG, KOMPAS — PT Angkasa Pura I yang mengelola bandara-bandara di Indonesia bagian tengah hingga kawasan timur tengah mengembangkan bandara ramah lingkungan. Hal ini guna menekan polusi atau penggunaan energi tak terbarukan dari kegiatan di bandara.
Sejumlah bandara yang telah menggunakan konsep ini di antaranya Bandara Ngurah Rai, Bali; dan Bandara Ahmad Yani, Semarang, Jawa Tengah.
”Bandara Bali sudah melakukan daur ulang air untuk sirami tanaman, misalnya. Lalu Bandara Semarang gunakan cahaya alami dari sinar matahari,” kata Direktur Pemasaran dan Pelayanan PT Angkasa Pura I Devi W Suradji saat kunjungan di kantor asosiasi bandara internasional Airport Council International (ACI) Asia Pacific, Hong Kong, Jumat (21/9/2018).
Hal ini terlihat di kompleks baru Bandara Semarang yang berada di belakang bangunan lama. Desain atap dan dinding bangunan itu dari bahan transparan membuat ruangan bandara tetap terang pada siang hari tanpa menggunakan terlalu banyak lampu.
Menurut Devy, bandara ini menurut rencana akan menggunakan sumber-sumber energi alternatif terbarukan.
Devy mengatakan, bandara-bandara baru yang akan dibangun nantinya juga akan menggunakan konsep ramah lingkungan ini, seperti Bandara Kulon Progo, DI Yogyakarta.
Selama ini, kegiatan bandara juga menimbulkan dampak buruk pada lingkungan, di antaranya emisi karbon yang tinggi, polusi suara hingga sampah dan air.
Kepala Bidang Teknik dan Industri ACI SL Wong mengatakan, saat ini, salah satu perhatian utama asosiasi bandara dunia itu adalah menekan dampak buruk kegiatan bandara pada lingkungan.
Hal ini dilakukan dengan pengelolaan limbah, pengurangan emisi karbon dengan memanfaatkan energi ramah lingkungan dan terbarukan, hingga upaya melestarikan flora dan fauna alami di sekitar bandara.
”Untuk pengurangan emisi karbon, bidang penerbangan tentunya perlu dibedakan dari industri lain sebab kami mau tak mau harus menggunakan avtur yang relatif tinggi kandungan karbonnya. Tidak bisa menggunakan bahan bakar lain untuk pesawat,” kata Wong.
Wong juga mendorong PT Angkasa Pura I lebih aktif dalam kancah asosiasi bandara secara internasional sehingga lebih memperkaya dan memperkuat posisi di tingkat internasional.
Selain bandara baru, kata Devy, bandara-bandara lama juga akan diubah menggunakan konsep ramah lingkungan. Namun, hal ini hanya bisa dilakukan secara bertahap. Hambatan utama pada penerapan ramah lingkungan di bandara lama karena gedung-gedung itu adalah gedung lama yang membutuhkan banyak perombakan untuk ramah lingkungan.
Pengembangan bandara juga tak bisa dibuat seragam karena setiap bandara mempunyai keunikan sendiri sehingga penerapan ramah lingkungan harus disesuaikan sumber daya yang ada.
Devy mengatakan, saat ini, pihaknya tengah memetakan sumber daya alam dan konsep ramah lingkungan yang bisa diterapkan di setiap bandara di bawah pengelolaan PT Angkasa Pura I. Saat ini, PT Angkasa Pura I mengelola 13 bandara di Indonesia.
Solo percontohan
Komitmen untuk mengembangkan bandara ramah lingkungan ini juga dilakukan dengan menetapkan Bandara Adi Sumarmo, Solo, sebagai percontohan untuk pengembangan bandara ramah lingkungan berdasarkan standar ACI. Tim asosiasi bandara dunia itu sudah datang ke Bandara Adi Sumarmo untuk melakukan pemeriksaan.
”Ini diperiksa apa yang belum, apa yang masih bisa dilakukan. Kami masih tunggu hasil pemeriksaan itu,” kata Staf Ahli PT Angkasa Pura I, Kleopas Danang Bintoroyakti.
Menurut Danang, bandara ramah lingkungan tak bisa dilihat hanya dengan bandara itu terlihat hijau saja, tetapi diperlukan aplikasi konsep yang lebih mendasar.
Selain ramah lingkungan, Bandara Adi Sumarmo juga dirancang sebagai bandara prioritas haji dan umrah untuk kawasan Jawa Tengah. Salah satunya dengan menyediakan ruang tunggu yang dapat mengakomodasi banyaknya kerabat yang mengantar rombongan naik haji dan umrah. Bandara ini juga akan menjadi bandara pertama di Indonesia yang terintegrasi dengan kereta di dalam kompleks bandara.
”Konsep bandara haji dan umrah ini sebenarnya sangat berbeda dari bandara internasional. Keperluan berbeda, toko ataupun ruangannya juga berbeda,” kata Devy.
Sementara itu, Bandara Kulon Progo di DI Yogyakarta yang tak jauh dari Bandara Adi Sumarmo dirancang untuk menjadi bandara internasional yang mengakomodasi wisatawan mancanegara yang datang untuk berlibur.
Adapun Bandara Ahmad Yani, yang jaraknya juga dekat, dirancang sebagai bandara bisnis dan leisure yang dapat mengakomodasi semua kalangan. Apalagi, Bandara Ahmad Yani melayani warga yang tujuan akhirnya kota-kota di luar Semarang, seperti Salatiga dan Kudus.
Salah satunya dengan menyediakan beragam moda transportasi untuk keluar dan menuju bandara itu. Beberapa di antaranya bus rapid transportation (BRT) yang murah, penyewaan mobil, hingga taksi yang tergolong cukup mahal.