Hunian Sementara Rampung, Pengungsi Keluhkan Kesulitan Air
Oleh
Satrio Pangarso Wisanggeni
·3 menit baca
LOMBOK TIMUR, KOMPAS — Sejumlah badan usaha milik negara telah menyelesaikan hampir 1.500 hunian sementara untuk warga korban gempa Lombok. Akan tetapi, sanitasi dan penyediaan air bersih belum memadai sehingga warga selalu mengeluhkannya.
Hunian sementara, sanitasi, dan penyediaan air bersih merupakan kebutuhan terpenting dan mendesak, terutama lagi karena proyek rekonstruksi rumah para korban gempa belum jelas dapat dipastikan kapan akan dimulai.
Pembangunan 1.500 hunian sementara (huntara) tersebut merupakan hasil kerja sama antara beberapa badan usaha milik negara (BUMN), yakni Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Telkom Indonesia, yang dimulai sejak awal September 2018.
Direktur Bisnis Kecil dan Jaringan BNI Catur Budi Harto, Selasa (23/10/2018) siang, di Sembalun, Lombok Timur, mengatakan, huntara dibangun dengan harapan dapat memberikan tempat tinggal yang lebih layak sementara menunggu rekonstruksi rumah tinggal mereka yang lebih permanen.
”Untuk itu, pembangunan ini segera kami lakukan secara cepat. Sekitar 1,5 bulan, hampir 700 huntara di Sembalun sudah selesai dibangun,” kata Catur.
Lokasi huntara tersebar di 18 lokasi terdampak gempa dengan salah satu konsentrasi terbesar berada di Kecamatan Sembalun dengan sekitar 700 unit di enam desa. Berdasarkan data BNI, 2.235 rumah di Kecamatan Sembalun diidentifikasi mengalami rusak berat.
Huntara masing-masing berbentuk persegi dengan panjang sisi 4,8 meter, berlantaikan tanah, dan berdinding panel glassfibre reinforced concrete. Catur mengatakan, huntara yang dibangun merupakan bangunan ramah gempa.
Meski demikian, tidak semua unit telah siap ditempati. Ny Kahfi (22) belum menempati unit huntara yang disediakan untuk keluarga kecilnya karena aliran listrik yang belum tersedia di sebagian kompleks huntara Desa Sajang.
Ny Kahfi mengatakan, ia mengapresiasi pembangunan huntara ini karena selama ini ia tinggal di bawah tenda terpal di sekitar reruntuhan rumahnya. Ia akan segera pindah menempati huntara yang telah diperuntukkan begitu listrik dan air tersedia.
Selain listrik, perlengkapan MCK pun belum tersedia di kompleks huntara yang berlokasi di atas lapangan Desa Sajang tersebut. Catur membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan, sanitasi yang menjadi tahapan pembangunan selanjutnya akan segera diselesaikan dalam waktu dekat.
Pihaknya merencanakan membangun 80 instalasi MCK khusus untuk huntara di Kecamatan Sembalun. Di Desa Sajang akan dibangun 13 MCK.
Sementara itu, di Desa Sembalun Bumbung, meski listrik telah dapat dinikmati oleh penghuni huntara, jumlah air dan kamar mandi umum masih terbatas dan dianggap kurang memadai bagi warga. Di kompleks huntara tersebut ada sekitar 200 unit yang telah ditempati.
Riska (36) mengatakan, setiap pagi terjadi antrean selama 30 menit hingga satu jam untuk menggunakan 16 kamar mandi yang tersedia untuk sekitar 100 kepala keluarga. ”Kalau ingin kebagian air untuk wudu, ya, paling lambat bangun pukul 04.00. Nanti, pukul 08.00, air di tandon sudah habis,” kata Riska.
Warga kompleks huntara Desa Sembalun Bumbung lainnya, Juniar (50), menilai, jumlah kamar mandi perlu dilipatgandakan.
Belum jelas
Pembangunan fasilitas sanitasi dan air bersih menjadi persoalan mendesak karena warga akan tinggal di huntara untuk waktu yang belum dapat ditentukan.
Lalu Kanahan, Kepala Desa Sajang, Sembalun, mengatakan, belum ada kalkulasi waktu selama apa warganya harus tinggal di huntara. Sebab, hingga kini bantuan pemerintah pusat untuk rekonstruksi rumah warga belum turun.
Lalu mengatakan, mekanisme penerimaan bantuan terlalu rumit.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Sunardi, Kepala Desa Sembalun Bumbung. Sunardi mengatakan, syarat-syarat, seperti sertifikat tanah, memberatkan warganya. ”Kami di sini kebanyakan tidak memiliki sertifikat tanah,” kata Sunardi.
Lalu menambahkan, mekanisme pemberian uang bantuan kepada kontraktor juga tidak disukai warganya. Warganya berharap, uang dapat langsung diberikan kepada mereka. Sebab, banyak warga yang sudah mulai membangun kembali rumah mereka.
”Mereka berharap dapat diberikan uang pengganti daripada harus menunggu dibangun oleh kontraktor yang belum jelas kapan,” kata Lalu.