Nadya Hutagalung (44), foto model yang juga pemandu acara televisi, meluncurkan buku "Walk With Me" yang menukil sisi personal dirinya, yang selama ini dikenal publik tidak mudah mengumbar ruang privatnya. Nadya menarasikan dirinya dalam buku bergaya "coffee table" dengan rangkaian foto-foto artistik karya Davy Linggar. Bersama desainer Didit Hediprasetyo yang berperan sebagai direktur kreatif proyek ini, Nadya mengonsep bukunya sejak tahun 2015. Nadya, Didit, dan Davy merupakan tiga sekawan yang telah sering bekerja sama dalam berbagai kesempatan.
Nadya--seperti biasa--tampil anggun dalam peluncuran bukunya di The Papilion, Pasific Place, di bilangan SCBD, Jakarta Selatan, Jumat siang (7/12/2018). Acara yang digelar cukup intim dan hangat ini diisi dengan bincang-bincang dengan tamu dari kalangan media massa. Buku ini diterbitkan Adhvan Media yang mengkhususkan pada penerbitan karya-karya di bidang seni, pariwisata, kuliner, mode, dan gaya hidup pada umumnya.
Dalam bukunya, Nadya mengungkapkan tak hanya perjalanan hidupnya, namun juga mengartikulasikan perspektif hidupnya, serta hal-hal yang menyedot kepeduliannya. "Buku ini semacam ekspresi artistik buat saya," katanya.
Seperti yang telah banyak diketahui publik, Nadya amat peduli dengan isu preservasi lingkungan dan konservasi satwa, khususnya orang utan dan gajah. dalam sebuah wawancara khusus dengan Kompas, Juli 2012, Nadya pernah mengungkapkan, dirinya memang dengan berkesadaran "memanfaatkan" persona dan popularitasnya sebagai medium untuk menyampaikan dan membangun kesadaran akan hal-hal yang bermakna bagi kemashalatan bersama. Isu lingkungan adalah salah satunya yang telah lama ia geluti dan ia amalkan dalam kehidupan pribadinya.
"Kita tidak harus menjadi seorang ilmuwan misalnya untuk berbuat sesuatu bagi kepentingan lingkungan. Apapun yang kita punyai, ketrampilan, kemampuan, kapasitas, bisa kita kontribusikan untuk itu (kepedulian lingkungan-red)," katanya dalam sesi tanya jawab dengan media saat peluncuran bukunya.
Ikon generasi 90an
Nadya telah malang melintang di dunia industri hiburan selama tiga dekade terakhir. Ia memulai karir foto modelnya sejak di usia 12 tahun. Wajahnya yang perpaduan Asia dan Kaukasia dengan tubuh semampai sempat marak menghiasi sampul-sampul majalah gaya hidup, berbagai iklan, dan berbagai foto-foto dalam dunia mode. Nadya yang berayah Indonesia (Sumatra Utara) dan ibunya asal Australia ini juga sempat menjadi salah satu ikon generasi anak muda di era 90an ketika menjadi video jockey MTV (music television).
Buku "Walk With Me" menampilkan Nadya dalam tujuh bab, yang masing-masing dinamai Mist, Seeds, Mirror, Bamboo, Ocean, Spice, dan Soil. Dalam bab "Mist", Nadya membuka kisahnya dengan pendekatan sisi spiritual dari dirinya. Ia misalnya, mengungkapkan, di masa ketika usianya 20an tahun, koleksi buku-buku di raknya banyak mengenai berbagai agama di dunia. Koleksinya itu mencerminkan pencarian makna diri dan makna hidupnya kala itu. Pada akhirnya Nadya menemukan pencerahan dirinya melalui ajaran Buddha yang filosofinya sejalan harmonis dengan suara batinnya.
Tak hanya berbicara tentang dirinya, Nadya juga menarasikan orang-orang yang memberi makna penting dalam perjalanan hidupnya. Mulai dari kedua orang tuanya, suami dan ketiga anaknya, juga tante dan sekaligus manajernya selama ini, Esther Sitoempoel, serta tak lupa sahabat-sahabatnya.
Narasi dan foto-foto dalam buku setebal 348 halaman ini berkelindan apik sejak lembar pertama hingga lembar terakhir. Foto-foto yang ditampilkan berlokasi di berbagai tempat, mulai dari Indonesia (Jakarta, Medan, Ubud-Bali), Singapura, Nepal, hingga Kenya di Afrika.
Foto-foto yang ditampilkan meski jauh dari kesan narsistik, namun terlihat jeli menangkap sisi karakter Nadya yang mampu merawat ruang-ruang privatnya di tengah industri glamor yang penuh lampu sorot. Foto-foto yang hadir dalam buku ini pun tidak tampak berusaha mengeksploitasi kecantikan Nadya sebagai sosok foto model, melainkan sosok Nadya dalam konteks ruang-ruang yang bermakna dan berbicara.
Dalam pembukaan peluncuran bukunya, Nadya berujar, dirinya sadar bukanlah sosok figur yang mungkin perlu ditulis menjadi sebuah biografi. "Setiap manusia punya cerita hidup. Tidak ada cerita seseorang yang lebih penting dari kisah orang lain di dunia ini. Namun, kita bisa belajar dan berempati dari pengalaman orang lain,"tuturnya.
Bukan melulu glamor
Dalam foto-foto ini, Nadya mengenakan berbagai busana, diantaranya karya desainer Indonesia, yakni Didit Hediprasetyo dan Biyan. Nadya juga menampilkan diri dengan ulos, yang menjadi elemen budaya yang mewakili asal usulnya yang juga berdarah Batak dari garis Sang Ayah.
Didit mengungkapkan, Nadya sejak lama merupakan muse bagi dirinya dalam menciptakan koleksi busana. Bekerja sama dengan Nadya dalam proyek buku tersebut boleh dibilang adalah salah satu bentuk kolaborasi kreatif yang berbeda dari sekadar mode dengan mengkreasikan busana.
"Semangat dari buku ini juga mencoba menawarkan semacam altenative luxury dalam dunia gaya hidup. Tidak melulu hanya soal fashion dan pernak-perniknya. Namun juga kita bisa membawanya pada kesadaran akan hal-hal bermakna seperti isu lingkungan. Tujuannya tentu untuk membangun kesadaran yang lebih luas hingga ke kalangan milenial saat ini,"tutur Didit.
Didit juga berharap, buku tersebut satu saat bisa diwujudkan dalam pagelaran pameran. "Saat ini, dunia gaya hidup seperti fashion enggak bisa hanya melulu soal glamor," imbuh Didit.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.