JAKARTA, KOMPAS – Perusahaan didorong untuk menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi karyawannya. Lingkungan itu dinilai membuat mereka menjadi sehat secara mental sehingga menunjang produktivitas perusahaan.
“Happy environment itu tercipta dari kolaborasi dan komunikasi baik yang dilakukan setiap karyawan di perusahaan,” kata Josef Bataona, Career Coach, pada unjuk bicara Happy Brain at Work Series, Jumat(14/12/2018), di Jakarta.
Lingkungan kerja yang menyenangkan dibangun atas kepercayaan dan komitmen dari pimpinan dan para karyawan. Terjalinnya kedekatan itu memudahkan pimpinan untuk menyampaikan berbagai tugas kepada karyawan. Hubungan yang baik antar keduanya pun perlu dijaga agar kinerja karyawan lebih optimal.
Pimpinan sebaiknya memberikan penghargaan atau apresiasi terhadap setiap pencapaian karyawannya. “Sekecil apapun apresiasi yang diberikan akan berdampak besar bagi mereka. Mereka akan merasa lebih dihargai,” kata dia.
Pimpinan yang peduli dan mau mendengarkan menjadi dambaan bagi sejumlah karyawan. Seperti Angga TP (27), karyawan perusahaan swasta di Cikarang, berharap agar budaya perusahaan lebih relevan dengan kondisi sekarang. Baginya kesempatan untuk mengembangkan diri perlu dilihat pimpinan. Selain itu, faktor kenyamanan juga menjadi syarat penentu suatu lingkungan kerja yang menyenangkan.
Senada dengan Angga, Rahmi (23), karyawan swasta di Semarang, berharap agar perusahaan dapat memberikan kesempatan berkembang bagi dirinya. Tantangan yang diberikan menjadi kesempatan untuk belajar dan keluar dari zona nyaman.
Josef menambahkan, para karyawan sebaiknya mencoba berbagai tantangan yang diberikan perusahaan. Dengan mencobanya, mereka dituntut untuk lebih produktif dan keluar dari zona nyaman.
Stres dan depresi
Ekosistem kerja yang buruk dapat mengganggu kesehatan mental karyawan. Jika tidak tertangani, mereka menjadi stres hingga depresi.
Ketua Asosiasi Sinergi Terapan Neurosains Indonesia (Sintesa) Lyra Puspa menuturkan, ada dua jenis stres. Yang pertama, stres yang bersifat positif atau eustres. Stres jenis ini justru akan membangkitkan motivasi untuk meraih keberhasilan.
“Mereka akan excited dan tegang dalam mengerjakan sesuatu. Umumnya mereka akan mengeluarkan performa terbaiknya saat dikejar deadline,” ujar Lyra.
Selanjutnya, stres yang tercipta dari emosi negatif atau distres. Stres jenis ini dikarenakan mereka merasa tantangan yang dihadapi lebih besar dari kemampuannya. Performa mereka dalam bekerja cenderung turun.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Eka Viora mengatakan, stres berkepanjangan di tempat kerja dapat menjadi depresi. Perasaaan tertekan dan emosi marah akan memperparah sehingga timbul gangguan sakit kepala, mag, dan psikosomatik.
“Kalau mereka tidak menemukan solusi untuk mengatasinya, mereka bisa kehilangan motivasi dalam bekerja. Dampaknya produktivitas menjadi terganggu,” kata Eka.
Setiap perusahaan sebaiknya menyediakan fasilitas konseling yang diperuntukkan bagi karyawan. Menurut Eka, stres yang dikenali pada tahap awal dapat ditangani segera sebelum menjadi depresi. (MELATI MEWANGI)