Pemain gim di Indonesia konon mencapai 60 juta orang. Selain punya banyak pemain, rupanya banyak juga pengembang gim di Indonesia. Mereka bertemu di ajang tahunan Bekraf Gameprime 2019 di Balai Kartini, Jakarta, selama dua hari.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·5 menit baca
Industri gim di Indonesia sedang asyik-asyiknya. Jumlah pemain gim di negara ini konon mencapai 60 juta orang. Selain punya banyak pemain, rupanya banyak juga pengembang gim di Indonesia. Mereka bertemu di ajang tahunan Bekraf Gameprime 2019 di Balai Kartini, Jakarta, selama dua hari. Banyak pengembang gim yang memamerkan prototipe karya mereka.
”Mau coba gim ini, masih bisa?” tanya seorang pengunjung Bekraf Gameprime 2019 kepada Fahrurrozy Yasin, Minggu (14/7/2019). Saat itu baru sekitar pukul 20.00. Tetapi acara tahunan yang berlangsung di Balai Kartini itu sebenarnya sudah resmi ditutup. Kios lain sudah banyak yang dirapikan. Namun, monitor di kios Yasin itu masih menyala.
Yasin mempersilakan si pengunjung tersebut. Dia menceritakan sedikit alur cerita gim berjudul Pulang: Insanity. Yasin tahu betul alurnya karena dialah yang mengembangkan permainan berbasis komputer itu. Pengembangnya adalah perusahaan terbatas bernama Ozysoft Digital International, yang resmi berbadan hukum sejak 2017.
”Saya adalah COO (chief operating officer) di sini, sekaligus juga CEO (chief executive officer)-nya,” kata pria ceking berkacamata ini. Sederhananya, dua jabatan itu bisa disebut sebagai direktur. ”Saya juga founder-nya,” lanjutnya, belum selesai. Umurnya masih 22 tahun, tapi sudah punya perusahaan.
Perusahaan itu berbadan hukum setelah mendapat suntikan dana dari investor dua tahun lalu. Dana tersebut untuk mengembangkan gim yang sedang diujicobakan di ajang Gameprime 2019 ini. Yasin enggan menyebut angka persis nilai investasinya. Yang jelas, ongkos produksi gim itu ratusan juta rupiah.
Gim Pulang: Insanity adalah permainan pertama yang diproduksi Yasin dan kawan-kawan. Ada lima teman lain yang mengembangkan gim seram tersebut. Beberapa di antaranya adalah saudara Yasin, juga teman masa kecilnya. Mereka semua menjalani masa kecil di Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, atau sekitar lima jam dari Balikpapan, kota besar terdekat.
Tokoh utama di gim Pulang: Insanity adalah seorang pria bernama Rudy. Dia jatuh miskin dan terlilit utang. Untuk melunasinya, dia menjalani ritual yang disebut pesugihan. Dalam gim, ritual ini melibatkan roh jahat, atau hantu, atau jin, atau apa pun sebutannya. Ini adalah gim horor yang melibatkan mistisisme lokal. Ya, kalau suka nonton film horor dalam negeri, mungkin cocok main gim ini.
Tokoh utama di gim ”Pulang: Insanity” adalah seorang pria bernama Rudy. Dia jatuh miskin dan terlilit utang. Untuk melunasinya, dia menjalani ritual yang disebut pesugihan.
Tapi sabar dulu, gim ini masih belum selesai benar sehingga belum bisa diunduh dan dimainkan di rumahmu. Meskipun begitu, grafis dan animasi permainan ini terlihat mulus. Nuansanya kelam. Kompas sempat mengamati sebuah adegan di dalam ruangan gelap. Penerangan hanya dari senter, sekaligus jadi sudut pandang pemain. Seram dan mencekam.
Yasin bercerita, ada banyak hantu di gim ini. Rata-rata, hantu itu dia dengar dari orang-orang di sekitarnya. Bisa dibilang, mereka adalah hantu kampung setempatlah. Yasin menyebut beberapa di antaranya—mungkin kalian kenal—seperti karyau, anak sima, sandah, ataupun kuyang. ”Itu hantu-hantu khas Kalimantan,” katanya.
Kehadiran Yasin dan Ozysoft di acara itu adalah untuk mengenalkan gim yang mereka kembangkan, sekaligus untuk mengetahui respons pengunjung. Sebelumnya, versi demo gim itu telah dijajal para gimer dari 30 negara. Kelak, gim itu bisa dimainkan dalam beberapa pilihan bahasa, yaitu Indonesia, Inggris, Korea, Jepang, dan China.
Selain Ozysoft, ada puluhan pengembang gim lain yang ikut berpameran di ajang tahunan ini. Beberapa di antaranya adalah Foyafoya Soft, Entity House, Agate, Digital Hapiness, Story Tale Studio, Niji Games Studio, Arsanesia, Assemblr, Studio Namaapa, Mirai Mimpi, Gambir Game Studio, dan Ikan Asin Production.
”Board game”
Selain memamerkan gim digital yang dimainkan di gawai elektronik, acara ini juga membuka tempat bagi pengembang board game, permainan berbasis kartu atau papan yang dimainkan di atas meja. Ada sekitar 20 kelompok pengembang board game yang ikutan.
Salah satu kios yang paling ramai adalah Julius Setiadi Project, yang digagas oleh—tentu saja—Julius Setiadi. Pemuda 27 tahun itu merancang permainan berjudul Ronda. Para pemainnya, tiga sampai enam orang, adalah para peronda. Mereka bertugas mengamankan Kampung Gamsuit dari incaran maling.
Para peronda itu berkarakter unik. Ada pemuda dari Wamena, Papua, bernama Kak Tabuni. Ada Mas Jalu yang asli Yogyakarta dan pernah mendirikan kelompok teater. Ada juga Kang Jahenudin, pria Sunda penjual bandrek. Selain mereka, ada Pak RT Babeh Salihun dan juga pak polisi bernama Samosir.
”Selama dua hari di sini, ada sekitar 150 orang yang sudah coba. Kami jadi semangat untuk cepat-cepat memproduksi,” kata Julius, yang juga mengelola Asobi Café di daerah Jakarta Barat. Julius agak pendiam. Tapi ada rekannya, Cynthia Devi Effendi, yang membantu menjelaskan aturan main gim kepada pengunjung. ”Ini suara saya sampai serak,” ujar Devi.
Di kios lainnya, Arya Wirahadi seperti tak kehabisan baterai mendemokan gim Cenayang yang ia kembangkan. Ia mengoceh, dan sering tertawa, di hadapan para pencoba permainan. Arya semangat sekali. Padahal, kelompok Memento Craft—yang membuat gim itu—adalah proyek senang-senang belaka.
”Ini proyek sambilan, makanya bikinnya lama, dua tahun,” ucap Arya. Memento Craft membawa 100 unit gim Cenayang dengan harga jual Rp 195.000 satunya. ”Lumayan juga, banyak yang beli,” ujarnya, senang.
Ajang ini juga menyenangkan bagi pemain gim. Selain bebas mencicipi gim baru dari pengembang dalam negeri, mereka juga bisa memainkan gim legendaris dari dekade 1980-an. Ada arena yang berisi mesin ding-dong, dengan gim semacam 1941, Street Fighters, atau Tekken, sampai-sampai ada kompetisi tak resmi berjudul ”preman ding-dong”. Untungnya enggak ada tukang palak di sana!