JAKARTA, KOMPAS—Pneumonia atau radang paru-paru rentan menyerang anak di bawah usia lima tahun atau balita. Untuk itu, orangtua harus memastikan pola asuh yang baik serta menjaga kesehatan lingkungan tempat tinggal agar anak terhindar dari pneumonia.
Menurut Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, sekitar 18 persen dari 1.000 balita di Indonesia mengidap pneumonia atau infeksi paru-paru. Pneumonia menjadi penyebab kematian balita tertinggi kedua di Indonesia setelah diare.
Pneumonia, yang sering disebut radang paru atau paru-paru basah oleh masyarakat awam, dapat disebabkan infeksi, virus, atau jamur. Gejala umum pneumonia adalah napas cepat dan sesak napas dengan tarikan dinding dada ke dalam, kata dokter spesialis anak Madeleine Ramdhani Jasin.
"Faktor risiko pneumonia pada balita antara lain pemberian ASI eksklusif yang kurang, imunisasi tidak lengkap, pemberian makanan dan lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat," papar dia dalam unjuk bincang "Mengenal dan Mencegah Pneumonia pada Anak" di Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Ketua Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) Selina Patta Sumbung mengungkapkan, orangtua turut bertanggung jawab mengurangi faktor risiko pneumonia pada anak. "Ujung pangkal permasalahan pneumonia pada anak ada di perilaku orangtua di keluarga," ujarnya.
Dalam hasil riset berjudul "Analisis Situasi Pneumonia pada Anak: Kebijakan di Aras Nasional dan Implementasi Penanganan di Dua Kabupaten", yang dilakukan Tim Peneliti Fakultas Keperawatan Universitas Padjajaran, perilaku keluarga mempengaruhi upaya perlindungan dan pencegahan pneumonia.
Penelitian yang dilakukan Juni-Oktober 2018 tersebut dilakukan antara lain di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dan Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, dengan tingkat prevalensi pneumonia per 1.000 balita di masing-masing provinsi 18,5 persen dan 38,5 persen.
Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif menjadi salah satu pola perilaku yang diteliti. Pemberian ASI eksklusif sampai enam bulan berperan dalam perlindungan pneumonia karena mengurangi risiko kurang gizi dan meningkatkan kekebalan tubuh.
Dari penelitian di Sumba Barat, banyak ibu berhenti menyusui sebelum empat bulan dengan alasan ASI kering. Sementara di Kabupaten Bandung, sebagian ibu tidak memberi ASI eksklusif karena sibuk bekerja di pabrik.
Kebiasaan merokok
Penelitian juga menemukan, anak dengan pneumonia banyak berasal dari keluarga yang memiliki kebiasaan merokok. Faktor lingkungan yang meningkatkan risiko pneumonia tidak hanya dari rokok, tetapi juga kualitas udara dan sumber air di rumah.
Anak yang mengidap pneumonia di Sumba Barat lebih sering berasal dari rumah yang berdebu, mudah terpapar asap rumah tangga, dan penggunaan sumber air terbuka. Di Bandung, kurangnya ventilasi udara dalam rumah, permukiman padat dengan tingginya polusi kendaraan bermotor dan emisi pabrik turut meningkatkan faktor risiko.
Upaya perlindungan pneumonia anak dari lingkungan keluarga, menurut Selina, bukan hanya peran orangtua anak. "Para mertua dan pengasuh anak perlu menjaga lingkungan dan pola asuh di keluarga,"ujarnya.
Para mertua dan pengasuh anak perlu menjaga lingkungan dan pola asuh di keluarga.
YSTC yang berpartner dengan lembaga swadaya masyarakat Save The Children merencanakan pembuatan program kampanye tiga tahun (2019-2021) dengan memperdalam pendekatan keluarga. Salah satu rencana kampanye yang dibuat adalah mempromosikan pola asuh anak yang baik kepada para suami atau ayah.
Target kampanye ditujukan bagi remaja atau orangtua muda, usia antara 15-40 tahun. Perempuan atau ibu masih menjadi target utama karena langsung berhubungan dengan gizi dan kesehatan anak. Mertua atau pengasuh anak usia 35-50 tahun juga menjadi target dalam kampanye tersebut.
Bisa dicegah
Pnemonia bisa dicegah dengan beberapa upaya. Imunisasi lengkap pada anak di usia awal menjadi salah satu pencegahan pneumonia. Upaya lain adalah, praktik hidup bersih dan sehat dalam keluarga, terutama saat mengasuh anak.
"Beberapa penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, seperti DPT-HB-HIB dan Campak/MR, bisa meningkatkan risiko pneumonia. Untuk itu, anak harus diimunisasi sesuai jadwal IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan Kementerian Kesehatan (Kemkes)," kata Madeleine.
Menurut laporan Kementerian Kesehatan, cakupan imunisasi dasar lengkap pada 2017 mencapai 92,04 persen. Lalu, imunisasi DPT-HB-Hib pada bayi di bawah usia dua tahun (baduta) mencapai 63,7 persen. Sementara target cakupan imunisasi dasar lengkap pada 2018 sebesar 92,5 persen dengan target imunisasi DPT-HB-Hib baduta 70 persen.
Untuk pencegahan pneumonia pada anak melalui kebersihan, Selina menyarankan langkah cuci tangan pakai sabun di enam waktu kritis. "Cuci tangan sebelum makan, sebelum menyiapkan makan, sebelum menyusui, sehabis buang air besar, setelah menceboki bayi, setelah kontak dengan hewan," ujarnya. (ERIKA KURNIA)