Tingkatkan Partisipasi, Semua Pihak Bertanggung Jawab Redam Kegaduhan Politik
Oleh
Fajar Ramadhan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain penyelenggara, para peserta Pemilu 2019 pun memiliki kewajiban meningkatkan partisipasi pemilih pada Pemilu 2019. Pendekatan yang menyejukkan dari elite partai politik, tim kampanye calon presiden, hingga tokoh masyarakat dinilai mampu mendorong pemilih datang ke tempat pemungutan suara dibandingkan pendekatan dengan menebarkan ketakutan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menargetkan tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 sebesar 77,5 persen, naik dari Pemilu 2014 (75,11 persen). Langkah dari KPU adalah berupaya memenuhi kebutuhan teknis para pemilih (Kompas, 3/4/2019).
Pakar komunikasi politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Gun Gun Heryanto, di Jakarta, Kamis (4/4/2019), mengatakan, para elite juga memiliki tanggung jawab sosial politik untuk memastikan Pemilu 201 berjalan kondusif agar masyarakat bisa menentukan pilihannya. Oleh karena itu, mereka harus intens menunjukkan diri sebagai panutan (role model) pemilu damai.
Jika yang muncul pernyataan agresif, baik menjatuhkan pihak lawan maupun penyelenggara pemilu masih mendominasi ruang publik, hal itu akan berdampak pada ketidakpercayaan pemilih terhadap pemilu. Apalagi kalau sampai muncul tuduhan tentang kecurangan pemilu tanpa bukti.
”Harusnya jika ada kecurangan mesti dibuktikan dengan bukti valid sehingga tidak muncul ketakutan seakan-akan pemilu sudah didesain untuk memenangkan salah satu pihak,” kata Gun saat dihubungi.
Peran media massa arus utama pun dinilai Gun Gun penting dalam meredam ketakutan di kalangan pemilih. Media massa arus utama harus bisa menyeleksi suatu data atau pernyataan tendensius yang belum diakui kebenarannya sebelum menyiarkannya.
”Misalnya, serangan salah satu kubu kepada kubu lain yang sifatnya asertif, tetapi tidak didukung dengan data. Harusnya ada saringan redaksi,” ujarnya.
Meski begitu, para pemilih juga harus membekali diri agar tidak mudah terpengaruh dengan narasi-narasi yang menyebarkan ketakutan, apalagi kabar bohong atau hoaks. Pemilih mesti aktif membandingkan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber agar lebih memahami pemilu.
Bicara program
Menurut pendiri sekaligus peneliti senior Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, meningkatkan partisipasi pemilih juga menjadi peran peserta pemilu. Menurut dia, kesan-kesan negatif pada Pemilu 2019 sebisa mungkin harus dihindari karena dapat memengaruhi partisipasi pemilih.
”Kesan bahwa pemilu akan kacau atau mengejek lawan politik harus dihentikan. Bicara programnya saja,” katanya di Jakarta, Rabu (3/4/2019).
Hadar menambahkan, jika narasi atau seruan negatif selalu didengungkan, akan ada saja kelompok pemilih yang merasa enggan untuk datang ke TPS. Mereka ini khususnya pemilih muda yang cenderung belum bisa memutuskan sendiri pilihan politiknya.
”Jadi, harus ditimbulkan kesan yang positif bahwa pemilu aman dan penting untuk negara,” ujarnya.
Hadar mengatakan, idealnya seruan positif tersebut terus disampaikan oleh kalangan elite partai politik dan tim pemenangan calon presiden. Selain itu, terkait isu yang menyebutkan akan ada banyak pemilih yang berencana berlibur saat hari pemungutan suara, elite juga mesti terus memberi pengertian.
”Misalnya, nyoblos dulu sebentar baru setelah itu liburan atau nyoblos ini penting untuk kestabilan pemerintahan ke depan. Pesan-pesan semacam itu yang harus terus dikuatkan,” katanya.