Membangun Optimisme di Awal Dekade Baru
Sejumlah capaian yang diraih di bidang politik, sosial, dan ekonomi, dapat menjadi modal berharga bagi bangsa ini untuk terus tumbuh di tengah berbagai pekerjaan rumah yang perlu segera dituntaskan.
Tahun 2020 akan menjadi gerbang bagi Indonesia memasuki dekade ketiga abad ke-21. Sejumlah capaian yang diraih di bidang politik, sosial, dan ekonomi, dapat menjadi modal berharga bagi bangsa ini untuk terus tumbuh di tengah berbagai pekerjaan rumah yang perlu segera dituntaskan.
Mengapa momentum dekade penting untuk dijadikan rujukan? Karena sejarah mencatat, bangsa ini memang tidak lepas dari catatan-catatan peristiwa yang terjadi di setiap dekade tersebut. Rangkaian peristiwa itu menjadi benang merah yang bisa ditarik sebagai pelajaran berharga bagi masa depan Indonesia.
Mari kita lihat sejarah. Di setiap mengawali dekade baru, sejumlah momentum penting mewarnai wajah bangsa ini. Tahun 1950, misalnya, menjadi momentum kebangkitan persatuan nasional dengan bubarnya Republik Indonesia Serikat untuk kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal yang sama terjadi di 1970. Saat itulah dimulai pembangunan dengan model Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita I) di era Orde Baru. Hal yang sama terjadi di tahun 2000. Di era ini pergantian dekade bersisian dengan pergantian abad yang juga menjadi momentum perbaikan dari sisi ekonomi setelah Indonesia diterpa krisis 1998.
Menjelang tahun 2020, Indonesia memasuki usia tiga perempat abad. Awal dekade baru ini dapat menjadi momentum untuk membangun optimisme di tengah sejumlah capaian yang diraih bangsa ini di berbagai bidang.
Di bidang politik, optimisme muncul dari terus membaiknya wajah demokrasi Indonesia. Salah satunya dari posisi Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dari 67,30 di tahun 2009 menjadi 72,39 pada 2018. Data ini menunjukkan demokrasi Indonesia tidak berjalan di tempat, meskipun harus diakui terjadi dinamika yang turut memengaruhi persepsi publik soal perkembangan demokrasi di negeri ini.
Salah satunya isu terakhir yang memicu reaksi publik adalah terkait revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang dinilai melemahkan lembaga antirasuah ini. Hasil jajak pendapat Kompas pertengahan Desember lalu mencatat, separuh lebih responden (59,5 persen) khawatir akan terjadi pelemahan pada kinerja KPK setelah revisi undang-undang KPK tersebut.
Tentu saja, ini akan ditentukan oleh kinerja KPK ke depan, terutama dengan komposisi pimpinan baru yang baru dilantik pertengahan Desember lalu. Bagaimanapun, di awal dekade baru nanti isu KPK dan pemberantasan korupsi akan tetap menjadi sorotan publik.
Meskipun demikian, upaya perbaikan demokrasi juga terlihat dari meningkatnya kualitas pelaksanaan pemilihan umum. Pemilu 2019 lalu cukup merekam catatan positif terkait partisipasi publik. Data KPU mencatat, partisipasi pemilih pada Pilpres 2019 mencapai 81,97 persen.
Angka ini relatif tertinggi dibandingkan pemilihan presiden yang digelar sebelumnya. Perkembangan hasil pemilu juga positif membuka peran politik perempuan. Jika di Pemilu 1955 hanya ada 5,88 persen atau 16 orang perempuan di parlemen, di Pemilu 2019 berhasil mengantarkan 20,52 persen atau 118 perempuan berhasil duduk di DPR RI.
Sosial-ekonomi
Tren positif juga terjadi di bidang sosial, salah satunya sektor pendidikan. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia berhasil meningkatkan angka partisipasi murni di setiap jenjang pendidikan. Angka Partisipasi Murni adalah proporsi pada kelompok usia tertentu yang bersekolah pada jenjang yang sesuai dengan kelompok usianya.
Di jenjang pendidikan menengah, misalnya, tahun 2011 angka partisipasi murni mencapai 47,93. Angka ini perlahan meningkat hingga 60,53 di 2018. Artinya, semakin banyak anak Indonesia yang melanjutkan jenjang pendidikan hingga ke tingkat pendidikan menengah.
