JAKARTA, KOMPAS – Hasil perluasan riset aksi restorasi gambut dirumuskan. Sebanyak 13 lembaga perguruan tinggi dan 3 lembaga penelitian terlibat dalam perumusan riset ini. Diharapkan, riset yang dihasilkan dapat memberikan keterbaruan informasi ilmiah, terobosan, dan inovasi dalam upaya percepatan restorasi gambut di Indonesia.
Deputi Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut (BRG) Haris Gunawan menyampaikan, upaya restorasi gambut memerlukan dukungan ilmiah dalam memahami dan menciptakan inovasi yang strategis. Saat ini, fokus restorasi gambut dilakukan dengan tiga cara, yaitu pembasahan kembali (rewetting), pemulihan tutupan lahan gambut dengan penanaman kembali (revegetasi), dan pertanian dengan tanaman ramah gambut (revitalisasi) sebagai sumber perekonomian rakyat.
“Dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam restorasi gambut diharapkan bisa memberikan gagasan baru pada upaya restorasi yang telah ada,” ujarnya saat membuka acara Lokakarya Gelaran dan Perumusan Hasil Perluasan Riset Aksi Restorasi Tahun 2018 di Jakarta, Senin (10/12/2018).
Acara ini dilaksanakan pada 10-12 Desember 2018. Tujuannya, menyajikan dan merumuskan hasil penelitian yang dapat digunakan oleh BRG dalam upaya restorasi serta melaksanakan pencermatan hasil penelitian yang terintegrasi oleh kelompok ahli BRG.
Kegiatan ini juga bertujuan untuk merumuskan dukungan ilmiah terhadap upaya restorasi pada aspek hidrologi, paludikultur, sosial dan ekonomi, kebijakan, kahati, serta nilai konservasi tinggi.
Haris menambahkan, target keluaran dari lokakarya ini berupa rumusan dan pertimbangan berbagai pendekatan metode serta teknik restorasi gambut berbasis informasi, data, dan analisis ilmiah.
“Hasil penelitian ini nantinya akan dikembangkan menjadi panduan restorasi gambut di Indonesia, bahkan menjadi referensi pengelolaan dan restorasi gambut tropis di dunia,” katanya.
Kepala Kelompok Kerja Penelitian Restorasi BRG Nugroho S Priyono menyampaikan, dalam pelaksanaan fungsi penelitian dan pengembangan, BRG bekerja sama dengan 13 perguruan tinggi dan 3 lembaga penelitian. Lembaga tersebut antara lain, Institut Teknologi Bandung, Universitas Tanjung Pura, Universitas Riau, Universitas Gadjah Mada, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, serta Balai Pengembangan dan Penelitian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Dengan berkumpulnya tim peneliti dan ilmuwan gambut dari berbagai lembaga ini menjadi kesempatan yang baik untuk berbagi pengalaman serta tukar informasi. Dengan begitu, semua aspek penelitian gambut tropis dapat dirangkai secara utuh. Terobosan inovasi pun bisa dirumuskan sesuai daerah-daerah yang diteliti,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah alih teknologi telah dilaksanakan dengan memanfaatkan hasil riset aksi dan pilot model di berbagai provinsi. Di Provinsi Riau misalnya, riset terkait paludikultur (budidaya tanaman di lahan basah) dari Pusat Studi Bencana, Universitas Riau diterapkan menjadi sistem pembelajaran untuk revegetasi di Desa Tanjung Leban dan Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) Tebing Tinggi, Riau.