Perlu Kebijakan Khusus untuk Lepaskan Perempuan dari Lingkaran Kekerasan
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS – Kemiskinan dan budaya patriarki yang masih kuat melekat di tengah masyarakat, membuat sejumlah perempuan di kawasan timur Indonesia tetap berada pada lingkaran kekerasan fisik, seksual, maupun ekonomi. Sudah saatnya ada kebijakan khusus yang berpihak pada pemenuhan hak korban, serta program konkret yang menyentuh langsung kondisi perempuan di bagian timur Indonesia.
Selain mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, program pemberdayaan ekonomi dan penguatan kapasitas perempuan-perempuan di tingkat akar rumput haruslah dilakukan pemerintah dan semua pemangku kebijakan, agar perempuan di kawasan timur Indonesia berdaya dan mampu keluar dari lingkaran kekerasan.
“Pemerintah tidak bisa tinggal diam dan melihat kondisi ini berlangsung terus, tapi harus kebijakan khusus. Negara harus hadir dalam kondisi perempuan-perempuan Indonesia timur saat ini, yang saat ini masih tetap terkebelakang dan rentan kekerasan,” ujar Ketua Panitia Konferensi Perempuan Timur (KPT) 2018 Maria Filiana Tahu, Selasa (11/12/2018) petang, seusai penutupan KPT 2018 di Aula Eltari Kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur, di Kota Kupang.
Konferensi yang diselenggarakan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Forum Pengada Layanan (FPL), dan Yayasan BaKTI, dengan dukungan Program Mampu (Kemitraan Australia-Indonesia untuk kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan) tersebut ditutup dengan pembacaan rekomendasi dari empat perempuan perwakilan peserta dari 12 provinsi di kawasan timur Indonesia. Rekomendasi kemudian diserahkan kepada Komisioner Komnas Perempuan Masruchah.
Menurut Filiana, perhatian serius dari pemerintah dari pusat sampai daerah harus diwujudkan dalam bentuk program dan penganggaran untuk penguatan kapasitas perempuan. “Pada umumnya kebijakan dan regulasi sudah ada, tapi di tingkat implementasi masih lemah dan belum optimal,” ujar dia.
Pada sesi diskusi-diskusi kelompok yang diikuti perempuan dan aktivis perempuan termasuk perwakilan dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dan anggota DPRD perempuan, semua mencurahkan berbagai persoalan perempuan di daerah masing-masing, dan saling membagikan model-model penyelesaian masalah.
Tak bisa ditunda
Melihat banyaknya kasus-kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan, maka peserta KPT 2018 dalam rekomendasi yang dibacakan, sepakat untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual secepatnya.
“Semua satu kata, mendukung DPR untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. RUU tersebut tidak bisa ditunda-tunda lagi, harus sekarang. Karena itu kami menggugah pengambil kebijakan tingkat nasional untuk memikirkan program penguatan kapasitas perempuan dan pemenuhan hak korban,” kata Filiana.
Selain pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, menurut Masruchah, forum KPT 2018 merekomendasikan perlunya untuk memastikan pemidanaan perkawinan anak, perdagangan perempuan, perbudakan seksual, dan eksploitasi seksual karena hingga kini persoalan tersebut masih menimpa perempuan-perempuan di Tanah Air.
Perlunya perlindungan terhadap perempuan pembela hak asasi manusia (HAM), juga menjadi rekomendasi dalam KPT 2018. “Selama ini kerja-kerja perempuan-perempuan pembela HAM, yang melakukan perlindungan terhadap perempuan-perempuan korban kekerasan seringkali tidak diakui oleh negara,” kata Masruchah.
Peserta KPT 2018 juga merekomendasikan adanya kebijakan yang memastikan kelompok perempuan marginal terlibat dalam pembangunan desa terutama dalam perencanaan dan anggaran, pelestarian pengetahuan dan keahlian perempuan dalam menghasilkan produk-produk asli perempuan termasuk tenun dan noken, serta kontrol terhadap lahan pertanian dan pemanfaatan hutan ulayat.
Memastikan keterlibatan dan keterwakilan 30 persen perempuan di parleman pusat dan daerah juga disuarakan, namun mereka berharap partai politik dalam memilih calon legislatif perempuan tidak hanya sekadar memenuhi angka tapi benar-benar mengangkat perempuan yang mampu mewakili aspirasi perempuan. Sejumlah rekomendasi lain juga disuarakan perempuan kawasan timur Indonesia pada akhir acara tersebut.