Hal yang sama juga terlihat pada jenjang pendidikan tinggi. Pada tahun 2018 angka partisipasi murni pada jenjang ini mencapai 18,59, meningkat secara perlahan dibandingkan tahun 2011 sebesar 12,56. Ini menunjukkan ada semangat dan kesadaran anak bangsa untuk menempuh jenjang pendidikan hingga perguruan tinggi. Di pundak merekalah harapan bangsa tertumpu pada dekade yang akan datang.
Sementara di bidang kesehatan, perbaikan terlihat dari menurunnya prevalensi gizi buruk balita yang telah menjadi persoalan sejak Indonesia merdeka. Pada tahun 1998 ada 10,51 persen balita berusia 0-59 bulan bergizi buruk.
Jumlah ini berhasil ditekan hingga angka 3,9 persen pada tahun 2018. Perbaikan lainnya juga terlihat dari menurunnya angka kematian bayi dari 97 anak per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 32 anak per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2017 lalu.
Pada bidang ekonomi, tahun 2020 juga dapat menjadi momentum kebangkitan bagi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Indonesia. Di tengah isu ketidakpastian ekonomi global, Indonesia setidaknya memiliki pengalaman untuk mengatasi krisis pada tahun 1965, 1998, dan 2008.
Selama satu dekade terakhir, ekonomi Indonesia tetap terjaga pada pertumbuhan di atas empat persen di saat sejumlah negara maju di dunia mengalami keterpurukan ekonomi. Indonesia juga berhasil menekan inflasi hingga di bawah empat persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir berkat pengendalian harga sejumlah komoditas hingga koordinasi pemerintah pusat dan daerah.
Pembangunan infrastruktur yang selama ini dilakukan juga dapat menjadi modal bagi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Indonesia. Apalagi didukung dengan sejumlah upaya perbaikan perizinan investasi, Indonesia dapat mengambil celah untuk menarik investor pada berbagai sektor.
Pekerjaan rumah
Namun, di tengah sejumlah capaian, Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Pada sektor ekonomi, defisit neraca perdagangan yang tak kunjung berakhir menjadi lampu kuning agar Indonesia segera mengambil langkah cepat menghadapi ancaman resesi ekonomi 2020 mendatang.
Di bidang sosial, membaiknya sejumlah indikator pada sektor pendidikan masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah yang cukup vital. Pada sisi infrastruktur, misalnya, sejumlah bangunan sekolah masih mengalami kerusakan di berbagai daerah. Kasus ambruknya atap SD Gentong di Kota Pasuruan, Jawa Timur, pada November 2019 lalu menjadi gambaran betapa pentingnya kualitas infrastruktur pendidikan yang perlu segera dibenahi.
Hal lainnya adalah masih adanya anak putus sekolah di Indonesia pada berbagai jenjang pendidikan. Pada jenjang SMK misalnya, pada tahun 2018 lalu, jumlah siswa yang mengalami putus sekolah mencapai 25.357 siswa. Ini tentu menjadi hal yang cukup miris di tengah gencarnya program pendidikan vokasional dalam beberapa tahun terakhir.
Pada bidang politik, naik turunnya IDI, terutama di pada bidang kebebasan sipil menjadi lampu kuning bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Di 2009, indeks kebebasan sipil tercatat berada di angka 86,97 atau masuk kategori baik dan turun menjadi 78,46 pada tahun 2018 atau masuk kategori sedang.
Kebebasan sipil ini melihat beberapa indikator seperti ancaman atau penggunaan kekerasan yang menghambat kebebasan berkumpul hingga diskriminasi terhadap gender, etnis, atau kelompok rentan lainnya. Pengelolaan kebebasan sipil ini menjadi tantangan bagi pemerintah ke depan.
Pada akhirnya, tahun 2020 yang akan kita mulai lusa besok akan menjadi awal dekade ketiga abad ke-21. Dekade baru ini adalah jembatan bagi Indonesia untuk menuju usia satu abad tahun 2045 mendatang. Jika jembatan ini berhasil dilalui dengan baik, bukan hal yang mustahil keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud sat negeri ini berusia satu abad di tahun 2045 mendatang. Semoga. (Dedy Afrianto/Yohan Wahyu/Litbang Kompas)