Akademisi di Malang Bersuara Soal Ajakan People Power
Akademisi di Kota Malang mulai bersuara soal seruan gerakan people power yang mulai riuh menjelang pengumuman hasil Pemilihan Umum Presiden 2019 pada 22 Mei mendatang. Gerakan tersebut dinilai melawan hukum dan hanya akan merugikan masayarakat.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Akademisi di Kota Malang, Jawa Timur, mulai bersuara soal seruan gerakan people power yang mulai riuh menjelang pengumuman hasil Pemilihan Umum Presiden 2019 pada 22 Mei. Gerakan itu dinilai melawan hukum dan hanya akan merugikan masyarakat.
Rektor Universitas Islam Malang (Unisma) Masykuri Bakri, Jumat (17/5/2019), mengatakan bahwa bangsa Indonesia dilindungi oleh nilai-nilai konstitusi dan kemanusiaan. Artinya, beda pendapat tidak masalah, tetapi harus tetap saling menghormati dan mengikuti aturan hukum yang berlaku.
Oleh karena itu, mari kita waspada terhadap orang atau kelompok tertentu yang bisa memicu persoalan bagi bangsa dan negara, misalnya dengan ajakan people power. Kalau semua unsur menghargai perbedaan yang terjadi di masyarakat, insya Allah negara kita tetap akan menjadi negara damai. (Masykuri Bakri)
Menurut dia, seluruh proses pemilu sudah berlangsung aman, tertib, damai, dan sesuai dengan aturan hukum. Dengan demikian, menentang hasilnya merupakan tindakan melawan hukum. Dan, tindakan melawan hukum, menurut Masykuri, hanya akan menyebabkan kekacauan dan merugikan masyarakat sendiri.
”Oleh karena itu, mari kita waspada terhadap orang atau kelompok tertentu yang bisa memicu persoalan bagi bangsa dan negara, misalnya dengan ajakan people power. Kalau semua unsur menghargai perbedaan yang terjadi di masyarakat, insya Allah negara kita tetap akan menjadi negara damai,” kata Masykuri.
Adapun terkait dengan gerakan yang dinilai melanggar aturan, yaitu ancaman gerakan people power, Masykuri berharap TNI dan Polri mengambil tindakan tegas dan cepat untuk melakukan tindakan.
”Kami mohon TNI dan Polri mengambil langkah cepat agar bangsa negara kita tetap menjadi negara aman, bersatu, dan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negeri yang subur, makmur, adil, dan aman). Ini dambaan seluruh bangsa Indonesia yang cinta Tanah Air,” kata Masykuri.
Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadien di Kabupaten Malang, KH Romadhon Khotib, mengaku menentang gerakan people power yang mengatasnamakan kedaulatan rakyat. Hal itu menurut dia merupakan upaya menentang pemerintahan sah dengan mengatasnamakan rakyat.
”Saya mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi dan menolak ajakan turun ke jalan, melakukan gerakan people power yang melawan hukum. Hal itu akan merugikan semuanya,” kata Khotib.
Saya mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi dan menolak ajakan turun ke jalan, melakukan gerakan people power yang melawan hukum. Hal itu akan merugikan semuanya. (KH Romadhon Khotib)
Ia mengajak seluruh masyarakat menghormati hasil Pemilu 2019 yang sudah berlangsung jujur, adil, dan sukses. ”Siapa pun terpilih nanti, marilah kita hormati. Sebab, itulah pemimpin terbaik untuk negeri kita tercinta ini,” katanya.
Jaga persatuan
Selain tokoh pendidikan itu, sebelumnya di Kota Malang, Jawa Timur, juga muncul seruan serupa dari tokoh masyarakat dan agama. KH Baidlowi Muslich, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Malang mengimbau seluruh umat Muslim di Kota Malang untuk bersama-sama menjaga kesucian bulan Ramadhan.
”Mari kita percayakan kepada petugas penyelenggara pemilu atau KPU. Jika ada persoalan, maka silakan diselesaikan melalui jalur hukum sebab negara kita adalah negara hukum,” katanya.
Baidlowi berharap, bulan Ramadhan dimanfaatkan masyarakat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan tidak terpancing tindakan yang melanggar hukum.
Adapun Ketua Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Malang Isroqunnajah mengajak warga Kota Malang menguatkan kebersamaan dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Hal itu dikatakan terkait dengan kemungkinan beda pendapat terhadap hasil Pemilu 2019 yang akan diumumkan 22 Mei 2019.
”Perbedaan tidak masalah. Jadikanlah perbedaan itu untuk menuju kebersamaan. Jangan membenturkan masyarakat karena masyarakat juga yang akan menjadi korban. Jika memang tidak sepakat dengan hasil, silakan menggugat di Mahkamah Konstitusi,” katanya.